Spirit Conductor: Book 1, Chapter 12



Chapter 12 - Menantang Anjing Penjaga Blackwood

“Seharusnya mereka ada di sekitar sini.”

Kata seorang Pathfinder kepada ketiga temannya. Dengan dexterity yang tinggi untuk kelas Pathfinder berlevel 35, matanya yang tajam bisa menerawang hingga satu kilometer saat fokus. Ia melihat ke empat arah berbeda, tapi di segala penjuru padang pasir ini ia tak menemukan orang-orang yang ia cari.

“Kambing! Hale sudah bilang kita harus balik sebelum gelap. Kalau kita kelamaan di sini, bisa dihajar habis-habisan kita.”

Gerutu seorang Knight yang menggunakan armor berat dan mengkilap di belakang Pathfinder itu. Knight itu jelas adalah orang dari Blackwood, perlengkapan mahal sekedar untuk petarung di bawah level 40 seperti itu hanya Blackwood yang bisa membelinya. Di sebelahnya, berjalan seorang Mage berlevel 39 dengan wajah yang nampak sangat teredukasi. Ia mengenakan jubah berwarna biru tipis dan ada tongkat sihir sepanjang dua meter di tangan kirinya.

“Kita cari sebentar lagi. Kalau tiga puluh menit gak ketemu mending kita balik.”

Ada rasa takut di wajah Mage itu saat ia berkata demikian. Untuk para petarung Blackwood yang sering keluar untuk berpetualang sepertinya tentu mengenal betul bagaimana sifat Hale. Jika mereka benar-benar membuat Hale marah, bisa-bisa mereka dihajar sampai tak mampu bergerak lagi selama tiga bulan.

“Oi, apa kamu sudah melihat jejak mereka? Sampai kapan lagi kita mutar-mutar begini terus?”

“Untuk apa kami membayarmu mahal-mahal kalau kerjamu sama sekali gak ada hasilnya. Sejak tadi siang kamu hanya bilang sudah dekat, sudah dekat terus! Tapi batang idung si Walter sama anak-anak itu pun gak muncul juga.”

Kedua petarung Blackwood itu mengeluarkan nada tak puas dengan kinerja Pathfinder yang menuntun di depan mereka.

Mendengar itu, Pathfinder itu tak bisa lagi membuat alasan. Ia bukanlah seorang petarung dengan kelas yang memiliki kemampuan bertarung di bawah rata-rata. Dan bila kedua Blackwood ini meminta uang mereka kembali, ia tak bisa berbuat apa-apa. Lagi pula fraksi yang menampungnya hanyalah sebuah organisasi mercenary kecil yang menyelip ikut misi kali ini.

Komplain terus-menerus dilontarkan yang membuat Pathfinder itu frustasi. Ia ingin sekali memukul mulut dua orang itu sampai gigi-gigi mereka rontok. Tapi dibandingkan dengan kekuatan Blackwood yang terasa seperti raksasa elit, petarung sepertinya hanya bisa dihitung sebagai kutu air semata.

“Ada bukit berbatuan di sebelah timur,” kata si Pathfinder dengan nada setengah pasrah. “Barangkali regu yang kalian cari sedang beristirahat di situ.”

Untuk seorang Pathfinder serta Tracker, mencari jejak adalah kemampuan utama mereka. Kini, setelah berjam-jam tak melihat jejak kaki yang ia cari di padang pasir itu sama sekali, si Pathfinder hanya bisa menebak saja.

“Kamu yakin?”

“Di radius tiga kilometer gak ada orang lain selain kita. Tempat yang gak bisa kulihat hanya di bukti bebatuan itu.”

Siang tadi, Blackwood kehilangan kontak dengan sebuah regu kecil terdirikan empat orang yang dikirim untuk mencari Jhuro Yashura. Orang yang memberikan perintah kepada regu-regu ini adalah pemimpin Blackwood pada misi kali ini, seorang tier-2 Swordsman berlevel 47.

Walau pun resminya Swordsman itu diakui sebagai pemimpin pasukan misi kali ini oleh Dewan Keluarga Blackwood, tetapi yang memegang otoritas ketika mereka berada di dunia luar adalah Hale Blackwood. Sebagai petarung nomor dua di Blackwood tak ada yang berani membantah perintahnya. Oleh karena itu, ketika Swordsman itu memberi perintah untuk mencari Jhuro, ia menghadap dulu kepada Hale untuk mendapatkan izin.

Hale setuju dengan perintah tersebut. Namun ia melarang keras semua anggota Blackwood untuk berhadapan dengan Jhuro serta memerintahkan mereka semua untuk kembali sebelum malam. Jika saja ada regu kecil yang mendapatkan jejak Jhuro, mereka diperintah untuk kembali melapor dan sebisa mungkin tak membuat Jhuro sadar hawa keberadaan mereka.

Awalnya, regu yang sedang dicari-cari mengatakan mereka mendapat jejak kaki seseorang. Setelah berkata demikian ke regu lain mereka pergi untuk menelusuri jejak tersebut. Dan sampai sekarang mereka menghilang seperti ditelan angin.

Ketiga orang yang tengah mencari itu berjalan ke arah bukit berbatuan di arah timur. Tapi belum sampai setengah jalan, si Pathfinder tiba-tiba terdiam menghentikan langkah kakinya. Ia melihat ke arah pasir dua puluh meter di depannya. Matanya berkilat menyadari sesuatu.

Melihat Pathfinder itu berhenti, kedua orang Blackwood saling bertukar pandang.

“Pasirnya!” seru si Pathfinder seraya berlari tergopoh-gopoh ke arah pasir yang ia perhatikan tadi.

“Ada apa?” sahut si Mage.

“Aku menemukan jejak!”

Si Mage mengerutkan dahi mendengar jawaban Pathfinder tersebut. Ia sama sekali tak melihat ada jejak kaki di sekitar sini. Begitu pun dengan si Knight. Wajahnya sudah tertekuk menahan kesal karena tingkah si Pathfinder itu.

“Jangan mengada-ngada. Kita orang memang berniat bakal menagih kembali setengah uang tadi kalau kerjamu gak ada hasilnya. Tapi kalau kamu nekat membodohi kami, hmph, cari mati!”

Mendengar ancaman Knight itu yang bernada tak sabaran, si Pathfinder langsung berusaha meyakinkan mereka.

“Ini, lihat dekat-dekat pasirnya,” katanya sambil menyendok segenggam pasir dengan telapak tangan kanannya. Kemudian ia memberikan pasir itu kepada si Knight.

“Ada apa dengan pasir ini?”

Pasir itu adalah pasir biasa. Tak berbeda dengan milyaran butir pasir yang lain.

“Pasirnya gak terlalu kering,” jawab Pathfinder itu singkat.

“Hah?”

“Pasirnya kurang kering,” Pathfinder itu ingin menjelaskan, jadi ia menyendok sembarang pasir lain beberapa meter dari tempat ia mengambil pasir tadi. Kemudian ia memberikan pasir itu juga kepada Knight yang melihatnya dengan sorotan bingung. “Seharusnya panas matahari mengeringkan permukaan padang pasir. Tetapi pasir ini baru terkena cahaya matahari gak lebih dari dua jam!”

Knight dan Mage dari Blackwood langsung mengerti mendengar ucapan Pathfinder yang mereka sewa. Terutama si Knight, yang merasa pasir pertama memang sedikit lebih sejuk daripada pasir yang lain.

“Seseorang mengacak pasir ini untuk menghilangkan jejak,” si Mage langsung mengambil kesimpulan.

Pathfinder yang ahli dalam hal seperti ini mengangguk sambil memasang senyum bangga di wajahnya. Akhirnya setelah berjam-jam usahanya membuahkan hasil. Sekarang jika dua orang Blackwood ini ingin komplain dan menagih uang bayarannya, si Pathfinder tentu bisa mengelak.

“Ayo kita periksa bukit itu.”

Mereka bertiga melanjutkan langkah lagi.

Beberapa puluh meter kemudian, si Pathfinder berhenti lagi. Dua petarung Blackwood tak bersuara memberikan komplain. Mereka tahu Pathfinder itu menemukan jejak yang lain.

Si Pathfinder melihat ke arah kanannya, kepalanya sedikit dimiringkan. Ia lalu melangkah pelan ke arah itu. Dengan kakinya, ia menyapu pasir di bawahnya.

Dan ia melihat tumpukan pasir di bawah permukaan diwarnai oleh cairan merah yang mengering.

“Darah!”

Kedua orang Blackwood tak terkejut. Kurang lebih mereka sudah menduga hal yang seperti ini akan terjadi.

“Kamu diam di sini,” kata si Knight kepada si Pathfinder sambil menarik pedang dari sabuknya.

“Iron Will!” sahut Knight tersebut dengan nada sedikit di tekan. Kepalan tangannya langsung bercahaya. Sekejap atribut strength, endurance, dan defense-nya naik beberapa persen. Kini ayunan pedangnya lebih kuat daripada sebelumnya dan kulitnya pun ikut mengeras.

“Stone Skin!” Mage itu juga mengeluarkan beberapa buff.

“Arcane Boost!” “Haste!” “Elemental Harmony!”

Mage itu juga sempat memberikan buff kepada si Knight. Dengan Arcane Boost, mana-nya beregenerasi lebih cepat dan memberikan kesempatan untuk menggunakan skill beberapa kali lebih banyak. Haste dan Elemental Harmony adalah skill buff yang bisa dibeli di Magician Asocciation dan berguna untuk segala jenis petarung, karena kedua skill ini menambah kelincahan serta elemental resistance—orang yang mendapat buff ini akan terkena damage lebih sedikit bila terserang sihir berelemen.

Belum selesai persiapan mereka, si Knight mengeluarkan ramuan dari dalam mystic bag-nya. Botol ramuan itu adalah ‘Greater Poison Immunity Potion’, menambah secara mudah poison resistance orang yang meminumnya namun sangat sulit didapatkan dengan harga murah. Kurang dalam satu menit, poison resistance Knight itu bertambah dari 22% menjadi 47%. Efek ini hanya berlangsung selama dua jam per botol, tapi dua jam itu akan sangat berharga bila mereka bertemu dengan Jhuro.

“Kukira ramuannya sudah mulai ampuh. Masih ada buff lain yang kamu simpan?” tanya si Knight kepada Mage di sebelahnya.

“Aku hanya sedikit mempelajari skill buff. Tapi kalau skill ‘Poison Dispel’ kualitas tinggi, aku punya scrollnya.”

Mata Knight itu langsung berkilat-kilat. ‘Poison Dispel’ bisa langsung menghapus efek racun dan sangat berharga. Apalagi untuk yang berkualitas tinggi. Bila magic scroll itu digunakan, walau pun hanya bisa dipakai sekali tetapi jika melawan seorang ahli racun seperti Jhuro Yashura, scroll bisa saja menyelamatkan nyawa.

“Apa kamu punya scroll cadangan?”

Mage itu mengangguk sambil tersenyum. “Aku cuma punya satu.”

Si Knight tak bertanya lagi. Mereka lalu maju dengan langkah mantap, namun sama sekali tak mampu menanggalkan rasa cemas di hati mereka.

Di belakang mereka, Pathfinder mencoba untuk mengikuti sambil menjaga jarak. Ia yakin Jhuro bukanlah orang yang terlampau keji untuk menyakiti orang luar sepertinya, jadi ia bertekad untuk menonton dari jauh.

Dua petarung Blackwood itu mendekat ke arah bukit berbatuan di depan mereka. Mereka memeriksa jika ada yang bersembunyi di sana, tapi tak menemukan siapa pun.

“Masuklah. Kulindungi dari belakang.”

Knight itu mengangguk. Ia memperkuat cengkeraman pedangnya, telapak tangannya berkeringat. Ia melangkah lagi, setiap langkah sedikit lebih pelan daripada yang sebelumnya.

*Brug brug brug dug... dug...*

Tepat pada saat itu juga, sebuah tubuh terjatuh dari atas, berguling-guling di berbatuan dan akhirnya tersungkur di kaki bukit. Kulit tubuh itu sudah memucat dan warna urat-urat nadinya pun menggelap dan nampak jelas. Matanya melotot dan mulutnya menganga, tapi air mukanya jelas sudah mati. Lehernya sudah hampir putus digorok dengan belati.

“Tyrell!”

Sontak kedua petarung Blackwood itu menyerukan nama salah seorang teman yang mereka cari. Amarah yang tak tertahan mulai merayap dan menyedak kerongkongan mereka.

“Siapa yang berani melakukan ini?!”

“Bapakmu!”

Tepat pada saat itu juga, seorang pria empat puluhan menampakkan batang hidungnya. Ia mengenakan baju berkain tanpa perlindungan. Mukanya terlihat bosan karena terlalu lama menunggu orang yang datang.

“Jhuro Yashura! Sudah kuduga!” raung si Mage. Matanya sudah memerah karena marah.

“Hmph! Kalau sudah kamu duga buat apa tanya barusan?” ejek si Jhuro dengan nada santai. Ia berdiri dengan menopang berat tubuhnya di kaki kirinya. Rupanya, celana di bagian lutut kanannya sobek dan berdarah-darah.

“Si bangsat itu kakinya terluka! Kalau kita kembali untuk melapor dia pasti akan kabur dari sini!”

Kata si Mage sambil menunggu keputusan dari si Knight. Ia tak ingin menjadi orang yang memutuskan untuk mengejar Jhuro. Jika mereka gagal, orang yang bertanggung jawablah yang lebih banyak dihajar oleh Hale Blackwood.

“Perlambat gerakannya!” seru Knight itu seraya berlari ke arah Jhuro.

Mage itu mengangguk. Ia mengarahkan tongkatnya ke arah Jhuro, dan cahaya hijau menyembur dari kepala tongkatnya.

“Entangling Roots!”

Tepat pada saat itu juga, akar menjalar tebal menyeruak dari tanah di bawah kaki Jhuro. Akar tersebut melilit kakinya, merayap-rayap ke atas tubuhnya hingga tangannya pun tak bisa digerakkan.

Si Knight melompat-lompati berbatuan untuk mencapai ke atas. Dalam waktu beberapa detik, ia sudah hampir sampai ke Jhuro.

“Mati kamu bangsat!” ia mengangkat kedua tangannya ke udara, bersiap untuk mengayunkan pedangnya saat ia sudah beberapa meter di depan Jhuro yang terlilit ‘Entangling Roots’.

“Mountain Slashing Sword!”

*Wuuuuusshhh*

Sayatan pedangnya menghasilkan gelombang energi mana tajam yang membelah udara. Tebing bukit berbatuan yang di laluinya langsung terpotong dan terpecah-pecah.

Saat gelombang itu hampir mengenai sosok Jhuro yang terikat, air mukanya langsung berubah tak percaya.

“Jangan!”

“MATI KAMU!!!”

Pada saat itu juga si Jhuro berusaha melepaskan diri dari ‘Entangling Roots’, akar-akar melilit di tubuhnya langsung melemas terbakar oleh api biru.

“Flame Shield!”

Raung si Jhuro. Knight itu langsung terkejut. ‘Flame Shield’ yang melindungi permukaan tubuh Jhuro akan bereaksi balik kepadanya jika serangan pedangnya menyerang Jhuro.

“Keluarkan kekuatan terbaikmu! Aku akan membalas kematian teman-temanku!” teriak si Jhuro Yashura sambil membuat bola api di tangannya.

Melihat Jhuro mengeluarkan sihir api, Knight itu terkejut lagi bukan main. Bukannya Jhuro adalah seorang Swordsman? Petarung dengan elemental affinity poison? Sejak kapan dia bisa menggunakan sihir api?

Tetapi ia terkejut hanya sebentar. Cepat ia membulatkan tekadnya kembali untuk membunuh Jhuro.

“Jadi kamu menggunakan sihir api karena melihatku meminum ramuan poison resistance? Kamu kira menggunakan senjata lain bisa dengan mudah membunuhku?”

“BACOT!!!”

Si Knight dan Jhuro langsung saling serang dan bertukar jurus terus-menerus. Mana mereka hampir kering, namun hal itu tak menciutkan semangat mereka untuk memperlihatkan serangan terbaik mereka.

Pathfinder yang sejak tadi menonton air mukanya tiba-tiba menjadi aneh. Ia tak bisa berbuat apa-apa selain menyeringai melihat pertempuran itu.

Jika Knight itu melihat Jhuro mengeluarkan sihir api, apa yang dilihat oleh Pathfinder benar-benar berbeda. Awalnya, mereka saling berteriak ke arah bukit yang kosong. Kemudian si Mage malah melilit tubuhnya dengan sihirnya sendiri. Melihat temannya mengikat dirinya sendiri, si Knight malah langsung bersemangat melompat-lompat di tempat....

Kemudian keadaan menjadi semakin aneh. Knight itu berteriak ingin membunuh temannya sendiri. Ia menggunakan skill serangan terbaik yang dimiliki seorang Knight dan si Mage sontak bereaksi dengan mengeluarkan sihir pelindung. Akhirnya, mereka menggila dan saling serang-menyerang satu sama lain.

“Sobat, kamu sepertinya bukan dari Blackwood.”

Tiba-tiba sebuah suara tenang terdengar dari belakang Pathfinder itu. Ia terenyak dan langsung berbalik, mengeluarkan belati dari sarung yang terpasang di pinggang kirinya.

“Kalem, kawan. Kalau situ gak cari masalah denganku, situ bisa balik tanpa jadi korban luka-luka.”

Pemilik suara itu adalah seorang pria berjanggut dan berambut panjang, tengah tersenyum sambil berjalan ke arahnya. Ia jelas adalah Jhuro Yashura. Di bahunya, ia membawa karung berisi yang merembes darah dari dalamnya.

“Apa mereka sedang terkena halusinasi?” Pathfinder itu tak berbasa-basi. Ia penasaran melihat tingkah dua petarung Blackwood itu.

“Aku hanya punya sedikit racun mematikan yang tersisa. Membuang-buang racun untuk anak buah bakalan mubazir.”

Jhuro tak segan menjawab santai sembari mengangkat bahunya.

Mendengar itu, si Pathfinder tersenyum masam. Dari sikap Jhuro nampak ia benar-benar tak berencana untuk membuat masalah untuknya. Dalam hati ia bernapas lega.

Jhuro menaruh karung berdarah di hadapan si Pathfinder. Kemudian tanpa malu-malu mengeluarkan kantung uang dan menaruh beberapa koin emas di telapak tangan Pathfinder itu.

“Apa kamu melihat Hale Blackwood keluar dari kamp?” tanya si Jhuro setelah menaruh emas di tangan Pathfinder itu.

Si Pathfinder mengerti, jadi ia menjawab sambil menggeleng. “Dia berjaga di depan tenda Blackwood. Semua anggota mereka yang berlevel rendah berada di situ.”

Jhuro menggaruk-garuk kepalanya setelah mendengar itu.

“Anjing penjaga Blackwood kali ini merepotkan betul, ah!”

“Tuan Jhuro—“

“Jhuro saja gak apa-apa.”

“Jhuro... apa yang Anda ingin lakukan dengan karung ini?”

Pathfinder itu sebenarnya tak ingin tahu tentang urusan Jhuro. Tapi pria itu menaruh karung tersebut tepat di depannya. Seakan-akan Jhuro membuat karung tersebut berpindah tangan begitu saja.

Jhuro masih memperlihatkan ekspresi senyumnya yang santai. Ia mengeluarkan koin emas yang lain. “Bawa karung ini ke Hale dan bilang padanya aku gak main-main akan menantangnya di tempat ini. Ingat, ucapkan seolah-olah aku menyiksa mereka sebelum orang-orang ini mati!”

Pathfinder itu mengangguk dan menerima uang dari Jhuro. Ia lalu meminta izin untuk melihat karung tersebut, Jhuro benar-benar tak peduli. Saat dibukanya karung itu, ia melihat empat kepala manusia.

Ia melihat ke arah Jhuro dengan tatapan tak percaya. Jhuro hanya menjulurkan lidahnya usil, kemudian menghadap ke arah Knight dan Mage yang saling bertarung mati-matian.

“Lihat itu. Sekitar dua jam lagi, mereka akan berhenti. Kalau gak mati, mereka bakal pingsan. Kalau ada dua kepala lebih, bakal jadi hadiah besar buat Blackwood. Hahaha!”

Berkata demikian, Jhuro melempar kantung uang itu kepada si Pathfinder, lalu berbalik pergi dengan suasana hati gembira.

Sedang si Pathfinder hanya bisa tertawa pahit. Jika saja ada orang lain yang melihatnya menerima uang dari Jhuro, sudah bisa dipastikan hidupnya hanya bisa bertahan kurang lebih dua hari.

Ia melihat punggung Jhuro yang melangkah menjauh. Dalam benak ia mengingat cerita kaptennya tentang Jhuro Yashura.

Kata orang, Jhuro Yashura saat muda adalah seorang yang serius dan jarang membaur. Tetapi jika seseorang menghabiskan waktu beberapa hari satu regu dengannya akan mengerti jika Jhuro adalah pribadi yang santai dan agak pemalas. Semua orang juga bilang kalau Jhuro memiliki tempramen buruk dan pemarah.

Tapi kaptennya pernah bilang, saat-saat Jhuro menjadi paling mengerikan adalah ketika pria itu tiba-tiba jadi periang. Jika ia sudah bersemangat, ia tidak akan peduli dari mana kamu berasal, siapa orang yang akan melindungimu, dan apa pun konsekuensi setelahnya... ia akan memastikan semua orang yang menyinggungnya mati asalkan hatinya puas!

Mengingat itu, si Pathfinder gemetaran. Saat ini ia lebih takut Jhuro Yashura ketimbang Blackwood. Jadi ia menunggu si Knight dan Mage itu selesai bertarung, kemudian memenggal kepala mereka untuk dikirimkan ke Hale Blackwood.

***

<<PREVIOUS CHAPTERNEXT CHAPTER>>