Spirit Conductor: Book 2, Chapter 33



Chapter 33 - Kakek Lharu Menyembuhkan Shira

Tilang Yashura, nenek tua di Keluarga Yashura.

Sudah mengabdi kepada Keluarga Yashura selama puluhan tahun. Kini menjadi Dewan Besar Keluarga, memiliki jabatan tinggi di keluarga, namun tetap saja ia adalah seorang Alchemist.

Sekarang, di sebuah ruangan berterangkan api lilin, ia tengah menumbuk berbagai macam tanaman herbal.

Mila Yashura tengah meniup-niup api kayu bakar agar suhu membakar kuali tetap terjaga. Kuali tersebut berdiameter dua meter. Shira Yashura tengah berendam di air panas kuali sambil bertelanjang dada.

“Dengan herbal ini, Shira akan segera sembuh dalam waktu dua sampai tiga minggu,” kata Nenek Tilang Yashura sambil menumpahkan tumbukan herbal ke dalam air kuali tempat Shira berendam.

Cepat saja aroma khas terapi menyerbak dari dalam kuali tersebut. Membaur dengan bau asap yang keluar melalui cerobong asap. Shira menutup matanya dalam perasaan lega. Rasa pegal dan nyeri karena patah tulang sedikit mati rasa. Panas air dan tanaman herbal yang memberikan sensasi dingin menggigil membuat kulitnya merasa sejuk yang menyenangkan.

“Bagaimana Dik Shira airnya?” tanya Mila sambil tersenyum.

“Agak nyaman dikit, haha.”

*Baam!*

Pintu ruangan itu tiba-tiba saja ditendang terbuka. Seorang kakek tua tengah berdiri di situ dengan mata melotot tak puas.

“Aku dengar bakal ada duel antara Shira dan bocah Blackwood sebentar lagi?!” tanya Kakek Lharu kepada Tilang Yashura.

Tilang Yashura mengangguk. “Tapi kondisi Shira belum bisa pulih sebelum waktu yang ditentukan,” cepat-cepat ia menjawab setelahnya.

“Kenapa gak ada yang kasih tau aku sejak awal?!” urat Kakek Lharu timbul di leher ketika ia bertanya demikian.

“Karena...” Tilang Yashura tak tahu harus menjawab bagaimana. Kepala keluarganya, Shuro Yashura, sudah memintanya secara pribadi untuk mengurus Shira. Bahkan ia memberi peringatan untuk berhati-hati bila Kakek Lharu ikut campur.

Karena Shuro sudah mendapat keluhan dari Kepala Desa, ia menjadi waspada terhadap ulah kakeknya ini. Baru saja Kakek Lharu membuat keributan di pasar dan menghajar adik ipar Kepala Desa Badril, ia langsung mencuri materi-materi Rune Master dari Balai Desa di hari yang sama.

Tadi sore Kepala Desa datang dan meminta Shuro Yashura banyak uang sebagai kompensasi. Ia bahkan meminta maaf sampai membungkuk-bungkukkan badannya, hal yang sangat tabu dilakukan oleh pejabat sebuah keluarga bergengsi di desa itu seperti Keluarga Yashura.

Kakek Lharu baru berada di sini selama satu hari, tapi ia sudah membuat Keluarga Yashura menjadi gosip hangat serta pula lelucon di Desa Badril. Hal itu membuat Shuro malu bukan main.

“Kamu mending minggat. Biar aku yang urus Shira,” kata Kakek Lharu percaya diri.

Tilang Yashura tak tahu harus berbuat apa. Jadi ia segera mempersilahkan diri dan diam-diam bergegas untuk melapor ke Shuro Yashura.

“Kek Lharu, apa yang akan kakek lakukan?” tanya Mila ketika Kakek Lharu menyuruhnya mengeluarkan Shira dari kuali.

“Kalian gak tau, tapi selain Pendekar Pedang Kidal dan Rune Grand Master, aku juga dikenal sebagai... tukang pijat nomor satu di Benua Tiramikal!” Kakek Lharu mengumumkannya dengan semangat, air liurnya langsung menyembur hampir mengenai Shira dan Mila.

Swordsman nomor satu? Rune Master nomor satu? Juga tukang pijat nomor satu?

Siapa lagi yang bisa mendapatkan tiga gelar nomor satu sekaligus selain Kakek Lharu?

Di tempat lain, Shuro Yashura tengah menjamu tamu yang sangat penting. Tamu ini, adalah anggota kerajaan yang memiliki posisi sangat tinggi di istana. Bahkan Jhuro tak berani salah bicara di depan tamunya ini.

“Sangat disayangkan sekali kalau saat ini gak ada penginapan yang cocok dengan Anda,” kata Shuro dengan nada sopan dan sangat hati-hati. “Tapi Anda gak perlu khawatir. Keluarga Yashura sangat merasa terhormat sekali untuk menjadi tuan rumah untuk Anda dan pengawal Anda. Kami juga akan berusaha sebisa mungkin untuk menjamu dan memuaskan Anda.”

Mendengar ucapan Shuro, tamu itu mengangguk dan berkata:

“Okye mas. Tapi kaluh serius muasin aku, tolong bawain akuh mas-mas ganteng dong ach!” katanya dengan nada genit dan melambaikan tangannya gemulai.

Pikiran Shuro gemetar. Berhadapan dengan lelaki muda jadi-jadian ini, kekuatan mentalnya harus berusaha ekstra.

“Pangeran Edicha bisa saja bercandanya, haha!” ia mengeluarkan tawa yang terkesan terpaksa, mencoba untuk kabur dari situasi.

Tapi Pangeran Edicha mendengus pelan, sambil berkata, “idih, siapa juga yang bercyandah?”

Shuro berhenti tertawa, tergantikan oleh senyum masam yang nampak canggung di wajahnya.

*Toktoktoktoktoktoktok!!!*

“Kepala Keluarga!!!”

Suara seorang nenek tua terdengar panik dari luar ruangan. Cepat saja Shuro berdiri dan memberikan Pangeran Edicha tatapan meminta maaf. Ia langsung menuju pintu, membukanya sedikit, dan berbisik, “Nenek Tilang, ada apa?”

“Kepala Keluarga, Kakek Lharu!”

“Ada apa dengan Kakek Lharu!”

“Dia mau mencoba sembuhin—”

“AAAAAAAAAAAAAARKKHH!!!”

Belum sempat Nenek Tilang menyelesaikan laporannya, teriakan Shira dikejauhan sudah terdengar sampai ke ruangan itu.

“Waw!” Pangeran Edicha mengangkat alisnya dan menatap ke arah teriakan dengan mata berkilat-kilat.

“Apa yang terjadi?!” wajah Shuro gemetar hebat, ia langsung berlari ke arah tempat kerja Nenek Tilang.

Shuro bahkan lupa untuk bersikap sopan dengan meminta izin pergi kepada tamunya. Oleh karena itu, Nenek Tilang Yashura lah yang menggantikannya membungkuk meminta maaf.

“Gak apah-apah, cyin. Ada masyalah penting, kan? Cepet urus canah. Hus, hus. Akuh mau jalan-jalan duluh gak apah-apah kyan?”

Pangeran Edicha bangkit sambil mengipas-ipas dengan kipasan berbulu putihnya. Kemudian berjalan meliuk-liukkan pinggangnya ke luar ruangan.

Sedang di ruangan tempat Tilang Yashura meracik ramuannya, suasana menjadi tegang.

“Water Flowing Pijat Technique: Pijatan Seribu Titik!”

Tangan Kakek Lharu bergerak membentuk bayang-bayang karena saking cepatnya. Ia menusuk punggung dan tempat tulang Shira yang patah dan retak dengan tekukan dua jemarinya.

*Krak! Krak krak krak krak krak krak krak krak krak krak...*

Suara tulang Shira pun berbunyi dan bersatu bersamaan dengan teriakannya yang kesakitan.

“AAAAAAAAAAAARRKKH!!!”

Shira tak bisa menahan rasa sakitnya. Ini seperti saat ia mematahkan tulangnya lagi setelah dilempar oleh Raja Gorila. Hanya saja, ia tak langsung pingsan saat ini. Kakek Lharu memaksakannya untuk merasakan rasa sakit itu lagi dan lagi.

“Water Flowing Pijat Technique: Pelintiran Dewa!”

*KRAAAAKKKK!*

Tulang Shira yang bengkok atau retak, semua dipaksakan kembali ke bentuk semula oleh Kakek Lharu.

“WWUAAAAAAAAAARGGGHHHH!!!”

Mila terkejut ketika melihat wajah Shira sudah memerah dan matanya berair karena menahan rasa sakit. Ia tak pernah melihat Shira seperti ini sebelumnya.

“Dan yang terakhir...” wajah Kakek Lharu serius, matanya melotot sembari urat nadi timbul di kulit kening dan lehernya yang kering. “Adalah membuka kembali aliran mana yang tersumbat, sekaligus memperlancar peredaran darah serta melegakan dan mencegah rasa nyeri otot dan asam urat.”

Kakek Lharu mengambil ancang-ancang, melompat ke udara, dan mengambang pelan seperti kertas di atas tubuh Shira yang terbaring telungkup.

“Water Flowing Pijat Technique... Menginjak Punggung dengan Kaki Gunung!!!”

*DOOOONNNGGG!*

Punggung Shira dihantam oleh kaki Kakek Lharu. Kali ini, tulang Shira tak berbunyi, bahkan Shira pun tak berteriak. Sebuah energi lembut menyeruak dari hantaman kaki tersebut, bersamaan dengan energi negatif yang terasa hangat keluar dari tubuh Shira.

*BAANG!*

Pintu ruangan sontak ditendang terbuka. Shuro Yashura dan Nenek Tilang berada di mulut pintu. Tapi saat mereka sampai di situ, semuanya sudah terlambat.

Mereka melihat, Kakek Lharu tengah berdiri di atas punggung Shira dengan satu kaki. Ia memejamkan matanya, diam tak bergeming, sambil mengambil sikap tangan bersemadi.

Shuro menarik napasnya dalam-dalam. Sudah... terlambat sudah. Shira yang terbaring di bawah kaki Kakek Lharu, sudah tak sadarkan diri.

“Kakek Lharu...” panggil Shuro dengan nada gemetar.

Kakek Lharu membuka matanya, dan mengeluarkan suara “hup” saat melompat turun dari punggung Shira.

“Anak ini gak apa-apa. Besok sehabis tidur, dia sudah bisa berjalan. Selain itu, berlari, melompat, bahkan guling-guling di tanah pun gak akan menjadi masalah!” kata Kakek Lharu, bangga dengan hasil kerja kerasnya, lalu menganjakkan kaki begitu saja dari ruangan itu.

***

<<PREVIOUS CHAPTERNEXT CHAPTER>>