Spirit Conductor: Book 1, Chapter 1



Chapter 1 - Seorang Pemuda dari Desa Badril

Lima belas tahun berlalu semenjak anak itu lahir...

Shira Yashura. Ia adalah anak muda yang tubuh di suatu desa tingkat tiga bernama Desa Badril.

Semenjak kecil, ia tinggal hanya diasuh oleh pamannya, yang menjabat sebagai Kepala Keluarga Yashura. Ayahnya tinggal di desa lain di mana ia bekerja sebagai seorang Sepuh di sekolah Hatim Malakas di salah satu desa tingkat dua. Shira semenjak kecil tak pernah melihat ibunya yang menghilang bertahun-tahun lalu. Barangkali saat ini ia sudah lupa wajah wanita itu.

Shira tumbuh menjadi pemuda dengan perawakan kurus dan biasa. Lahir sebagai anak sepuh dari sekolah petarung desa tingkat dua seharusnya secara otomatis menaikkan derajatnya di mata masyarakat desa itu. Namun, sayangnya, orang-orang hanya melihatnya sebagai sampah yang tak memiliki talenta sama sekali.

“Bocah benalu! Bapaknya sudah capek-capek kesana kemari tukar ramuan tingkat tinggi jatah bulanannya dari sekolah Malakas, cuma untuk ramuan tingkat rendah untuk dia. Tapi masih aja nyangkut di level 3, bah!”

“Bapaknya dulu pas masih muda juara kebanggaan desa, tapi anaknya bawa sial! Kalau ramuan bulanannya gak dikasih ke anaknya, mungkin sepuh sudah naik ke desa tingkat pertama sejak dulu!”

“Hehe, tenang kawan-kawan. Semua orang kan punya talenta masing-masing. Itu takdir. Manusia mana kuasa? Jangan salahin Tuan Muda Yashura yang punya talenta buat jadi petani. Hehe.”

Komplain dan ejekan dilontarkan keras dan jelas untuk di dengar keluarga Yashura, terutama kepada tuan muda yang talenta petarungnya ‘nyangkut’ di level 3 pada usia ke lima belas. Pasalnya, sangat banyak orang-orang yang iri dan tak suka dengan keberuntungan pemuda ini. Baru saja ia lahir ke dunia ini, ayahnya dan salah satu Kepala Keluarga yang dekat dengannya sudah memutuskan untuk menunangkan anak mereka.

Siapa yang menyangka, bayi perempuan yang ditunangkan waktu itu kini tumbuh menjadi gadis tercantik di desa dan memiliki potensi menjadi petarung hebat di masa depan.

Hal itu membuat banyak orang cemburu bukan main.

Hari ini, Keluarga Yashura akan menerima rombongan Keluarga Malikh dari sisi si gadis. Alasannya untuk menjalin tali silaturahmi.

Banyak orang yang datang untuk melihat gadis yang katanya merupakan gadis tercantik di Desa Badril. Kebanyakan dari mereka tak sempat menikmati kecantikannya karena ia terkenal sebagai gadis yang tertutup dan jarang keluar rumah. Di sisi lain rumor desa mengatakan, kejeniusannya menyamai talenta dari keturunan ningrat desa-desa tingkat kedua... seorang gadis yang sudah menapaki level 8 di usia lima belas, dan sudah bersiap untuk mengambil tes untuk kelas Archer!

“Ceweknya sudah jadi mutiara, tapi cowoknya serendah ampas kelapa! Ck, ck ck... kok bisa itu loh.”

“Kepala Keluarga Malikh matanya jadi picek gak bisa ngebedain yang berlian sama batu kerikil! Cuma karena dia bersahabat dengan Jhuro Yashura, berani ngerelain gadisnya dikawinkan sama kambing!”

“Cewek itu umur lima belas sudah masuk level 8. Padahal lahir dari desa pinggiran seperti ini, tanpa bantuan ramuan khusus seperti anak-anak dari keluarga kaya. Lebih lagi, katanya dia sudah berani ambil tes buat jadi Archer? Padahal yang level 10 saja masih kesusahan!”

“Jangan salah! Ane dengar Keluarga Malikh dapat harta karun bulan lalu! Pil buat tambah exp, scroll agility sama dexterity! Jelaslah, kalau yang punya AGI sama DEX tinggi, ambil tes Archer di level 8 bukan masalah!”

“Cih, masih aja dibodohin gitu? Mana ada orang-orang dari Keluarga Malikh yang kuat nembus dungeon untuk cari harta karun? Nih, aku kasih tau ya, dua tahun lalu si cewek dari Keluarga Malikh pergi ke seminar yang di adain sekolah Tiramikal Center khusus buat anak-anak jenius...”

“Tiramikal Center? Sekolah tingkat atas yang ada di sepuluh besar sekolah terbaik itu? Ck, ck, gak nyangka ada anak dari Desa Badril yang bisa ke sana.”

“Denger dulu, bukan cuma itu aja. Walaupun datang ke tempat elite seperti itu, katanya cewek Malikh ini cakepnya bukan main! Banyak tuan muda dari keluarga-keluarga ningrat di seminar itu yang naksir cuma sekali lirik. Terus, kabarnya, tuan muda Keluarga Blackwood berhasil deketin cewek itu, tapi gak bisa maju gara-gara si cewek ternyata sudah dijodohin sejak lahir! Konon kabarnya Keluarga Blackwood terus-terusan kirim ‘hadiah’ buat goyahin kepala keluarga Malikh tapi gak berhasil. Scroll agility sama scroll dexterity sudah jelas hadiah dari Blackwood untuk menangin si cewek.”

“Halah, itu kan cuma gosip.”

“Gak percaya? Lihat nanti kalau rombongan Malikh datang, pasti ada orang Blackwood di situ. Kalau gak ada, nih, potong telingaku!”

Orang-orang yang datang sibuk sendiri menyebar rumor atau mencemooh pertunangan ini.

Tentu Keluarga Yashura tak suka dengan sikap orang-orang seperti ini. Tak ada dari mereka yang di izinkan masuk dan hanya berkumpul di sekitar gerbang, sehingga mulut mereka tak henti-hentinya mengeluarkan kata-kata yang tak menyenangkan.

Keluarga Yashura tak bisa berbuat apa-apa jika mendengar cemoohan itu. Generasi muda dari mereka saat ini sama sekali tak membuahkan bibit jenius. Bahkan pewaris utama Yashura, Shira Yashura, dengan perkembangan level yang sangat lamban membuat orang-orang melihat mereka dengan sebelah mata.

Ini sama sekali berbeda ketika mereka menyikapi generasi Yashura sebelumnya.

Tak ada yang berani berkata macam-macam jika seorang bernama Jhuro Yashura ada di situ. Ia adalah ayah dari Shira Yashura. Walaupun berasal dari desa kumuh seperti ini, sebenarnya nama Jhuro Yashura cukup terkenal di kerajaan East Tiramikal Kingdom ini. Bahkan rumor-rumor tentangnya sempat menyebar luas ke seluruh Benua Tiramikal ini.

Jhuro Yashura, diumur enam belas tahun, lulus tes menjadi Blackfang Swordsman. Harus diketahui kelas Blackfang Swordsman adalah sebuah kelas unik, yang hanya bisa didapatkan oleh satu orang saja. Setiap kelas unik memberikan skill set berbeda daripada kelas biasa. Hal ini tentu berlaku pada Jhuro Yashura.

Jhuro memperlihatkan keganasan skill set Blackfang Swordsman di Turnamen Emas Tiramikal di usia delapan belas tahun, dan menggaet posisi juara tiga tahun itu.

Setelah itu, bertahun-tahun ia berpetualang dalam organisasi kecil yang terdiri dari para aktivis kemanusiaan. Mereka diam-diam melawan para bangsawan yang pro terhadap perbudakan. Dalam beberapa tahun singkat ini, keganasan racun dan style pedangnya membuat geger fraksi musuhnya.

Oleh karena itu benua Tiramikal langsung mengenal nama pendekar pedang beracun yang lahir dari rakyat jelata.

Dengan seorang wanita yang tak diketahui asal-usulnya, Jhuro muda menikah dan berhenti menghidupi kehidupan berbahaya lagi. Ia pulang ke kampung halamannya selama setahun dan kemudian pergi ke desa lain karena sekolah Hatim Malakas menginginkannya menjadi seorang Sepuh.

Tuan Muda Shira ternyata tak diberkahi oleh surga seperti ayahnya. Tumbuh dengan potensi biasa, dengan talenta di bawah rata-rata, selalu menghibur diri membaca sejarah para pahlawan di masa lalu.

Rata-rata level petarung seusianya adalah berlevel 6. Level 5 sudah bisa dibilang lambat dan level 8 adalah kebanggaan desa. Tapi Shira Yashura saat ini masih di level 3.

Di setiap waktu ia nampak sibuk dengan pikirannya sendiri. Jika disuruh latihan berpedang, ia selalu mengeluh pedang latihan yang digunakannya terlalu berat untuk diayunkan. Mayoritas sepuh di Keluarga Yashura menyalahkan kekurangan motivasinya ketika melihat ia tak berkembang sama sekali.

Rumor mengatakan bahwa ia terlahir cacat tak bisa berkembang sebagai petarung. Bahkan banyak anggota Keluarga Yashura yang mengira kalau Shira sakit di kepalanya. Pemuda itu sering kali terlihat berbicara pada dirinya sendiri.

Hampir semua dari mereka ingin mengganti posisi Shira sebagai pewaris utama keluarga yang akan menggantikan Kepala Keluarga Yashura di masa mendatang. Mereka juga menyarankan untuk membatalkan pernikahan Shira dengan gadis jenius dari keluarga Malikh untuk menghindari gosip yang tidak jelas di masa mendatang. Tapi Kepala Keluarga Yashura adalah kakak dari Jhuro Yashura, kepala mereka sama-sama diisi penuh dengan batu dan satu pikiran pula.

“Kalian semua ngaku sepuh tapi gak ngotak! Gak punya mata! Shira jelas-jelas kiriman dari surga untuk Keluarga Yashura tapi kalian menyikapi mutiara seperti upil hidung, bah!” begitu omelan Kepala Keluarga Yashura setiap kali para sepuh mengeluarkan pendapat mereka di perkumpulan keluarga. “Tau apa kalian tentang potensi Shira, hah?! Sekarang mungkin dia masih level 3, tapi lihat ntar kalau dia sudah dewasa. Semua makhluk hidup di bawah langit bakal berlutut di hadapannya! Hahaha!”

***

“Tuan Muda Shira? Tadi saya lihat dia sedang membaca buku di perpustakaan,” kata seorang pelayan ketika ditanyai oleh ajudan keluarga, Yulong.

“Duh, tadi aku sudah cari bolak-balik di perpustakaan, tapi gak ada sama sekali! Rombongan keluarga Malikh hampir tiba, tapi orang yang harusnya nyambut tamu malah keluyuran entah kemana. Duh! Duh!”

Yulong melangkahkan kaki tergesa-gesa sambil menoleh kesana-kemari, mengintip ke setiap ruangan mencari Shira. Kepala Keluarga Yashura sudah memberikan perintah kepadanya untuk mempersiapkan Shira menyambut tamu satu jam yang lalu. Tapi ia tak menemukan pemuda itu sejak tadi. Tentu saja raut wajah panik terpampang jelas di wajahnya.

“Tuan Muda pasti menyadari kalau dia harus yang paling pertama menyambut tamu. Ah, kalau dilihat dari kepribadiannya yang penyendiri, sudah pasti dia bakal merasa tersiksa! Mudahan aja dia gak kabur...”

Di bukit tak jauh dari kediaman keluarga Yashura, seorang pemuda berbaring santai di bawah naungan pohon rindang. Ia menyelipkan kedua tangannya di belakang kepala sebagai bantal, wajahnya di tutupi buku biografi tentang pahlawan “Pendekar Pedang Bermata Satu”. Di saat ia santai menikmati angin sepoi di bukit itu, kediaman Yashura ricuh mencari keberadaannya.

Tapi ia tidak peduli sama sekali. Ia tahu tentang pernikahannya yang ditetapkan dengan gadis jenius Malikh sejak dulu namun tak pernah memikirkannya, sampai-sampai ia tidak tahu tentang rombongan keluarga Malikh yang akan datang bertamu hari ini. Padahal kabar tentang rombongan itu semua orang di desa Badril sudah tahu. Semua orang kecuali orang yang akan ditamui.

“Woi, bocah! Kamu masih santai di sini?” Suara macho membangunkan Shira dari setengah tidur.

“Huh?”

“Tunanganmu datang bertamu, apa gak ada yang kasih tau?”

Shira hanya menggeleng pelan sambil mengusap-usap matanya.

“Cepat cuci muka dan ganti baju yang bagus! Aku sudah melihat si cewek tunanganmu barusan. Hehe, bocah, bisa dibilang kamu orang yang paling beruntung di desa ini. Belum pernah ketemu kan sebelumnya?”

Pria yang berbicara dengan Shira tak lain adalah arwah yang menempel padanya semenjak satu tahun yang lalu. Seorang pria tiga puluhan yang tubuhnya sudah menjadi transparan, mengenakan baju kulit petualang yang kualitasnya tak pernah Shira lihat sebelumnya.

Arwah itu dulunya semasa hidup adalah seorang petualang level tinggi yang pernah menghantam benua Tiramikal dengan kejayaan. Ia adalah salah satu pahlawan yang namanya tak akan terhapus sejarah.

Tapi ketika ia memperkenalkan diri untuk pertama kalinya kepada Shira, ia menyebut dirinya dengan julukan “Arwah Baik Hati”.

Satu tahun belakangan ini, ia dengan senang hati mengajarkan teknik-teknik dan skill pasif miliknya kepada Shira. Bisa dibilang dia adalah guru Shira, walau mereka berdua tak mengakuinya sama sekali. Biar pun skill-skill yang diajarkan adalah teknik tingkat rendah dan tak berharga baginya, untuk petarung di desa tingkat ketiga, ajaran arwah itu adalah harta karun.

Ia mengajarkan Shira tentang footwork dan gaya bertarung acak yang mengandalkan intuisi, berbeda seratus delapan puluh derajat dengan gaya bertarung keluarga Yashura. Namun Shira tak pernah menyangkal ajaran arwah ini. Ia memang masih petarung level 3 tapi kecakapan dan ketajaman pikirannya jauh melebihi remaja rata-rata. Ia tahu gaya bertarung ini sangat mengalir dan selalu bisa mengubah jalannya pertarungan jarak dekat.

Shira menganalisa, jika ia menggunakan footwork dan style acak seperti ini, akan banyak kesempatan untuknya menghindari serangan musuh dan melakukan counter-attack akan menjadi lebih mudah.

Di pertarungan jarak dekat, dengan tingkat dodge dan counter-attack yang tinggi, menggunakan senjata yang lebih pendek dari musuh tak akan menjadi masalah. Sederhananya bisa dibilang menggunakan kekuatan musuh untuk membuka celah menyerang. Ini adalah gaya bertarung yang cocok untuknya karena ia terlalu malas mengayunkan style pedang berat yang sudah menjadi tradisi Keluarga Yashura.

“Bocah ini, gerakan kakinya semakin lama semakin simpel, tapi jelas terasa berbahaya! Pemahamannya terlalu tajam sampai-sampai terlihat natural. Apa dia mempelajari konsep ‘Water Flowing Style’ sambil tidur barusan?” ujar Arwah Baik Hati kepada dirinya sendiri. “Walaupun saat ini skill pasif tingkat rendah untuknya, tetap saja ‘Water Flowing Style’ itu skill pasif unik yang memiliki tingkat kesulitan tinggi untuk dipelajari. Tapi dia sudah mencapai level 2 untuk skill itu bulan lalu, barangkali tahun depan bakal naik ke level 3. Ck, ck, anak ini adalah yang mereka sebut jenius di antara jenius?”

Ia melihat punggung Shira yang berjalan menuruni bukit.

“Kalau dia bisa lancar melewati rintangannya, bakal ada kesempatan ‘Water Flowing Style’-nya untuk mencapai titik evolusi ke ‘Liquid Dragon Flowing Style’ yang legendaris itu. Hmmm.”

Arwah itu mengelus-elus dagunya dengan senyuman lebar terpampang jelas di wajahnya seperti orang bodoh. Matanya berbinar-binar. Pandangannya masih tak lepas dari arah Shira yang berjalan menjauh.

“Terus pas perkembanganmu sudah matang, hehehe, bocah... akan kuambil alih badanmu. Hehehe. Dengan talenta jenius seperti itu prestasiku bakal lebih hebat ketimbang dulu! Aku akan hidup kembali menjadi legenda. Hehehe... hehehe...”

***

<<PREVIOUS CHAPTERNEXT CHAPTER>>