Spirit Conductor: Book 2, Chapter 34



Chapter 34 - Vampir

Pangeran Edicha berjalan di tirai kegelapan malam.

Ia mendongak, melihat bulan di langit, matanya berkilat-kilat.

Di dalam tubuhnya ia merasa darahnya membuih-buih. Sebuah panggilan tak terelakkan menggempur-gempur benaknya. Taringnya memanjang, matanya memerah. Ia tak berkutik melawan nalurinya.

“Saatnya... berburu mas-mas ganteng.”

*POOFFF*

Tiba-tiba saja asap menggumpal muncul menyelubungi tubuhnya yang langsung menghilang. Rupanya ia berubah wujud menjadi kelelawar kecil berwarna hitam, dengan mata merah pekat, menyala dalam gelap malam.

Ia pun terbang memasuki gelap yang lebih pekat. Setelah itu, sosok kelelawar itu menghilang. Tak ada yang tahu saat ini, Desa Badril akan segera gempar oleh serangan vampir.

***

Di tempat lain di dekat kediaman Keluarga Yashura, seorang kakek tua juga tengah menatap bulan seorang diri.

Ia baru saja tiba di sini, memanjat pohon dan duduk di cabangnya. Ratapan wajahnya melankolis. Terlihat sedih, namun tak sedih. Terlihat rindu, namun tak juga rindu. Tak ada yang mengerti pikirannya sekarang, bahkan dirinya sendiri tak terkecuali.

“Ngapain kamu di sini?” tanya sebuah suara dari bawah pohon.

“Aku lagi... bingung,” kata Kakek Lharu, ketika menoleh ke bawah, melihat arwah Gyl mengambang.

“Bingung tentang apaan?”

“Aku bingung tentang apa yang aku bingungin,” kata Kakek Lharu pasrah.

Gyl terdiam sejenak. Ia tak peduli dengan suasana hati Kakek Lharu yang tiba-tiba menjadi galau tanpa sebab. Ia datang ke sini hanya untuk menagih sesuatu.

“Gongku apa sudah beres?” tanya Gyl.

Kakek Lharu tak berkata apa-apa. Ia memasukkan tangannya ke dalam mystic bag-nya, langsung melempar gong hitam ke tanah.

“Rune-rune-nya kayaknya sudah beres,” komentar Gyl agak ragu ketika merasakan sesuatu yang berbeda dari gong tersebut, tapi juga merasakan sesuatu yang tak asing.

“Aku gak menghapus semua rune-nya. Aku menggunakan materi rendahan. Kalau aku menghapus semua rune dan memulai dari awal menulisnya dengan materi seperti itu, maka fungsi sebenarnya dari gong ini gak bakal bisa seperti sebelumnya. Jadi aku memodifikasi rune yang sudah ada. Seharusnya gong ini bekerja seperti semula, tapi usianya hanya sekitar sebulan. Setelah itu akan menjadi gong biasa,” kata Kakek Lharu menjelaskan. Tak seperti biasanya, nada kakek itu terdengar tak bersemangat.

Gyl mengangguk. “Gak apa-apa. Sebulan sudah cukup bagiku.”

Kakek Lharu diam lagi. Ia melihat bulan seperti ingin menggenggam dengan jemarinya.

“Hoi, sebenarnya kamu orangnya berbakat. Mau ikutan organisasiku?” tanya Gyl.

“Organisasi apaan? Aku sudah tua. Malesan ikut-ikutan yang kayak gitu.”

“Kamu pasti tau. Sudah ribuan tahun jadi musuh Moon Temple-mu, hehe. Kamu sudah pensiun kan. Ayolah, nanti kalau aku yang rekomendasikan nanti lumayan tinggi lah posisimu pas pertama kali masuk.”

“Heh, sekarang baru sadar kamu kalau aku ini orangnya super bertalenta. Nama organisasimu apaan?”

“Organisasi yang itu. Masa gak tau?”

“Yang mana?”

“Yang ‘itu’,” kata Gyl ambigu.

“Yang itu? Yang itu yang mana?”

“Yang dulunya nampung cucumu.”

“Cucuku yang mana?”

“Jhuro Yashura.”

Kakek Lharu terdiam mendengar cucunya yang itu disebut.

“Jadi... kamu anggota organisasi ‘itu’,” kata Kakek Lharu mendesahkan napas panjang.

“Aku sudah bukan anggota lagi semenjak mati. Tapi dulunya aku pemimpin, hehe. Jadi aku masih punya koneksi. Gimana, minat?”

Kakek Lharu menggeleng-geleng. “Sudah kubilang aku sudah tua. Hal idealis atau mencari musuh bukan lagi untukku.”

“Sayang sekali. Banyak orang yang ingin merekrut Pendeta Tinggi Moon Temple kalau dia benar-benar pensiun,” kata Gyl mengusap-usap keningnya.

“Pendeta Tinggi benar-benar pensiun dan ingin liburan bersama keluarganya,” kata Kakek Lharu.

“Ya sudah kalau begitu. Kalau butuh apa-apa, kamu bisa panggil aku. Namaku Arwah Baik Hati. Selain itu, kalau kamu berubah pikiran dan ingin bergabung organisasi ‘itu’, kamu bisa menghubungi orang ‘itu’.”

“Orang itu? Siapa?”

“Orang ‘itu’. Masa gak tau?”

“Gak tau beneran. Yang ‘itu’ yang mana?”

“Kamu-tahu-siapa.”

“Mana-aku-tahu-dasar-enthe-kambing!”

“Aku gak berani sebutin namanya. Ntar dia datang.”

“Kalau begitu mana bisa aku tau,” kata Kakek Lharu sambil air liurnya menyembur.

“Dia sekarang ada di Keluarga Yashura. Eh, tapi tadi aku merasakan auranya keluar pergi. Barangkali sekarang dia sedang cari mangsa.”

“Hmm? Cari mangsa? Kira-kira siapa ya?”

Tiba-tiba, seekor kelelawar muncul dari tempat gelap.

*POOFF*

Kelelawar itu berubah menjadi seorang pemuda cantik dengan berdandankan bedak yang sangat tebal. Pinggang dan pantatnya meliak-liuk saat ia berjalan.

“Mas boy! Tadi sore dicariin kemana ternyata adya di chini. Ich, ada kakeknya Mas Jhuju jugaa~”

Melihat pemuda jadi-jadian ini, Kakek Lharu menarik napas-napas dan sontak berdiri di atas cabang pohon tempatnya duduk. Sambil menunjuk Pangeran Edicha, ia berseru:

“SYAITON!!!”

“Ich, jaatnya! Kasar cekali ama cewek si kak—eh?”

Saat ini, Pangeran Edicha menyadari arwah Gyl sudah kabur di tempat itu.

“Mas boy? Pergi kemana lagi? Ich, dicariin malah kabyur terus!”

*POOFFF*

Ia pun berubah menjadi kelelawar lagi dan terbang menuju gelap malam. Lagi.

***

<<PREVIOUS CHAPTERNEXT CHAPTER>>