Spirit Conductor: Book 1, Chapter 20



Chapter 20 - Lahirnya Seorang Pemberontak

“Hahaha, langsung jawab tanpa ragu. Aku suka gayamu. Hmm, tapi ada yang harus kukatakan padamu. Ini penting. Semakin besar kekuatan yang kamu dapatkan, maka bayarannya juga bakal semakin besar. Kuperingati kamu sekarang, bocah. Kalau aku memberikanmu ‘Deadly Strike’, apa kamu berani menerima konsekuensinya?”

“Seberapa besar harga yang Mas maksud?”

“Hehe, gak banyak. Sebenarnya yang terjadi hanya kamu mendapat musuh baru saja.”

“Apa mereka kuat? Kalau aku menjadi musuh mereka, apa sebanding dengan potensi ‘Deadly Strike’?”

Pertanyaan Shira dijawab dengan dengus keras Arwah Baik Hati.

“Hmph! Kalau kamu tanya mereka kuat atau tidak, setidaknya mereka bisa mengalahkanku dulu. Tapi itu karena mereka menggunakan cara licik. Suatu saat nanti aku akan membalas dendamku ini. Lihat saja!”

“Jadi, mereka terlalu kuat...”

“Jangan khawatir. Dengan potensi kamu bakal bisa mengalahkan mereka. Asal kamu gak bermalas-malasan lagi seperti dulu. Apa kamu masih minat?”

Shira terdiam. Ia masih bisa mendengar celotehan suara-suara dari gerbang berkabut ungu, nampak tak mendengar atau tak tertarik percakapannya dengan Arwah Baik Hati saat ini.

Pemuda itu melepaskan napas panjang. Ia memejamkan matanya, namun tak mendengar suara yang ia inginkan. Suara tua yang terkadang bergumam dan berceloteh tak masuk akal. Mendengar suara kuno itu selalu membuatnya tercerahkan. Dan sekarang ia meminta tuntunan lagi kepada suara tersebut.

Tetapi di dalam alam bawah sadarnya, Shira tak mendengar apa-apa.

“Jika aku menerima kekuatan ini... apa keluargaku akan masuk dalam bahaya?”

Shira tak tahu seperti apa musuh yang ia dapatkan jika menerima kekuatan yang Arwah Baik Hati tawarkan. Ia bisa merasa ‘Deadly Strike’ ini adalah kekuatan yang tidak biasa, jadi musuhnya yang akan pun tentu luar biasa.

Satu-satunya yang mengganjal di hati Shira adalah keamanan keluarganya. Ia tak peduli jika ia sendiri yang masuk ke dalam kolam penuh mara bahaya. Tetapi jika kakak sepupunya Mila juga ikut terancam keselamatannya, nyawa ayahnya, nyawa paman Shuro, nyawa semua anggota keluarga Yashura, maka ia akan membalikkan tubuhnya pergi dari kekuatan ini seperti yang ia lakukan ketika suara tua misterius itu menawarkan kekuatan tersembunyi di gerbang berkabut ungu.

Mendengar pertanyaan Shira pun Arwah Baik Hati tak langsung menjawab. Ada jeda di situ.

“Aku akan menjamin keselamatan mereka dalam kurun waktu tiga puluh tahun. Tapi jika kamu masih belum bisa melindungi mereka dengan kekuatanmu sendiri setelah itu, maka salahkan dirimu yang terlalu lemah!”

Pikiran Shira gemetaran. Ia mengerti konsekuensinya. Untuk sebuah kekuatan dahsyat, harganya adalah risiko keluarganya terluka. Ia berpikir sesaat, kemudian mantap meneguhkan hatinya.

“Barangkali ada cara lain untuk mengalahkan monyet berbulu emas itu,” jawab Shira pelan, ini adalah keputusannya, “aku sudah mengerti mengapa aku membutuhkan kekuatan. Gak hanya untuk menjaga harga diriku, harga diri keluargaku berada di pundakku sekarang. Tapi kalau kekuatan yang kuterima bisa saja membuat keluargaku sedih... lebih baik aku mencari jalan yang lebih panjang untuk dilewati!”

Setelah Shira berkata demikian, suara Arwah Baik Hati tak terdengar lagi.

Jauh di puncak gunung, mata Arwah Baik Hati yang terpejam akhirnya terbuka lebar. Ada tanda kekecawaan terlintas di situ.

“Sayang sekali. Padahal anak itu memiliki potensi yang paling besar yang pernah kulihat selama ini. Tetapi hatinya terlalu lemah, ia sama sekali gak berani mengambil risiko.”

Arwah Baik Hati terdiam seorang diri, nampak menimbang dalam benaknya.

“Okelah. Kubiarkan keluargamu menanggung malu dibully oleh keluarga bangsawan itu dulu. Baru setelah itu kamu rasakan seberapa pentingnya kekuatan, nak. Hmm, barangkali aku harus mengecek Jhuro Yashura itu dulu? Seharusnya kalau Blackmud pinter mereka bakal menekan si Jhuro untuk mendapatkan cewek empat elemen itu. Jhuro ayahnya Shira sekaligus yang menentukan pertunangan anak itu. Lebih lagi dia punya koneksi sama fraksi yang entah apa namanya itu. Kalau memang Blackhut ingin menikung sambil mempertahankan muka mereka, maka Jhuro adalah faktor terbesar di sini.”

Ia terdiam. Beberapa saat kemudian, ia mendesahkan napas panjang.

“Aish... Jhuro, Ghalim, Ozhimon, Linn... Nura...”

Arwah Baik Hati menengadah ke langit. Dari pancaran matanya ada sedikit kebimbangan dan nostalgia yang terpancar, namun cepat memudar tergantikan oleh sinar tekad.

“Barangkali, aku juga harus ikut campur. Anak itu gak bakal bisa berkembang kalau begini terus. Yakin kalau aku mendorongnya sedikit lagi, monster yang sebenarnya akan muncul. Hmm, hmmm. Menyerahkan masalahku untuk dibereskan orang lain sejak awal bukan gayaku. Mungkin.... aku harus membunuh Jhuro Yashura dengan tanganku sendiri.”

Arwah Baik Hati mengeluarkan magic item-nya, secarik kertas yang terus-menerus melipatkan diri dan ukurannya semakin besar hingga membentuk burung origami. Arwah itu duduk di atas burung kertas, langsung melesat dengan kecepatan tinggi.

*ZZIIIUUUUUNNGGGG*

Tetapi tiba-tiba suara aneh terdengar keras olehnya. Jantungnya hampir melompat, baru kedua kali ini ia mendengar suara itu dalam hidupnya namun ia mengenal betul apa maksud dari suara tersebut. Ia menoleh, wajahnya langsung pucat ketika melihat sorotan cahaya biru menembus angkasa dari suatu tempat di gunung itu.

Manusia biasa tak bisa melihat cahaya itu. Begitu juga mendengarnya. Tetapi berbeda dengan mereka yang memiliki level tinggi. Langsung saja mana sphere para pahlawan di Benua Tiramikal beresonansi menyambut sorot cahaya biru tersebut.

“Apa yang terjadi? Mengapa mana sphere-ku terasa sangat resah?”

“Suatu kejadian yang besar terjadi! Panggil semua sepuh clan kita dan perintahkan mereka untuk cari tahu apa yang terjadi!”

“Cahaya apa itu? Terlihat sangat megah dan suci.... apa mungkin jenius generasi ini mendapatkan kelas unik yang sangat dahsyat? Atau seorang pahlawan mendapatkan artifact luar biasa?”

Banyak dari mereka yang berlevel di atas 70an, yang umumnya adalah pemimpin clan terkuat dan kepala-kepala fraksi bergengsi di Benua Tiramikal yang langsung panik saat itu. Di daerah tak jauh dari Desa Badril, beberapa dari mereka sempat beruntung dapat melihat jelas cahaya biru yang membentuk tiang menerobos ke angkasa.

Namun tak ada dari satu pun yang tahu persis penyebab cahaya tersebut. Walaupun fraksi dan clan mereka menyimpan dokumen tentang kejadian yang sama di masa lalu, tak ada yang mampu mengaitkannya. Tentu saja karena hal ini terakhir kali terjadi tiga belas ribu tahun yang lalu.

Di benua ini, hanya satu dua orang yang mengenali cahaya tersebut. Arwah Baik Hati, wajahnya sekejap menjadi merah padam menahan murka.

“Benih pemberontak! Siapa yang berani diam-diam menanam benih pemberontak lain di tubuh anak itu!”

Arwah Baik Hati langsung melompat dari burung kertasnya, dengan kekuatan batinnya ia memeriksa aura petarung level tinggi lain yang bisa saja menjadi pelakunya. Semua tempat di desa itu ia sapu bersih, memeriksa setiap orang, setiap rumah, setiap tempat persembunyian, detail demi detail namun tak mendapatkan apa pun.

Yang terkuat yang ia rasakan hanyalah Mama Ross selain dirinya. Arwah dari instruktur bernama Baront Staterwind juga cukup membuat ragu dihatinya namun cepat ia singkirkan dalam benaknya karena terlalu lemah untuk dicurigai.

“Ross, apa mungkin ini ulahmu?”

Arwah Baik Hati menggeleng-geleng sendiri sembari tubuhnya yang transparan mengapung di udara.

Walaupun Mama Ross dulunya adalah petarung berlevel tinggi di Benua Tiramikal, tetapi dengan kekuatannya itu ia masih tak memiliki kualifikasi untuk berurusan dengan pemberontak.

“Terus siapa?! Bukannya anak itu sudah menolak ajakkanku tadi? Kenapa sekarang dia menerima benih dari Pemberontak lain!”

Matanya yang memerah sudah tak bisa membendung rasa amarahnya lagi, hawa membunuhnya menyeruak dan membanjiri ruang di sekitar gunung Desa Badril.

Setiap petarung dan penduduk desa itu langsung menggigil. Mereka bisa merasakan bulu kuduk mereka berdiri, udara menjadi dingin, dan entah mengapa rasa teror tiba-tiba datang di hati mereka.

Arwah Baik Hati berharap setidaknya dengan menyebarkan hawa membunuhnya si pelaku akan memberikan respons. Jadi ia bisa tahu siapa yang menikamnya dari belakang. Tapi ia tak mendapatkan apa pun, hal ini membuatnya frustrasi.

Saat ini, ia yakin si pelaku sengaja menyembunyikan auranya sehingga tak bisa terdeteksi Arwah Baik Hati. Kalau tidak, level pelaku begitu tinggi sampai-sampai Arwah Baik Hati tak mampu menerawang menembus auranya.

Ia mengeluarkan dengus kecil. Akhirnya ia sadar seseorang lekat-lekat mengawasi Shira tanpa sepengetahuannya.

“Pahlawan yang terhormat,” nada Arwah Baik Hati terdengar sopan tapi wajahnya masih menekuk buas. Ia memperkuat gelombang suaranya dengan aliran mana sehingga mampu didengar oleh jenis-jenis orang tertentu saja. “Shira Yashura berada di bawah bimbinganku. Aku sudah menawarkan benih Pemberontak, tapi dia menolaknya. Apa pahlawan yang terhormat gak bisa menahan diri sedikit? Apa pahlawan sendiri ingin memaksakan Shira menelan benih Pemberontak melawan kehendaknya? Apa pahlawan sama sekali gak mengindahkan... amendemen para pemberontak?!”

Arwah Baik Hati mengerutkan alisnya saat masih tak mendapatkan jawaban apa pun.

Ia selalu berhati-hati berhadapan dengan sosok yang ia tak kenal. Jadi ia masih diam menunggu respons sambil diam-diam mencari keberadaan si pelaku.

Namun ia tak takut jika harus bertarung. Sekuat apa pun musuhnya, ia tak akan mundur dari orang yang telah diam-diam menikamnya dari belakang. Ditikam dari belakang adalah hal yang paling ia benci seumur hidupnya, sangat ironis nyawanya berakhir dengan cara demikian tiga belas ribu tahun yang lalu.

“Ada yang salah,” katanya dalam hati, tiba-tiba menyadari sesuatu.

Arwah Baik Hati langsung bergegas ke arah Shira. Akar dari pilar cahaya yang menembus langit ada di situ.

Kemudian ia melihat tubuh Shira yang terkulai di udara tenggelam dalam cahaya biru tersebut. Simbol-simbol yang ada ditubuhnya muncul kembali, bedanya kini lebih kompleks daripada yang dibuat oleh Arwah Baik Hati.

“Benih Pemberontak itu gak datang dari luar tubuhnya!” seru Arwah Baik Hati terkejut.

Apa maksudnya ini? Hanya ada satu kemungkinan dalam benak Arwah Baik Hati.

Shira memberikan benih Pemberontak pada tubuhnya sendiri!

Hal ini benar-benar membuat Arwah Baik Hati terkesiap. Ia langsung mengeluarkan kembali simbol-simbol rune yang ia buat sebelumnya, yang sekejap menguap dan menyatu saat menyentuh pilar cahaya biru yang membungkus tubuh Shira Yashura.

Arwah Baik hati tak akan kehilangan kesempatan ini.

Lalu ia berkata dengan nada bermartabat:

“Aku, Gyl von Tiramikal, dengan otoritas Pemberontakku membaptis jiwa pahlawan ini untuk dibersihkan dengan cita-cita pejuang masa lalu,” suaranya terdengar jelas dan megah, wajahnya penuh dengan keseriusan. “Biarkan pahlawan yang lahir melihat penderitaan manusia di muka bumi ini. Biarkan pahlawan yang lahir mengerti rasa sakit manusia di tanah kelahiran kami ini. Maka dari itu, biarkan pahlawan yang lahir untuk menanggung beban dan harapan umat manusia. Izinkan takdir menuntunnya untuk membebaskan diri manusia dari rantai-rantai para penguasa langit. Aku, Gyl von Tiramikal, meminta restu para pejuang masa lalu untuk memberikan jalannya kepada pahlawan yang baru lahir ini. Izinkan aku sebagai Pemberontak generasi yang lalu, menerangi pahlawan ini sehingga ia dapat sekali lagi berjuang demi martabat umat manusia yang hilang...

“Shira Yashura! Aku, Gyl von Tiramikal, meminjamkanmu senjata tertajam yang telah kuasah sepanjang hidupku, ‘DEADLY STRIKE’!!! Semoga kau bisa menembus semua rintangan dengan senjataku ini!”

Pilar cahaya yang tadinya tenang menembus langit kini bergetar seakan merespons Arwah Baik Hati membaptis Shira dengan otoritas Pemberontaknya.

Sekali lagi, gelombang yang mengejutkan para pahlawan dan petarung berlevel tinggi di benua itu menyeruak kembali. Namun kini kekuatannya jauh lebih besar daripada sebelumnya.

Semua kerajaan dan aliansi fraksi terkuat langsung menjadi heboh oleh kejadian ini.

***

Tak lama setelah percakapan Shira Yashura dengan Arwah Baik Hati, kejadian mengejutkan terjadi di dalam alam bawah sadar Shira.

“Berakhir sudah! Anak itu akan mati!” teriak suara samurai dengan panik.

“Kakek gila! Berhenti! Berhenti! Kalau begini terus jiwanya akan musnah! Kamu gak bisa memaksakan benih Pemberontak masuk ke dalam jiwanya. Gila! Dasar kakek gila! Kalau dia mati, kita semua juga bakal ikut mati!”

“Zizizi, aku bisa merasakan ajalnya sudah dekat. Zizizi.”

“Humph! Itulah akibatnya kalau ada yang berani mengurung Zurhatul yang hebat di tempat kumuh seperti ini!”

Shira menggertakkan giginya, terbaring kejang sambil mengepal keras bogemnya. Rasa sakit yang ia tahan tak terhingga. Ia bisa merasakan jiwanya perlahan-lahan pecah. Tekadnya untuk hidup tak akan bisa menyelamatkan jiwanya.

Dalam usahanya menahan sakit, pelan-pelan ia menengok ke arah bola mata raksasa yang memberikan tekanan mengerikan itu.

“A... ak...”

Ia bahkan tak bisa mengucap sepatah kata. Di semua permukaan kulit kesadarannya, simbol-simbol yang sangat kuno merangkak-rangkak hidup dan perlahan-lahan menyatu dengan jiwanya.

Kehendak Shira menolak simbol-simbol itu mencemari jiwanya. Karena itulah Shira merasakan rasa sakit tak terhingga.

“Anak muda, ambil pil-pil ini!” sahut sebuah suara dari dalam gerbang berkabut ungu itu. Tiba-tiba saja sebuah botol berisi tiga pil berwarna hijau pucat bergelinding dari situ, berhenti tepat di depan muka Shira. “Pil-pil ini akan memperkuat jiwa dan kehendakmu melawan tekanan itu. Cepat, cepat! Makan semuanya. Kalau gak begitu nanti kamu akan mati!”

Dengan susah payah Shira menggerakkan tangannya dan mencengkeram botol tersebut. Membukanya, dan langsung melempar ketiga pil tersebut masuk ke dalam mulutnya.

Shira merasakan kekuatannya jiwanya meningkat. Rasa sakitnya sedikit memudar walau tak seberapa. Tetapi anehnya... tubuh bagian bawahnya tiba-tiba terasa panas.

“Pil-pil itu gak bakal berguna terlalu banyak,” kata suara tua yang terdengar sangat serius, menggema-gema di alam bawah sadarnya. “Ide Adventurer muda itu untuk menaruh benih Pemberontak sangat bagus sekali. Seharusnya begini sejak awal. Dengan menjadi Pemberontak, gak ada jalan untukmu kembali lagi.”

Jeda membuat sunyi di situ. Tubuh kesadaran Shira gemetaran hebat bukan main.

“Jika hal ini terjadi pada orang lain, mereka akan mati pastinya. Tapi kamu adalah... seorang Yashura!

“Di masa lalu, rasa sakit seperti ini adalah hal biasa untuk prajurit Yashura! Di mana semangatmu, anak muda?!

“Kamu akan menelannya. Dengan begini, hanya ada dua pilihan di depanmu. Yang pertama mati menolak takdirmu. Dan yang kedua, bangkit kembali menjadi Spirit Conductor! Pilihlah, wahai Shira Yashura!”

Shira tak berkata apa-apa. Masih gemetar menahan rasa sakit yang hendak merobek-robek jiwanya.

Tepat pada saat itu juga, suara yang terdengar sangat tak asing menggema di alam bawah sadar Shira. Ia mendongak, wajah Arwah Baik Hati terbayang di benaknya.

“Shira Yashura! Aku, Gyl von Tiramikal, meminjamkanmu senjata tertajam yang telah kuasah sepanjang hidupku, ‘DEADLY STRIKE’!!! Semoga kau bisa menembus semua rintangan dengan senjataku ini!”

Cahaya biru di dunia luar langsung menerobos masuk. Shira sebenarnya tak terlalu berharap Arwah Baik Hati akan menolongnya dari tekanan suara tua ini. Tetapi tak pernah terlintas di benaknya, Arwah Baik Hati ternyata malah membawa tekanan itu menjadi lebih kuat berkali-kali lipat lagi! Memberikan Shira rasa sakit yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.

“AAAAAAARRKKKHHHHHH!!!!”

Mata Shira hampir menjadi merah darah ketika ia raungan perihnya menggetarkan jiwa-jiwa yang ada di dalam gerbang berkabut ungu.

***

<<PREVIOUS CHAPTERNEXT CHAPTER>>