Spirit Conductor: Book 2, Chapter 31



Chapter 31 - Para Pendatang

Matahari pagi muncul di Desa Badril dengan tenang.

Tapi baru saja pagi-pagi sekali warga desa sudah menyebarkan gosip.

“Hei, hei, apa kalian sudah dengar? Senior dari Keluarga Malikh baru saja pulang, ternyata dia Sepuh dari fraksi desa tingkat satu!”

“Ah, yang bener? Kalau memang begitu harusnya kita tau.”

“Beneran. Memang dulu ada perempuan dari Keluarga Malikh yang pergi untuk menjadi pendeta di kuil apalah itu. Katanya juga pas sudah jadi Sepuh, dia bantu keponakannya untuk bisa masuk kuil, dan keponakannya itu ternyata Kakek Kilin Malikh!”

“Kilin Malikh? Dewan Besar Keluarga Malikh paling senior?”

“Katanya lagi... senior itu ternyata kelas Mage Tier 3!!!”

“Ah gila! Tier 3?! Berarti level-nya di atas 70! Yang bener Tong?!”

Orang-orang yang mendengar gosip ini setengah percaya tentang kabar tersebut. Di pasar Desa Badril, banyak yang membicarakan hal ini. Terutama anggota Keluarga Malikh yang dengan sombongnya pamer tentang reputasi Nenek Sari.

“Eh, kalau beneran ada Mage Tier 3 di Keluarga Malikh, nasib Blackwood bagaimana?!”

“Itu dia. Aku denger-denger, Blackwood ada main belakang dengan para sepuh Keluarga Malikh. Katanya juga Kepala Keluarga Malikh diracun!”

“Gila, gila! Habis sudah Blackwood kalau beneran Mage Tier 70 ada di Keluarga Malikh.”

Saat ini, seorang pria berwajah kasar dan janggut tebal ikut masuk dalam lingkar gosip itu.

“Hei, hei, sudah denger kabar baru lagi? Subuh tadi Raja Gorila yang kemarin-kemarin ngamuk sudah dihajar habis-habisan!”

“Siapa yang hajar? Bukannya ada peraturan desa dengan Raja Hutan?”

“Raja Hutan diam saja ngeliat tingkah Raja Gorila. Buat apa harus sopan coba?”

“Bener juga. Terus, siapa yang hajar Raja Gorila?”

“Kalian gak denger kabarnya ada sosok yang lompat-lompatan di gunung malam hari? Sosok itulah yang hajar Raja Gorila sampai babak belur!”

“Sosok apaan?”

“Akh! Adikku malem-malem lihat ada monyet gesit yang lompat dari pohon ke pohon!”

“Monyet? Gelap-gelapan lompat dari pohon ke pohon?”

“Kata adikku saking lincahnya si monyet dia gak bisa ngelihat jelas muka monyet itu!”

“Apa dia monster elite?”

“Harusnya monster elite. Karena monyet itu habis hajar si Raja Gorila, dia juga menyebut namanya! Namanya Kakek Lharu, dan katanya si Raja Gorila sudah buat cucu buyutnya menderita, makanya dikasih pelajaran itu si Raja Gorila.”

“Wah, wah! Hebatlah. Ternyata masih ada lagi monster elite yang ganas. Tapi kok aneh, ya? Selama ini perasaan gak ada monster elite monyet yang namanya Kakek Lharu.”

“Mungkin aja monyet itu baru pensiun dari posisi raja di hutan lain. Pindah ke sini jadi monyet-monyetan, hahaha—”

*BAAANG!!!*

Orang yang tertawa itu, tiba-tiba terlempar sepuluh meter ke udara. Tubuhnya mendarat di sebuah stan penjual buah-buahan. Langsung terbaring tak sadarkan diri.

“Siapa yang kamu bilang monyet-monyetan?!” tiba-tiba saja, muncul seorang kakek kurus dengan wajah keras dan mata yang sudah memerah ganas. Semua orang yang melihat kakek ini telah menendang penggosip tadi, langsung mundur memberi jarak karena ketakutan.

“Kakek sialan? Siapa kamu? Berani-beraninya berbuat seenaknya di pasar ini. Gak tau apa, orang yang kamu hajar ini—”

Seorang yang mencoba protes langsung dipelototi oleh Kakek Lharu. Membuatnya langsung diam menciut.

“Berani teriak-teriak di depan Kakek Lharu ini? Afha-afhaan enthe?!”

*BAAANG!!!*

Orang itu juga tak selamat dari tendangan Kakek Lharu. Tubuhnya melayang dan membentur tembok, langsung saja tembok itu hancur dan orang itu menghilang di balik layar.

Semua orang di pasar itu menjadi diam. Siapa kakek gila ini? Tanpa basa-basi menghajar dua orang di pasar yang dilindungi oleh banyak keluarga di Desa Badril.

Gilanya, salah satu dari mereka adalah adik ipar dari Kepala Desa Badril!

Tapi Kakek Lharu tak peduli. Mereka bukanlah cucu-cucunya yang memiliki darah Yashura. Buat apa ia berbaik hati ketika namanya disederajatkan dengan monyet?

Dengan santainya, Kakek Lharu membalikkan tubuhnya dan berjalan ke sebuah toko seperti tak terjadi apa-apa sebelumnya.

“Kakek... maaf kakek... tapi toko kami belum buka,” kata penjaga toko ketakutan. Ia khawatir kakek itu akan membawa masalah ke tokonya.

Toko itu adalah toko khusus yang menjual materi untuk Rune Master. Jumlah Rune Master tak begitu banyak di desa ini, mayoritas bahkan hanya amatiran, jadi toko itu sangatlah kecil. Hanya empat kali empat meter persegi, dengan sedikit barang pajangan yang dijual.

“Aku ingin membeli tinta untuk menulis rune, yang terbaik yang kalian punya,” kata Kakek lharu santai, tak peduli dengan ucapan penjaga toko itu.

“Cuma ini yang ada di toko kami, kek,” kata si penjaga toko.

Kakek Lharu, yang melihat materi-materi berkualitas rendah yang ditawarkan, hanya bisa mencibirkan bibirnya.

“Afha-afhaan ini? Barang afhaan ini? Gak malu jualan barang begini afha?”

“Ampun kek, yang ada cuma ini, kek. Rune Master di desa ini cuma level rendah semua. Masih belajaran!”

“Terus kalau aku pengen beli materi yang bagusan bisa dapet dari mana?”

“Gak ada lagi yang jualan lebih bagus dari ini, kek. Kalau mau cari, cuma ada di luar desa. Desa tingkat ke dua kualitasnya standar ke atas semua ada.”

“Nak, aku butuhnya hari ini juga. Harga diriku dipertaruhkan. Tolong bantulah kakek ini.”

Kakek Lharu menaruh tangannya di pundak penjaga toko itu dan menatap matanya seperti sudah akrab sekali. Si penjaga toko hanya tersenyum canggung.

“Kakek, kami gak menjual materi Rune Master berkualitas tinggi. Tapi kalau kakek beruntung, kakek bisa mendapatkannya dari Kepala Desa Badril.”

“Kepala Desa Badril?”

“Kepala desa sering menyimpan materi-materi berkualitas tinggi, jaga-jaga bila kedatangan tamu seorang Rune Master hebat. Sepuluh tahun belakangan ini, kami sudah beberapa kali kedatangan tamu seperti itu. Mereka selalu dijamu baik oleh kepala desa, dan diberikan banyak hadiah hanya untuk bisa menjalin hubungan baik dengan mereka.”

“Hmmm,” Kakek Lharu menimbang dalam hatinya. Ia melihat penjaga toko itu sambil tersenyum.

“Infoh bagus, bagus bagus!” katanya sambil memberikan si penjaga toko empat keping emas, kemudian pergi dari situ.

Si penjaga toko menghela napas panjang. Beruntung tak ada masalah yang terjadi di tokonya. Kemudian ia mengambil empat keping emas pemberian Kakek Lharu.

Namun ia langsung memicingkan matanya ketika melihat uang-uang itu.

“Keping emas ini... kok cetakannya agak asing ya?”

***

Belum saja siang menjelang, Desa Badril menjadi heboh.

Pasalnya, rombongan kereta kuda berhiaskan logam emas bertubi-tubi memasuki gerbang Desa Badril.

“Kereta kuda kerajaan! Kereta kuda East Tiramikal Kingdom!”

“Buat apa anggota kerajaan datang kemari?”

“Apa kamu gak ingat? Empat-lima hari yang lalu, cahaya aneh muncul di gunung desa kita? Mereka pasti datang karena itu!”

Dari salah satu kereta yang nampak dijaga ketat oleh kereta lainnya dan juga pasukan kerajaan, turun seorang pemuda yang memiliki paras seperti wanita. Kulitnya putih dan gerakannya gemulai sekali.

Orang-orang yang melihat ini langsung menjadi canggung. Terutama pemuda-pemuda desa, mereka langsung kabur melihat pemuda cantik ini.

“Pangeran Edicha, seratus dua puluh persen persis seperti rumornya.”

“Beneran dia suka nyulik cowok, bro?”

“Kata orang-orang sih gitu bro.”

“Selamatkan diri kalian!”

Saat ini, ada seorang pemuda yang malang yang tak menyadari kedatangan Pangeran Edicha. Ia sedang membawa ranjang penuh berisi buah-buahan.

Satu buah jatuh dari ranjangnya. Ia membungkuk untuk mengambilnya. Tapi saat tangannya hampir meraih buah itu, sebuah tangan putih pun juga ingin mengambil buah tersebut.

Karena itu, tangan mereka saling bersentuhan.

Refleks, pemuda buah itu mendongak, melihat seorang pemuda cantik yang tengah tersipu malu menatap ke arahnya.

*kedip* *kedip*

Pemuda buah itu menarik napas dalam-dalam, sontak menarik tangannya kuat-kuat karena saking terkejutnya. Tapi malangnya, tangan putih kurus gemulai itu sudah berubah menjadi cengkeraman naga!

“Mau kemana mas ganteng?”

Pemuda buah itu gemetaran, keringat muncul di keningnya. Tangannya merasa nyeri karena cengkeraman pemuda cantik itu sangat kuat sekali.

Ia menoleh ke sana kemari dalam paniknya. Semua orang yang ditatapnya langsung kabur karena tak ingin terlibat dalam masalah ini.

Kemudian ia melihat orang yang tak asing di kejauhan. Langsung saja di dadanya terpancar sinar harapan.

“Bos Bony! Tolong aku! Tolong aku!” teriaknya kepada orang itu.

Bony, orang yang dipanggil, langsung terkejut bukan main. Pangeran Edicha menoleh ke arahnya, langsung saja ia membuang muka dan berjalan seperti tak melihat apa-apa.

“Bos Bony...” pemuda buah ini adalah anak buah Bony, salah satu yang mengikuti Shira ke gunung waktu itu. Saat melihat Bony bersikap seperti itu, harapan satu-satunya menghilang begitu saja.

“Mas ganteng, apa mas suka dengan buah-buahan? Aku juga suka banged. Idih, kok kita sama yach? Cocok dech. Ayuh kita ngobrol lagi. Dalem kereta kudaku sepi loch, gak ada yang gangguin.”

*kedip* *kedip*

Pemuda buah itu tak bisa melawan. Ia hanya bisa mengangis dalam hati ketika di bawa Pangeran Edicha masuk ke dalam kereta kuda. Semua orang yang melihat ini hanya bisa berduka cita.

Dua jam kemudian, muncul pula rombongan kereta kuda yang berbeda. Kali ini dari kerajaan lain. Kepala Desa Badril kewalahan menyambut mereka.

Utusan kerajaan lain juga ikut muncul satu per satu. Hingga sampai sore menjelang, sudah ada tujuh kerajaan yang berkumpul di Desa Badril.

Saat ini, langit sudah memerah di angkasa. Sebuah balon terbang raksasa terbang mendekat ke arah Desa Badril.

“Balon terbang itu...”

“Lihat simbolnya! Lihat simbolnya!!!”

“Tatalghia Kingdom! Kerajaan paling besar di Benua Tiramikal! Mereka datang juga?!”

Warga desa yang melihat para utusan kerajaan sudah sangat terkejut dengan kedatangan mereka. Namun ketika melihat balon terbang ini, mereka masih terkejut setengah mati.

Tak jauh dari balon terbang itu, seekor elang raksasa menyusul dari belakang.

Tiga wanita ada di atas elang raksasa itu. Satu sudah paruh baya, dan dua masih muda belum berusia tiga puluh.

“Kak Ryntia, seberapa lama lagi kita akan sampai di desa kampung halaman Kak Ryntia?” tanya seorang wanita muda di atas elang itu.

“Sebentar lagi,” kata wanita muda yang lain sambil tersenyum.

“Desa Kak Ryntia... bukan desa tingkat tiga, kan?” tanya wanita muda itu ragu-ragu. Ia adalah anak keturunan bangsawan dari desa tingkat satu. Ketika datang ke tempat kumuh ini, otomatis dirinya tak merasa nyaman.

“Nama desanya adalah Desa Badril,” Ryntia tak ingin menjawab lebih detail lagi.

“Kak Ryntia adalah wanita hebat. Bahkan di masa depan, akan menjadi penerus Sect Master. Aku tau asal-usul kakak selalu dirahasiakan oleh sekte kita. Tapi kalau berasal dari tempat seperti ini...”

Wanita bangsawan muda itu tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia hanya tak bisa menyangka sebelumnya bahwa wanita muda nomor satu sektenya adalah gadis dari desa tingkat ketiga di masa lalu.

“Erin, seharusnya kamu gak banyak bertanya. Ryntia memiliki hubungan darah dengan leluhur sekte kita. Bagiamana pun status keluarganya, dia tetap menjadi prioritas Purple Garden Sect,” kata wanita paruh baya yang duduk di depan.

Ia adalah Sect Master dari Purple Garden Sect, datang ke sini tidak memiliki motif seperti yang lainnya. Melainkan, untuk bertemu dengan seorang arwah yang tengah tinggal di kediaman Keluarga Yashura.

***

<<PREVIOUS CHAPTERNEXT CHAPTER>>