Spirit Conductor: Book 1, Chapter 16



Chapter 16 - Munculnya Monster Elite

Gorila itu sedang minum di sungai kecil, dekat tempat Shira berada. Ia tak menyadari seorang pemuda dan arwah yang tengah mengawasinya.

“Tapi sepertinya dia lebih kuat daripada semua hewan-hewan buas sebelumnya,” kata Shira. “Apa aku bisa melawannya? Kukira serigala berlevel 8 tadi sudah batasku. Melawan musuh dengan 5 level di atasku sudah merepotkan, tau.”

“Malah lawan musuh yang beginian lebih gampang daripada serigala tadi. Serangannya gak merepotkan, akurasinya dan attack speed nya di bawah tipe serigala. Cuma kalau mereka bertarung yang menang gorila ini karena hit point-nya memang sekelas badak. Kamu tinggal pakai ‘Open Wound’ sambil menghindar atau sesekali pakai taktik hit and run sambil pulihin stamina-mu yang hilang.

“Jangan khawatir. Durasi efek ‘Open Wound’ yang membekukan regenerasi hit point musuh lumayan lama. Kalau kamu pakai taktik ini, cepat atau lambat gorila itu pasti modar!!!”

Shira mengangguk mengerti. Staminanya sekarang sudah pulih setelah ia meminum air yang dicampur herbal dan beberapa obat alami yang bisa meredakan rasa pegal tubuhnya.

Air itu adalah campuran yang sangat mudah dan murah dibuat, jadi memulihkan stamina lebih gampang ketimbang memulihkan mana yang biasanya membutuhkan ramuan khusus yang bisa memakan biaya.

Pedang pendek yang berbentuk seperti katana sudah di tarik dari sabuknya. Shira merunduk rendah sambil melangkah pelan-pelan dan tanpa suara, mendekati gorila itu dari belakangnya.

Shira ingin memberikan serangan kejutan. Walaupun Arwah Baik Hati mengatakan hal ini akan berjalan dengan mudah namun Shira tak bisa melonggarkan waspadanya.

Saat ia sudah mendekat, gorila itu masih tak menyadari ada orang yang hendak menyerang dari belakang. Dengan cerdik Shira menyembunyikan hawa keberadaannya dan sengaja menghindari injak daun kering serta benda-benda berserakan lain di tanah yang mampu menimbulkan suara.

Shira menghitung jika ia benar-benar menyerang organ vital gorila itu, paling besar damage yang akan ia berikan adalah critical strike. Awalnya Shira ingin melihat atribut dari gorila ini tapi tak mungkin petarung berlevel 3 sepertinya mampu menggunakan magic item Specialist sejauh itu.

Jadi ia sempat ragu untuk menggunakan kesempatan serangan kejutan ini untuk melancarkan critical strike. Ia juga ingin menyerang salah satu kakinya tapi hal itu tak cukup untuk membuatnya pincang, karena gorila juga menggunakan kepalan tangan untuk menopang tubuhnya.

“Jangan ragu. Terlalu banyak berpikir seperti ini nanti kesempatanmu hilang,” suara Arwah Baik Hati terdengar pelan. Shira yang mendengarnya langsung memperkuat genggaman pedangnya, sedikit bergerak ke arah samping gorila tersebut dan menusuk lututnya dengan ‘Open Wound’.

“GWAAAAARRRGGHHHH!!!!”

Gorila itu meraung ketika mendapati benda tajam menusuk lututnya. Kaki kanannya tiba-tiba menjadi lemas karena luka. Darah terus-menerus mengucur dari luka tersebut, seperti wadah air dengan lubang yang bocor.

Ia menoleh dengan mata sudah memerah. Air muka keriputnya yang hitam legam sudah membara-bara penuh amarah. Gorila itu langsung mengangkat kedua tangannya ke udara, kemudian mengayunkannya dan keras menghantam tanah.

*BUUAARRHHH!*

Keping-keping pecahan tanah kering terlempar ke mana-mana. Asap debu tebal menyeruak dari hantaman itu dan menyelimuti tubuh besar si gorila.

Tapi hal itu sia-sia, ia tak mengenai apa pun. Shira sudah berada di luar jangkauan serang gorila tersebut. Ia memberikan dirinya sendiri jeda waktu yang tipis untuk melakukan serangan tersebut, dan cepat menarik kembali pedangnya mundur usai menancapkan ke lutut si gorila.

“AHWAWAWAWAWARRRGGHHH!!!”

Gorila tersebut kembali meraung sambil memukul-mukul dadanya. Bulunya yang tadi hitam legam kita berubah warna menjadi lebih pucat, dan perawakannya perlahan-lahan membesar sambil urat-urat yang jelas nampak menyembul di kulitnya. Saat itu juga, Shira merasakan aura hewan buas itu melonjak. Ia terkejut, kemudian melihat ke arah si Arwah Baik Hati yang puas cekikikan seorang diri.

Arwah Baik Hati sialan itu sudah tahu sejak awal! Shira hanya bisa tersenyum masam melihat ia sudah dipermainkan arwah itu. Perubahan gorila yang ia lihat di depannya adalah skill yang disebut ‘Rage’.

Skill ‘Rage’ ini tidaklah jarang untuk monster dan hewan buas. Bahkan bisa dibilang lumayan pasaran di kalangan hewan-hewan buas di pedalaman hutan dan gunung.

Tapi petualang dan petarung pemula disarankan untuk menghindari hewan buas yang memiliki skill ‘Rage’. Walau pun party pemula berjumlah seratus pun, para senior akan bersikeras untuk membuat mereka menghindari bahkan satu saja hewan buas yang berubah oleh ‘Rage’.

Karena hewan buas yang menggunakan skill ini amukannya bisa mengguncangkan gunung dan membuat burung-burung kabur mengepakkan sayapnya sejauh mungkin. Mereka adalah mimpi buruk bagi para petarung. Mereka akan mengejar sampai seribu kilometer musuh yang membuat mereka marah walau nyawa taruhannya. Hanya orang bodoh yang memburu monster dan hewan buas berskill ‘Rage’ tanpa tujuan yang jelas.

Namun Shira masih menggenggam erat gagang pedangnya. Cahaya di matanya tak memudar sama sekali. Hari ini ia akan membunuh gorila ini sebelum gelap, supaya ia bisa makan malam dan tidur nyenyak setelahnya.

*DUG BDUG BDUG BDUG*

Suara langkah gorila itu terdengar berat dan menggetarkan tanah. Shira memerhatikan gerakan langkahnya dengan saksama, mencoba untuk meramal bentuk serangan berikutnya.

Saat Shira menyadari gerakan berikutnya itu, matanya bersinar-sinar. Sudut bibirnya naik, ia terlihat puas.

Itu karena tepat sebelum gorila tersebut mencapai Shira yang menunggunya dengan kuda-kuda mantap, gorila itu memelan untuk mengambil ancang-ancang dan tangannya pun terangkat ke udara. Ini adalah serangan seperti tadi, yang terkuat karena gorila tersebut mengandalkan momentum ayunan tangannya untuk menciptakan daya serang yang mengerikan.

Sayangnya, serangan tersebut membuka lebar pertahanannya hingga dengan mudah Shira masuk, menyerang lututnya yang lain dengan ‘Open Wound’ sekali lagi.

-19!!!

“UGGAHHH!!!”

Gorila itu kembali meraung kesakitan. Efek ‘Open Wound’ mulai bekerja.

-4...
-5...
-3...
-6...

Walaupun damage dan intervalnya tak bisa dibandingkan serangan mematikan Shira pada serigala sebelumnya, tetapi ‘Open Wound’ masih bisa sangat diandalkan.

Saat itu juga Shira melihat informasi yang tersedia untuknya tentang gorila tersebut.

Cincin Mila di jemarinya bercahaya, dan ia melihat nama gorila itu adalah Black Tribe Gorilla. Hewan buas itu memiliki HP sekitar 500 pada awalnya, bertambah 200 lagi setelah mengaktifkan ‘Rage’. Mana maksimalnya hanya 36, serta stamina-nya sekitar 600an. Gorila itu sudah berlevel 10, jadi wajar perawakan raksasanya memberikan kesan perkasa.

“Merepotkan...” keluh Shira sambil melepaskan napas panjang. Ia ingin membaca status yang lain namun tak bisa. Lain kali ia akan meminta Mila untuk mengajarinya menggunakan sensory ring ini. Informasi sangat berguna baginya di saat seperti ini.

Tanah bergetar lagi. Gorila itu mengejar Shira yang terdiam menunggunya lagi, kemudian memberikan serangan yang sama. Tentu saja Shira langsung memanfaat pertahanan gorila yang sudah terbuka itu, dan ‘Open Wound’ ketiga pun dilancarkan.

Kembali gorila itu meraung. Ia mengincar tangannya sekarang. Tapi semua sabetan pedangnya tak cukup dalam seperti serangan pertama jadi hanya kaki kanannya yang pincang.

“Aku harus membatasi gerakannya sebelum mundur karena stamina-ku habis,” pikir Shira dalam benaknya, “Mengurusi musuh yang pincang di sana-sini lebih mudah daripada menghindar-hindar serangan mengerikan seperti itu terus.”

Beruntung gorila bodoh itu tak mengubah pola serangannya. Ia hanya berteriak penuh amarah dan menerjang sambil menyerang dengan serangan yang penuh celah.

Lambat laun HPnya pun mulai menunjukkan pengurangan. Shira mendapati defense gorila ini tak seberapa, barangkali regenerasi hit point-nya lah yang paling merepotkan. Beruntung saja Shira menggunakan ‘Open Wound’.

“Total hit point-nya 700an, seranganku hanya belasan, ditambah sepuluh poin lagi dari pedangku,” Shira tak henti-hentinya mengeluh dalam hati. Karena situasi terlihat sangat merepotkan, barangkali pertarungan ini akan berlanjut sampai malam.

Belum lagi ia harus mundur jika stamina-nya habis oleh gerakannya yang terus menerus menghindar dan juga stamina terkuras banyak oleh ‘Open Wound’-nya. Jika itu terjadi, dengan lincah Shira berlari zig-zag dan mencari banyak halangan agar gorila itu tertinggal jauh saat mengejarnya.

Shira bersembunyi tak jauh dari gorila itu. Hewan buas tersebut mengamuk-amuk sendiri saat kehilangan jejak Shira. Ia menghantam-hantam tanah dan mencabut pohon dari akarnya, melemparnya ke arah Shira menghilang tadi.

Di tempat lain, Shira dengan santai meminum air dicampur sari jahe berumur dua puluh tahun. Staminanya memulih setahap demi setahap. Tubuhnya pun segar kembali dan ia bangkit untuk menemui gorila untuk ronde kedua.

Saat Shira kembali, ia melihat gorila itu sama sekali tak beregenerasi. Skill ‘Open Wound’ membuatnya puas. Ia akan memenangkan pertarungan ini walau sedikit telat selesainya.

Pertarungan itu pun diisi dengan Shira yang memaksa masuk ke dalam celah pertahanan gorila itu dengan ‘Water Flowing Style’-nya, kemudian dengan stamina yang tersisa ia berlari lagi untuk bersembunyi. Lambat laun gerakan mulai terlihat kaku dan memelan, rupanya luka yang ditimbulkan Shira di lutut dan pergelangan tangannya sudah membatasi gerakan gorila tersebut.

Dua jam lebih Shira menggunakan taktik ini, gorila itu pun mulai menunjukkan tanda frustrasi. Serangannya lebih liar lagi, dan celah di pertahanannya semakin menjadi-jadi. Akhirnya ia tewas setelah Shira tujuh kali maju mundur menyerangnya.

Arwah gorila tersebut memberikan benang dari mana sphere-nya lebih banyak dari hewan buas sebelumnya. Meskipun begitu, ia belajar lebih banyak dari serigala berlevel 8 daripada pertarungan ini.

“Mudah, kan? Dari sekarang lebih baik kamu memburu gorila ini. Walaupun jumlahnya lebih sedikit tapi pengalamannya akan sangat berharga. Kecuali kamu ketemu lagi dengan musuh veteran seperti serigala tadi,” ujar Arwah Baik Hati tiba-tiba usai menonton pertarungan Shira.

Shira tak menjawabnya dan langsung mengeluarkan salah satu bangkai ular dari mystic bag-nya. Cahaya bulan cukup terang namun ia membuat api untuk membakar daging ular hasil buruannya. Jadi ia mengeluarkan magic item rumahan yang dibelinya dengan harga lumayan murah. Setelah memasak makan malamnya, Shira mengeluarkan selimut tebal dan membungkus tubuhnya. Ia pun langsung tidur di bawah pohon.

Tak lama ketika ia menutup matanya, suara langkah lembut mendekat. Shira mendengar itu, ia hanya pura-pura tertidur.

Di dalam selimut itu, Shira memegang gagang pedangnya. Bersiap untuk bertarung lagi.

Tapi suara langkah-langkah itu nampak berhenti tak jauh dari tempat Shira tertidur. Arwah Baik Hati yang melihat dua anak muda itu diam-diam mendekat, hanya tersenyum geli melihat tingkah mereka.

Dua pemuda itu dikirim oleh Bony sebelumnya untuk memberikan Shira pelajaran. Tetapi selama mereka mengikuti Shira dari belakang, mereka melihat Shira dengan lihainya memenangkan pertarungan melawan ular buas berlevel 5.

Setelah itu muncul keraguan untuk menyerang Shira. Dua orang itu sepakat untuk memerhatikan Shira lagi, dan setiap pertarungan membuat mereka terkejut terus-menerus.

Pasalnya, musuh-musuh yang dilawan Shira belum tentu bisa mereka kalahkan. Melihat gaya bertarung Shira yang lincah dan cekatan menjaga momentum di atas musuhnya yang jauh lebih kuat, muncul rasa kagum, takut, dan iri yang bercampur di dada mereka.

Tak terasa sore sudah datang, mereka masih ketagihan menonton pertarungan Shira. Terkadang ketika Shira terluka dan keadaannya merugikan, mereka pun ikut panik. Kemudian saat Shira memenangkan pertarungan yang tak masuk akal seperti menantang serigala level 8, mereka juga ikut bersorak dalam hati.

Apa yang mereka lihat di depan mereka layaknya pertarungan petarungan gladiator yang sangat seru dan menegangkan. Mereka bahkan sampai-sampai tak sadar beberapa kali Shira sekilas menoleh ke arah mereka karena begitu ributnya.

Lalu saat Shira menang melawan gorila itu barulah mereka sadar hari telah gelap. Rasa takut dan cemas pun menjalar di punggung leher mereka. Berkeliaran mencari jalan pulang di gunung ini saat gelap sama saja mencari mati, mereka tak memiliki kemampuan untuk mempertahankan diri dari hewan-hewan buas yang aktif di malam hari.

Mereka pun juga ketakutan saat mereka tidur nanti. Jadi dengan menghiraukan rasa gengsi, pelan-pelan mereka melangkah untuk tidur di dekat Shira.

***

Besoknya, Shira menguliti semua hewan buruannya. Ia menjemur kulit serigala dan ular kemarin, sambil memasak daging ular lagi dan memakan kue kering yang disiapkan Mila Yashura sebelumnya.

Ia memang tak memiliki pengalaman di luar seperti ini sebelumnya. Tapi di kediaman Yashura, Shira sering membantu pemburu yang baru pulang.

Anak muda itu biasanya malas dalam hal seperti ini. Tapi setiap kali melihat para pemburu itu datang, selalu muncul rasa penasaran di benanya.

Shira jadi banyak mendengar cerita mereka. Jadi hal ini menjadi mudah baginya. Bahkan ia mendapat resep-resep sederhana untuk memasak daging buruan jika harus tinggal di gunung dan hutan selama beberapa hari.

Sedang dua bawahan Bony sudah tak terlihat. Mereka bangun sebelum Shira dan cepat-cepat bersembunyi lagi. Sepertinya mereka masih belum ingin kembali ke desa dan ingin lebih banyak melihat pertarungan Shira berikutnya.

Walau buruannya kemarin sangat memuaskan, tetapi pagi ini wajah Shira tertekuk muram. Ia menyadari, experience-nya sama sekali tak mengalami kenaikan. Masih berada di level 3 dengan 48% proses ke level berikutnya, sama seperti satu bulan yang lalu.

Itulah alasannya mengapa Shira terus-menerus mengeluarkan napas penuh keluh. Di wajahnya terlihat ia sama sekali tak bersemangat untuk hunting hari ini.

“Gak usah terlalu dipikirin. Barangkali nanti kalau kerjamu memuaskan aku akan memberitahu rahasia untuk menambah experience dari membunuh musuhmu.”

Arwah Baik Hati sejak tadi berusaha menghibur Shira. Lebih tepatnya, menjaga motivasi anak itu untuk tetap ada. Karena saat ini matahari sudah mulai naik, dan Shira masih membaca bukunya santai tanpa ada semangat untuk memburu hewan buas lainnya.

“Bocah, coba keluarkan skill gabungan yang kubuat, biar kuperiksa,” kata Arwah Baik Hati dengan nada memerintah. Ia melihat Shira bermeditasi untuk fokus menggabungkan skill-nya tadi pagi. Seharusnya sekarang sudah ada perkembangan.

“Gak mau,” namun Shira menjawabnya dengan ketus.

“Aku hanya ingin melihat sebentar.”

“Ini produk gagal.”

“Nanti aku kasih masukan. Jangan bilang kamu ngarep tiba-tiba jadi jenius yang bisa membuat skill tingkat dewa?”

Shira mendesahkan napas panjang, kemudian menyalakan sensory ring-nya untuk membuat layar informasi tentang skill barunya.

“Hmm, lumayan, lumayan. Gold rank skill, gabungan dari ‘Open Wound’ sama ‘Stamina Drain’. Ada efek lain yang mengurangi sedikit physical resistance musuh, efek yang lumayan langka. Bagus, bagus. Seharusnya di jaman ini skill beginian sudah dianggap skill puncak di desa-desa tingkat kedua.” Arwah Baik Hati terdiam sebentar, ia menyadari sesuatu. “Nak, kenapa kamu gak pelajari skill-nya?”

“Aku mau membuat ulang.”

“Ini sudah bagus. Ngapain buat ulang.”

“Tapi hasilnya gak memuaskan. Sudah kubilang itu produk gagal.”

Bibir Arwah Baik Hati tersenyum aneh. Menggabungkan dua skill dan menaikkan rank-nya satu tingkat ke atas di percobaan pertama, tak ada yang bisa melakukannya sebelumnya. Arwah Baik Hati sudah tak terkejut melihat ini karena ia tahu bakat Shira. Tapi yang tak ia duga adalah Shira masih tak puas dengan prestasi sepanjang jaman ini!

“Terus standarmu kayak bagaimana? Yang begini—“

Tiba-tiba Arwah Baik Hati terdiam. Ia melihat ke arah timur. Wajahnya berubah serius.

“Ada yang datang.”

Katanya pelan. Aura yang ia rasakan sebenarnya sama sekali tak berbahaya untuknya namun cukup serius jika diukur dengan kemampuan Shira. Pemuda itu pun ikut berwajah serius. Ia merasakan kerikil-kerikil di tanah bergetar dan melompat-lompat kecil, seperti ada gempa bumi yang mendatangi mereka.

*Wooosshh*

Cahaya kuning berkecepatan tinggi tiba-tiba melejit ke arah Shira dan Arwah Baik Hati. Dengan memaksimalkan ‘Water Flowing Style’-nya, refleksnya pun melonjak tajam dan ia melompat ke samping unuk menghindari cahaya kuning tersebut.

*BOOOMMMM!!!*

Ledakan listrik berwarna kuning menghancurkan tempat peristirahatan Shira. Bulu dan kulit hewan buas yang ia jemur tadi sudah hancur oleh ledakan tersebut.

Shira melihat Arwah Baik Hati dengan santai menepuk-nepuk debu di baju kulitnya. Ia nampak tak bergerak tapi posisinya sudah tak berada di tempatnya berdiri tadi.

“Kamu manusia yang membunuh anak buahku kemarin?!” raungan murka mengaum di gunung itu. Shira akhirnya dapat melihat sosok gorila berbulu emas yang berdiri tegak berjalan pelan-pelan ke arahnya.

Mata gorila itu berwarna cerah dan pupilnya pucat kuning. Dari bulunya yang keemasan, nampak samar-samar energi listrik yang menyerupai ular meliliti seluruh tubuhnya.

Di antara lebatnya semak belukar di tempat lain, dua sosok menggigil ketakutan melihat gorila berbulu emas itu. Dahi mereka sudah dipenuhi peluh keringat dan wajah mereka menjadi pucat.

“Gorila itu berbicara,” gumam salah seorang dengan nada yang terdengar tak jelas.

“Monster elite... monster elite yang mendiami gunung ini cuma satu. Raja Gorila! Hewan buas yang berelement affinity lightning!!!”

Kedua pemuda yang bersembunyi itu menelan ludah masing-masing. Mereka menyesal tak langsung kembali saja tadi.

***

<<PREVIOUS CHAPTERNEXT CHAPTER>>