Spirit Conductor: Book 1, Chapter 18



Chapter 18 - Tak Sadarkan Diri

Sebuah pos kecil yang dibangun dengan ranting dan kayu kering terbakar oleh api. Dari tiga puluhan goblin yang awalnya menjaga pos itu, kini hanya sembilan yang masih hidup. Mereka sudah kehabisan anak panah, jadi dengan suara lolongan pedih makhluk-makhluk kecil berwarna hijau mengambil kapak teman mereka yang sudah tewas. Ada yang mati tertembak panah, ada yang tubuhnya membeku, dan ada pula yang terbelah dua oleh sabetan heavy sword.

Mata Goblin yang tersisa sudah memerah ketika mereka meneriakkan lolongan kalap tersebut. Di depan mereka, seorang manusia muda mengenakan armor berat, perisai dan pedang bermata dua terbuat dari baja. Pemuda itu sama sekali tak mengindahkan kepedihan dan amarah para goblin yang teman-temannya sudah terbunuh oleh beberapa regu manusia yang menyerang. Bahkan ada perasaan jijik terpancar dari mata pemuda itu, jelas dari sikapnya yang terburu-buru ia ingin membereskan kotoran di depannya dengan segera.

“HUUAARRKKKHH!!!”

Saat salah satu lolongan pedih goblin menjadi raungan perang, delapan goblin yang lain langsung mengikutinya untuk menyerang manusia di depan mereka.

“Bony, aku sedang menghemat mana potion. Tahan sendiri goblin-goblin itu,” seru seorang Mage muda dari belakang pemuda berarmor berat. Ia tak menggunakan skillnya melainkan menembakkan sihir dari bola kaca yang terpasang di tongkat sihirnya. Oleh karena itu, kekuatan serangannya pun menjadi terbatas dan ia tak bisa menggunakan skill yang membatasi gerakan musuh.

Bony mendengar suara Mage itu dan langsung menggunakan kembali skill buff-nya yang durasinya hampir habis.

“Discipline!” “Iron Will!”

Pertahanan dan status strength Bony sebagai Knight tak begitu melonjak ketika menggunakan buff-nya, karena masih berlevel rendah. Tapi tetap saja hal sekecil itu sangat berpengaruh pada pertarungan ini.

Enam orang yang ada di belakang Bony juga langsung bersiaga, menggunakan kembali skill buff mereka jika durasi tinggal sedikit. Kemudian dua petarung jarak dekat yang tadinya mengambil kesempatan untuk memulihkan hit point kembali maju untuk membantu Bony menahan garis depan.

“Shield Bash!”

Teriak Bony. Ia menghantamkan perisainya kepada goblin yang menerjang paling pertama, langsung menghempaskan goblin itu ke belakang.

Bony, sebagai seorang petarung Knight, kelas yang ahli dalam pertempuran regu, sangat tahu jika mereka tak merebut kembali momentum pertempuran dari semangat goblin yang membara-bara pertempuran ini akan menjadi merepotkan.

“Tahan dulu serangan terbaik kalian. Gunakan serangan biasa untuk menekan goblin yang maju!”

Ia terus-menerus menggunakan ‘Shield Bash’-nya untuk menghantam goblin yang masuk jangkauannya, sedang dua petarung jarak dekat di sebelahnya menggunakan serangan yang memiliki efek debuff kepada musuh.

Sedang petarung jarak jauh di belakang memberi bantuan kecil. Seorang Mage bertubuh kecil bersiap dengan tongkatnya, walau ada goblin yang sempat menyelip dari tiga petarung garis depan ia akan menembaknya dengan bola api dan memaksanya mundur. Healer terus-menerus memeriksa stamina petarung jarak dekat dan menggunakan skill untuk memulihkan jika tinggal sedikit, selain itu sesekali juga memulihkan hit point teman mereka. Sedang petarung keenam adalah seorang Archer dengan kelas unik, Bhela Malikh, yang memastikan ia menembak semua goblin itu dengan panah berafinitas water¬-nya, sehingga gerakan para goblin pun memelan.

Pada awalnya, grup enam orang ini dengan mudah membunuh para goblin dengan serangan dadakan. Walau goblin adalah monster yang hidup secara berkelompok, namun dalam satu pos kecil seperti ini mereka tak memiliki pemimpin. Dan ketika musuh menyerang mereka tiba-tiba, para goblin langsung dilanda kepanikan dan satu per satu pun tewas dengan mudahnya.

Di tengah pertempuran, para goblin mulai terorganisasi dan bertahan. Tetapi mereka masih dilanda ketakutan jadi momentum pertempuran berada di pihak musuh. Dengan serangan area of effect Mage yang mengerikan, para goblin yang dilanda teror mulai panik kembali. Pos mereka pun terbakar oleh skill area of effect tersebut, membuat posisi goblin makin tertekan.

Tetapi setelah pertarungan masuk ke babak akhir barulah hal ini menjadi sulit untuk party petarung-petarung muda Desa Badril ini. Goblin yang tersisa menjadi kalap dan tiba-tiba bersemangat, mereka tak peduli dengan nyawa mereka asalkan bisa membalaskan dendam teman mereka yang mati.

Oleh karena itu, Bony, sebagai pemimpin party tak langsung memerintahkan regunya untuk saling membalas tinju dengan goblin-goblin yang menggila ini. Ia memanfaatkan pertahanan regunya yang tak bisa ditembus untuk membuat kepercayaan diri para goblin jatuh kembali.

Benar saja, tak berapa lama mereka bertahan sambil melakukan serangan balik yang menekan goblin-goblin itu, mereka mulai menciut dan membalikkan badan untuk kabur. Mata Bony yang melihat ini langsung berkilat-kilat, dengan menghirup napas panjang kemudian ia berteriak:

“Habisi mereka!”

Knight dengan armor dan perlengkapan beratnya tak cocok untuk mengejar. Jadi Swordsman yang menggunakan pelindung kulit pun langsung bergegas untuk memenggal kepala goblin yang kabur. Mage sudah tak lagi ingin mengeluarkan skill untuk menghemat mana-nya, lagi pula pertempuran sudah bisa dibilang berakhir.

Bhela Malikh mengambil empat anak panah dari tempat yang ada di punggungnya, kemudian menggunakan skill dari skill set kelas unik Archer of Four Color Everlasting Rainbow-nya.

“Blooming Four Color Flower Shot!”

Dengan cepat, skill tembakan anak panah dengan empat element itu menjatuhkan empat goblin yang kabur.

Pertempuran pun selesai, mereka yang tersisa dengan mudah dijatuhkan oleh party tanpa perlawanan.

“Apa mereka semua sudah mati?” sebuah suara kecil dan manis terdengar dari belakang enam petarung itu. Suara itu milik Lyla Blackwood, yang dari tadi bersembunyi dari pertempuran.

“Nona Muda Blackwood, semua sekarang sudah aman. Nona sudah bisa memetik tanaman herbal yang ada di sekitar sini tanpa harus khawatir.”

Bony menjawab pertanyaan Lyla dengan senyum sopan di wajahnya. Jelas ia ingin mendekati gadis muda dari keluarga kaya ini, jadi ia menawarkan diri untuk melindungi Lyla saat ia memetik tanaman herbal yang banyak tersebar di dekat pos itu.

Tetapi Lyla menolak, ia memilih ditemani oleh Bhela Malikh.

*SHREEEKK*

Tiba-tiba, suara suatu benda berkecepatan tinggi bergesek dengan dedaunan pohon mengejutkan mereka. Tujuh orang itu langsung menengadah mencari-cari dari mana suara itu berasal, tapi mereka tak sempat melihatnya.

Kecuali Bhela Malikh. Sebagai seorang Archer yang memiliki dexterity lebih tinggi daripada yang lain, tentu persepsinya jauh lebih tinggi daripada teman satu party-nya. Oleh karena itu, ia sempat melihat benda yang melejit bergesek dengan dedaunan ternyata adalah sosok manusia. Bukan cuma itu, ia melihat sosok itu berperawakan muda seusianya dan berbaju gelap, ia pernah melihat dan mengingat ciri-ciri itu sebelumnya dan orang yang paling pertama telintas di benaknya adalah Shira Yashura.

*BUUUUGGG*

Suara benda menghantam tanah keras kemudian terdengar. Air muka Bhela menjadi lebih gelap. Ia menoleh ke arah suara hantaman itu dan bergegas berlari ke arahnya.

***

Di suatu tempat di gunung itu, sebuah tubuh yang tubuhnya dipenuhi tanah basah tengah terbaring kaku. Ia nampak baru menghantam tanah dan terpelanting hingga membuat bekas di tanah. Tentu saja, tubuh ini adalah Shira Yashura.

Hit point yang dimilikinya sangat kritis, tapi ia masih hidup. Sayangnya, ia tak sadarkan diri. Matanya tertutup dan nampak tak bisa sama sekali merespons lingkungan sekitarnya.

Tapi, di dalam alam bawah sadar Shira, kesadarannya masih terjaga. Ia bisa mendengar suara di sekitarnya namun tak bisa melihat apa-apa. Ia bisa mendengar suara serangga ribut di pagi hari itu. Untuk beberapa menit ia mendengar suara-suara gunung. Walau tubuhnya sudah kacau tetapi pikirannya tetap jernih, ia tahu kalau ia sedang tak sadarkan diri.

Tak lama kemudian, ia mendengar suara langkah yang mendekat. Kemudian langkah itu terdiam. Kesadaran Shira merasakan bahwa ia tengah ditatap oleh seseorang. Tak lebih dari semenit berlalu, langkah-langkah lain menyusul. Baru setelah itu Shira dapat mendengar percakapan di sekitarnya.

“Kak Bhela, itu tunangan kakak.”

“Iya.”

“Apa dia masih hidup?”

“Mn. Dia hanya gak sadarkan diri tapi jika kita segera menolongnya nyawanya masih bisa selamat.”

“Kasihan...”

Kemudian Shira merasakan ada sepasang tangan lembut menyentuhnya. Tangan itu menopang punggungnya dan memberikannya minum air yang terasa pahit. Shira cepat menduga bahwa tangan itu memberikannya minum suatu ramuan.

“Woi, bukannya itu si anak cacat?”

“Hmm. Iya benar. Shira Yashura. Tiba-tiba sudah hampir tewas di sini.”

“Sok keren hunting sendiri akhirnya babak belur juga orangnya.”

“Pffftt.”

“Hahahahaha!”

“HAHAHAHAHA!”

“HAHAHAHAHAHAHA!” “HAHAHAHAHAHAHH!!” “HAHAHAHAHAHA!!”

Kesadaran Shira yang mendengar tawa tertuju padanya itu langsung menciut. Hatinya seperti diremas-remas. Biasanya jika ada orang yang mengejeknya ia bisa tak menghiraukannya. Tapi kali ini, orang lain mengejeknya karena ia sendiri yang tak becus dan malah jatuh dengan mudahnya di tangan Raja Gorila.

Raja Gorila....

Dilempar oleh monster elite itu, membuatnya malu bukan main. Semua tawa dan ejekan yang ia dapatkan sekarang hanyalah membuat Shira merasakan rasa malu yang diberikan oleh Raja Gorila. Karena itulah ia sedih, dan karena itulah ia juga merasakan marah!

“Aku ingin kekuatan!” seru Shira dalam hatinya. “Aku gak bakal pulang sebelum membawa kepala monyet itu untuk dijadikan trofi. Aku membutuhkan kekuatan!”

*JGLUG* .... *NNGEEEEETTT*

Tiba-tiba, kesadaran Shira menengok ke arah belakangnya.

Sebuah gerbang besar berkabut ungu, terbuka walau hanya memberikan celah!

“Kamu membutuhkan kekuatan?” tanya sebuah suara yang berasal dari dalam gerbang itu. Suara itu terdengar dewasa dan pemiliknya terdengar seperti seorang pria paruh baya.

“Nak, bebaskan aku dari sini dan berikan tubuhmu. Aku akan memberikanmu kekuatan yang gak bisa kamu bayangkan sebelumnya!”

Shira terkejut mendengar suara itu. Ia pernah mendengar suara tersebut sebelumnya. Tapi entah di mana ia lupa.

Sebuah cahaya bola melayang dan menyentuh kesadaran Shira. Pada saat itu juga, Shira melihat sebuah kenangan di mana seorang Swordsman mengalahkan semua musuh yang mengepungnya dengan gerakan pedang yang nampak tak terkalahkan!

Tak tahu datang dari mana, Shira merasakan gerakan Swordsman itu adalah yang terbaik yang pernah ada.

Shira kemudian sadar, ia pernah bertemu dengan orang ini...

“Jangan dengarkan ucapannya! Dia hanya bisa membunuh sepuluh orang sekali pertempuran. Cih. Kalau itu aku, seribu bahkan sepuluh ribu musuh pun akan kuledakkan semuanya! Apa dia memperlihatkanmu mengalahkan musuhnya? Coba saja sampai kamu melihatnya kabur pas ketemu musuh yang lebih kuat darinya! Cih, cih! Kalau itu aku, akan kulepaskan bom dan kuledakkan semua! Meledak, meledak! Kuledakkan semua! Nak, bebaskan saja aku dan berikan aku tubuhmu! Setelah itu akan kuajari cara merakit bom terkuat dan kemudian gak bakal ada lagi orang yang berani arogan di depanmu!”

Tiba-tiba suara lain membentak. Yang membuat suara pertama menjadi marah.

“Sombongnya! Baru membunuh prajurit biasa sudah angkuh seperti itu! Hmph, humph! Manusia rendahan yang gak mengerti kode samurai sepertimu lebih baik diam dan duduk manis di situ. Kamu gak bakal bisa sebanding denganku!”

Dua suara yang terdengar dari dalam gerbang itu pun saling adu mulut. Ekspresi Shira menjadi aneh. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Tak hanya berhenti di situ saja, dua suara itu saling berusaha untuk membujuknya untuk memilih salah satu di antara mereka.

“Kalau kamu membebaskanku, sebagai jiwa seorang samurai sejati aku akan berjanji untuk mendapatkan Bhela, tunanganmu, dan membunuh semua orang yang menghalangi! Kamu akan terlahir kembali sebagai lelaki sejati! Itulah janji samuraiku!”

“Hehe, Bhela? Siapa itu? Nak, aku tau siapa cewek yang sebenarnya kamu taksir. Hehehe. Bukannya diam-diam kamu selalu menikmati wangi tubuh kakak sepupumu itu? Cewek yang selalu muncul di mimpimu bahkan cewek itu, kan, si Mila Yashura. Kalau kamu memberikanku alih tubuhmu, aku berjanji membawa Mila ke ranjangmu dan membiarkanmu menikmati tubuhnya setiap malam. Hehehehe...”

Semakin lama Shira mendengar ocehan suara-suara itu, ekspresi di wajahnya semakin tak nyaman di lihat. Ia ingin menutup kupingnya tetapi suara itu bukanlah suara biasa yang dihantarkan melalui udara, melainkan suara yang ada dalam pikiran alam bawah sadarnya.

Dan kemudian, suara-suara lain pun muncul...

“Zizizi, aku belum sempat mengambil nyawa petani waktu itu. Kalau aku berhasil keluar dari sini, yang pertama kali kukunjungi adalah petani itu. Mungkin sudah lewat dari jadwalnya tapi semoga aja dia masih hidup. Zizizizizi.”

“Bersujudlah di depanku! Aku penyihir terhebat sepanjang masa, Zurhatul, memerintahkanmu untuk bersujud! Di bawah keagungan dan kehebatanku, siapa yang berani tak menyembahku dengan segenap hati?!”

“Dijual, dijual. Obat kuat yang tahan sampai lima jam. Dijamin ampuh. Nambah strength sama endurance tiga kali lipat supaya situnya gak loyo. Ayo, mas yang bengong di situ. Silahkan dibeli, obat kuatnya.... formula baru. Ayo, ayo! Persediaan terbatas, gak bisa dibeli di mana pun! Beli dua gratis satu! Harganya murah lagi, gak bakal nyesel! Ayo, buruan sebelum gerbangnya ketutup lagi. Dibeli, dibeli!”

***

Pada saat ini, tempat di mana Shira terjatuh sudah dikerumuni orang. Ada yang merasa kasihan dan menolongnya dengan menyumbangkan obat mereka, serta mengipas-ipas tubuh Shira.

Yang lain, hanya tertawa terbahak-bahak mendengar cerita tentang Shira yang awalnya ditolak oleh party sana-sini hingga akhirnya mencoba hunting sendiri. Di cerita itu, Shira digambarkan pengecut dan lemah, tak mampu mengalahkan monster terlemah pun, akhirnya ditendang oleh monster yang merasa jengkel dan Shira tak sadarkan diri.

Entah siapa yang memulai cerita itu, tak ada yang tahu. Lima orang yang mengejar Shira sudah datang sejak tadi. Dan dua orang yang melihat kejadian sebenarnya dengan mata mereka sendiri hanya terdiam.

“Semuanya, mohon perhatiannya,” seorang Ranger berlevel di atas 30 berteriak lantang agar di dengar semua orang di situ. Ia adalah pemburu wanita berkulit sawo matang yang memimpin dua pemburu lainnya. “Kami mendengar kabar kalau Raja Gorila akan mengamuk lagi. Jadi sebaiknya untuk petarung berlevel di bawah 20 segera turun ke kaki gunung, atau mengungsi beberapa hari di pos dekat hutan. Bagi yang memiliki kenalan yang masih berkeliaran di gunung ini, tolong sampaikan berita ini dan segera mengungsi.”

Setelah mendengar kabar itu, ada beberapa yang memilih untuk kembali ke kaki gunung dan menjual hasil buruan dan jarahan mereka dari monster hari ini. Ada pula yang turun ke pos hutan yang lebih dekat, barangkali mereka masih bisa hunting monster dan hewan buas di perbatasan hutan. Semua orang tahu musuh di hutan di belakang gunung lebih kuat daripada mereka yang tinggal di gunung. Jadi tak banyak generasi muda Desa Badril yang berkeliaran di sana.

Di sisi lain, banyak pula yang tetap tinggal dan merasa berita itu sekedar lelucon. Mereka tetap melanjutkan hunting mereka seperti tak terjadi apa-apa sebelumnya.

Di jalan setapak dari arah menuju hutan di bawah, muncul seorang pria muda yang terlihat di akhir dua puluhan dan berwajah tampan dan juga gadis bertubuh mungil cantik berkulit putih. Saat mereka datang, secara alami aura yang mereka pancarkan berbeda dengan orang-orang desa itu.

Mereka adalah Jerrin Yurin dan Merly Yurin. Wajah mereka tertekuk ketika muncul di situ. Terutama Jerrin, yang melihat kondisi Shira yang sangat memprihatinkan. Ia tak tahu apakah ia bisa membawa kabar pada gurunya kali ini.

***

<<PREVIOUS CHAPTERNEXT CHAPTER>>