Spirit Conductor: Book 1, Chapter 17



Chapter 17 - Belajar Terbang

*BOOMM!*

*BOOOOOMMM!!*

*BOOOOOOOOMMMM!!!*

Raungan ledakan listrik menggema dan menggetarkan gunung itu. Di kejauhan, dua orang pria tiga puluhan dan seorang wanita berusia sama melihat ke arah ledakan.

“Raja Gorila mengamuk,” kata salah seorang pria. Ia tengah menguliti ular berbisa seperti yang Shira bunuh kemarin. Bedanya, di tanah tempat mereka berdiri ada sekitar empat puluhan bangkai ular tergelatak.

“Seseorang membunuh anak buahnya,” kata pria yang lain, “bukannya mereka sudah diberitahu untuk gak mengganggu ras gorila?”

Kedua pria itu kemudian melihat ke arah wanita berkulit sawo matang dan langsing bugar. Tampaknya ia adalah pemimpin dari regu tiga orang itu.

“Sudah aturannya untuk gak mencampuri urusan monster elite jika berusia di atas 25. Siapa pun yang menyinggung Raja Gorila sudah melanggar aturan. Itu bukan urusan kita.”

Dua orang yang lain mengangguk. Mereka percaya siapa pun yang membunuh gorila di gunung ini adalah petarung berusia di atas 25. Pasalnya, sangat jarang bagi petarung dengan usia di bawah 25 mampu mengalahkan gorila seorang diri. Desa Badril tak melihat jenius seperti itu dalam kurun beberapa tahun ini. Selain itu, party mana pun tak akan berani mengeroyok hewan buas yang dilindungi monster elite seperti gorila-gorila ini. Tak menyerang hewan buas gorila adalah aturan tak tertulis di gunung ini, tak ada party yang mau mencari masalah bersama-sama.

Jadi kemungkinan yang tersisa adalah seorang pemburu seperti mereka bertemu dan tak sengaja membuat masalah dengan salah satu gorila, dan akhirnya membunuhnya.

Faktanya, si tersangka sama sekali tak mengetahui hal ini. Ia adalah seorang introvert yang sama sekali tak peka pada lingkungannya. Mana mungkin ia mengerti aturan tak tertulis seperti ini di petualangan pertamanya. Tapi berbeda dengan Arwah Baik Hati, puluhan tahun bergumul di tempat seperti ini membuatnya cepat mengerti situasi yang terjadi bila ada gorila terbunuh.

Dan ketika ia menyuruh Shira menyerang gorila itu, ia sudah memperkirakan hal ini akan terjadi. Dan ia hanya tertawa terbahak-bahak dalam hati.

Kembali ke tempat di mana Shira terus-menerus melompat untuk menghindari serangan Raja Gorila, dua orang yang dikirim Bony gemetaran dalam keringat dingin mereka.

“Apa yang harus kita lakukan?”

“Lari...”

“Bagaimana kalau Raja Gorila menemukan kita?”

Dua orang itu terdiam, terhanyut dalam ketakutan mereka. Jelas mereka melihat Raja Gorila sudah termakan oleh kekalapannya sendiri. Tapi Shira dengan tenang lagi dan lagi menghindar dari serangan mematikan tersebut.

“Apa kita harus menunggu Shira membawa Raja Gorila itu pergi?”

Temannya mengangguk. Jadi mereka diam mematung di balik semak-semak, bahkan bernapas pun mereka tahan sebisa mungkin.

Tapi yang membuat jantung mereka terasa berhenti, Shira sama sekali tak membawa Raja Gorila itu menjauh. Melainkan ia lari ke arah mereka.

“Dua orang yang mengikutiku sejak kemarin akan kujadikan umpan,” pikir Shira, ia berlari dengan sekuat tenaga sambil sesekali melompat ketika merasakan bahaya proyektil yang dilemparkan Raja Gorila menggelitik bulu kuduknya.

“Bocah, jangan lari! Kau harus menenangkan arwah gorila yang kamu bunuh kemarin!”

Raja Gorila mengambil batu seukuran bogemnya di tanah, menyuntiknya dengan energi mana berafinitas lightning dan kemudian melemparkannya ke arah Shira. Batu itu berubah menjadi proyektil petir bercahaya listrik kuning, dan ketika menghantam tanah, ledakan dahsyat terjadi.

*BOOOMMM!!!*

Shira yang melompat untuk menghindari momentum ledakan langsung terpental dan jungkir balik di tanah. Ia sama sekali tak terluka tapi semua badannya sudah terlapisi oleh debu dan tanah.

“Anjir! Seberapa besar kapasitas mana monyet itu!” umpat Shira. “Mas Arwah, jangan nonton aja. Tolong sebentar!”

“Hmph! Cuma yang beginian aja sudah minta tolong. Aku gak mengajarkanmu jadi pengecut!”

Shira hanya menyeringai sambil lanjut berlari. Ia kesal dipanggil pengecut ketika sama sekali melihat ia tak mempunyai kesempatan melawan Raja Gorila itu.

Pertahanan super kuat seperti gorila. Kecepatan elemental affinity lightning yang lebih hebat daripada serigala. Kemudian juga melemparkan proyektil yang dahsyatnya tak sebanding dengan tembakan racun ular berbisa kemarin... Dilihat dari mana pun, Shira tak akan mempunyai kesempatan untuk melawan monster elite ini.

Apalagi elemen listriknya. Karena sialnya Shira sudah dapat afinitas elemen air, secara otomatis resistansi terhadap elemennya berubah. Resistan elemen apinya bertambah 35% tapi di sisi lain resistansi elemen listriknya berkurang 15%.

Berarti, serangan Raja Gorila lebih kuat 15% jika mengenai Shira.

Itu namanya jalan pintas ke surga.

Bahkan jika ia berhasil menggabungkan ketiga skill pemberian Arwah Baik Hati pun, atau ‘Water Flowing Style’-nya berhasil mencapai level 3, kesempatan menangnya jika berhadapan langsung mendekati nihil.

Untuk seorang petarung berlevel 3 sepertinya menang melawan hewan buas level 10 sudah dibilang ajaib, tapi untuk melawan monster elite berkekuatan lebih besar, hal itu masih mimpi bagi Shira untuk saat ini.

“Bocah, kamu gak berencana untuk menjadikan dua orang itu umpan, bukan?” tanya Arwah Baik Hati dengan senyum aneh. Arwah itu hanya melayang tapi kecepatannya setara dengan kecepatan lari Shira.

“Memangnya kenapa? Mereka sejak awal berniat buruk padaku. Aku hanya memberi mereka sedikit ucapan terima kasih kembali.”

“Bagaimana kalau mereka mati?”

“Itu bukan urusanku. Siapa yang menyuruh mengikutiku kemari? Orang itulah yang seharusnya bertanggung jawab atas kematian mereka.”

*BOOOOOMMM!!!*

Saat ini Shira yang tengah menjawab pertanyaan Arwah Baik Hati terpental oleh ledakan di belakangnya. Ia merasakan hit point-nya menghilang drastis hanya karena terkena momentum ledakan serangan itu.

“Hmm, apa kamu gak ingat kejadian empat bulan yang lalu,” kata Arwah Baik Hati pelan kepada Shira yang masih berusaha untuk bangun dari timbunan tanah hasil ledakan. “Ada satu orang yang kembali saat teman-temannya pada mati. Dia bilang mereka diserang kawanan hewan buas tapi akhirnya dia kena fitnah juga. Apa kamu ingat?”

Shira tak menjawab. Tubuhnya masih gemetaran karena terkena momentum ledakan, kepalanya pusing dan tubuhnya tak bisa berdiri tegak. Tapi ia masih bisa mendengar ucapan Arwah Baik Hati.

Di saat itu, ia mengerti maksud si arwah. Bila ada orang lain di sekitarnya mati tanpa ada saksi mata, orang lain yang tak menyukainya tentu akan mengambil kesempatan ini untuk memfitnahnya. Dan mengingat tunangan Shira adalah gadis tercantik dan terjenius di desa ini, ia yakin banyak barusan pemuda cemburu yang ingin menjatuhkannya seperti Blackwood ingin menjatuhkan reputasi Keluarga Yashura.

“Sialan...”

Ia baru menyadari kesalahannya. Akan lebih mudah jika ia mengambil arah lain tadinya.

“Jangan mengeluh. Dulu pas waktu aku seumuranmu, dikejar lima Raja Gorila sekali pun aku gak mengeluh,” kata Arwah Baik Hati nada santai. “Kalau kamu sudah selesai di sini aku tunggu di kaki gunung.”

Dengan begitu, Arwah Baik Hati melayang pergi. Meninggalkan Shira untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.

Shira hanya bisa mengumpat pada arwah yang tak bisa diandalkan itu. Ia berusaha bangkit, namun kakinya gemetaran. Rupanya tubuhnya masih syok karena terkena momentum ledakan terlalu dekat.

*Dug dug dug gdug*

Pasir tanah bergetar. Gempa kecil mendekat. Shira menoleh, melihat sosok gorila berbulu emas datang dan menatapnya dengan sorot mata dingin. Cepat-cepat Shira mengeluarkan kertas pemberian Jerrin Yurin dan menyobeknya dengan panik.

Raja Gorila tak lagi mengejarnya dan menyerangnya dengan proyektil berafinitas lightning. Melihat Shira yang gemetaran bermandikan tanah seperti itu, ia hanya mendengus dan berjalan pelan ke arahnya.

*PAAK!*

Ia menampar tubuh kecil Shira dengan punggung telapak tangannya. Shira terpental dan menghantam batang pohon sekali, sampai ia terjatuh di bidang curam dan tubuhnya terjungkir-jungkir jatuh ke bawah.

Darah segar merangkak dari tenggorokannya, Shira batuk-batuk hingga darah itu keluar dari mulutnya. Ia mengumpat dalam hati. Mengumpat, mengumpat, dan mengumpat lagi.

“Anak lemah sepertimu bisa membunuh hewan buas yang lebih kuat darimu. Aku salut, salut! Tapi sayangnya, yang kamu bunuh adalah anak buahku. Kamu akan menjadi persembahan untuk menangkan arwahnya!”

Raja Gorila tiba di depan Shira, ia membuka telapak tangannya dan meraih Shira. Dengan sigap Shira menggunakan seluruh tenaga yang tersimpan dalam mana sphere-nya untuk menghindari cengkeraman tangan Raja Gorila.

*Swiish...*

“Huh?”

Shira menghindari cengkeraman itu, membuat Raja Gorila terkejut bukan main.

Lingkaran-lingkaran riak air muncul di permukaan tanah tempat kaki Shira berpijak. Di bandingkan dengan riak air sebelumnya, kini gelombang riak tersebut lebih sering dan lebih besar. Seperti kaki Shira yang menyentak permukaan air dan mengombaknya dengan tegas.

‘Water Flowing Style’... sudah mencapai level 3 di tengah-tengah kejaran tadi. Rupanya refleks adalah fondasi yang belum Shira mantapkan sebelumnya. Jadi ketika ia terus-menerus menggunakan ‘Water Flowing Style’' untuk mempercepat responsnya terhadap proyektil lightning Raja Gorila tadi, ia tak sadar ‘Water Flowing Style’-nya sudah naik ke level 3.

Raja Gorila sadar bocah di depannya menggunakan skill untuk menghindar. Tetapi ia pun memiliki skill pasif untuk mempercepat gerakan serangannya. Sehebat apa pun gerakan skill bocah ini, tak mungkin bisa mengelak dari skill Raja Gorila yang puluhan tahun sudah ia asah.

Tetapi Shira berada di situ, menghindar darinya. Sekarang tubuhnya berdiri, tapi kakinya gemetar. Tubuhnya syok dan ia tak bisa berbuat apa-apa tentang itu.

“Jadi begitu. Kamu bukan anak biasa. Pantas saja anak buahku mati di tanganmu.”

Tepat pada saat itu juga mata si Raja Gorila langsung bercahaya kuning, pelan-pelan semakin terang dan ada percikan listrik muncul di sana. Tubuhnya pun ikut mengeluarkan percik listrik, dan bulunya yang keemasan menari-nari seraya tubuhnya yang kekar semakin mengembang.

“UWWOOOOOHHH!!!”

‘Rage’! Ketika hewan buas menggunakan skill itu, kekuatan yang besar melimpahi seluruh tubuhnya dengan bayaran kehilangan akal sehat.

Berusaha melompat keluar dari jangkauan Raja Gorila. Hit point-nya benar-benar menipis dan karena itu ia mendapat debuff dari HPnya yang kritis itu. Tubuhnya melemah dan stamina-nya benar-benar kering. Mendapatkan debuff di saat seperti ini adalah kemungkinan terburuk bagi Shira.

Saat ia menggerakkan kakinya, Shira merasakan tubuhnya mulai bergetar hebat karena kehabisan tenaga. Yang ia rasakan adalah lemas dan ia tersungkur ke tanah. Dalam hatinya, ia mengumpat lagi karena sudah tak bisa menggunakan ‘Water Flowing Style’. Oleh karena itu, ia hanya bisa menggunakan kekuatannya yang tersisa untuk merangkak kabur.

Tapi tiba-tiba tangan besar dan dingin menangkapnya. Cengkeramannya begitu kuat sampai-sampai Shira mendengar tulang-tulangnya yang remuk sedikit demi sedikit. Ia menggertakkan giginya dan menatap dingin ke arah mata Raja Gorila yang bercahaya kuning listrik.

Melihat anak manusia berani menatap matanya dengan sorotan dingin, Raja Gorila mendengus keras dari hidungnya.

“Berani juga kamu! Kalau aku gak bisa membuatmu bersujud sepuluh ribu kali kepada ras gorila dan menggantung mayatmu di gunung ini, maka aku gak becus menjadi Raja Gorila!”

Tak seperti yang Shira duga, walau Raja Gorila mengaktifkan ‘Rage’, ia sama sekali tak kehilangan kemampuan berbicaranya. Ia pikir Raja Gorila akan berubah bodoh ketika menggunakan skill ini.

“Gorila itu terlalu lemah dan goblok. Gak ada obatnya. Membunuhnya hanyalah latihan untukku! Dan begitu juga denganmu, aku akan menjadikanmu daging untuk latihan pedangku suatu saat nanti!”

“Hmph! Sombongnya! Kamu sedang latihan? Mau latihan? Sekarang kuberikan satu latihan untukmu. Perhatikan baik-baik! Aku akan membuat manusia sombong sepertimu untuk belajar terbang di langit!”

Raja Gorila mengambil ancang-ancang, dan langsung melemparkan tubuh Shira ke udara!

Ia menggunakan kemampuan elemental lightning¬-nya untuk memberikan kekuatan tambahan. Tubuh Shira yang terlempar melesat, membelah angin seperti peluru.

***

“Suara ledakan sudah mereda,” kata seorang wanita berkulit sawo matang.

Ia adalah pemburu yang tadinya menguliti ular-ular bersama dua temannya. Di depan tiga pemburu itu, dua pemuda tengah mengigil ketakutan memegang gelas teh mereka.

“Apa kalian yakin yang membuat Raja Gorila marah adalah Shira Yashura, dan sekarang dia sedang mengejar anak itu?” lanjutnya menanyai dua pemuda yang baru saja kembali dari arah ledakan-ledakan tadi.

Salah satu pemuda itu mengangguk. “Kami melihatnya, kemarin Shira membunuh seekor gorila dan Raja Gorila kemudian mengejarnya.”

Wanita itu mengerutkan dahinya. Wajahnya tertekuk mendengar ucapan pemuda itu.

Dua pria di sebelah wanita itu kurang lebih memiliki ekspresi yang sama.

“Jadi yang membuat Raja Gorila itu keluar dari sarang ternyata anaknya Jhuro. Anak sama bapak sama-sama suka mencari masalah. Sebaiknya kita menolong anak itu, mengingat Jhuro selalu membantu kita dulu.”

“Ledakan tadi kuat sekali. Apa kamu yakin dia masih hidup?”

Kelima orang itu terdiam. Suasana dingin gunung yang terasa samar semakin menjadi-jadi. Tak ada yang berbicara untuk memecah keheningan. Mereka semua tenggelam dalam pikiran masing-masing sejenak membayangkan nasib Shira Yashura.

Tepat pada saat itu juga, pertanyaan dalam benak mereka terjawab. Sebuah tubuh tengah melesat di udara menuju arah puncak gunung.

“Lihat, ada yang terbang!”

“Siapa orang yang bisa terbang di desa kita?!”

“Bukan! Bukan terbang! Dia baru saja dilempar!”

Saat itu, wajah salah satu pemuda yang mengikuti Shira berubah menjadi aneh. Yang lain pun terbangun dari lamunan mereka. Langsung saja mereka sadar kembali bahwa situasi sedang genting.

“Itu... itu Shira! Shira dilempar begitu saja!”

“Bahaya!” seru salah satu dari mereka, entah siapa yang mengatakan demikian.

“Cepat kemasi barang-barang kalian! Kita akan menolong anak itu!” perintah wanita yang memimpin.

***

<<PREVIOUS CHAPTERNEXT CHAPTER>>