Spirit Conductor: Book 2, Chapter 37



Chapter 37 - Afinitas Elemen Kabut Ungu

“Lalu apa kamu adalah... Laut?”

Shira merasakan perasaan yang tak asing dari suara ini. Ia juga merasakan hal yang sama ketika pertama kali ia kembali dari laut. Mengingatkannya pada Kesadaran Laut yang menemaninya selama puluhan tahun.

“Bukan. Memang benar aku berasal dari kabut ungu yang diberikan Kesadaran Laut pada Master. Tapi kesadaranku berbeda dengannya. Aku terlahir setelah afinitas elemen kabut ungu yang ada di tubuh Master dibangkitkan oleh seseorang.”

“Mengapa kamu menyebutku Master. Aku merasa agak aneh, kita baru pertama kali bertemu.”

“Tapi aku berasal dari afinitas elemen kabut ungu yang ada di dalam tubuh Master. Secara otomatis aku adalah milik Master.”

“Apa kamu yakin?”

“Ya. Aku hidup untuk melayani Master.”

Menimbang-nimbang sambil mengelus dagunya, Shira kemudian berkata.

“Aku gak pernah dengar apa-apa soal afinitas elemen kabut ungu. Apa itu? Kasih tau aku.”

“Makhluk fana gak mempunyai informasi tentang kabut ungu. Bahkan sebagian besar dewa langit gak tau apa-apa soal ini. Afinitas elemen kabut ungu adalah afinitas elemen yang berhubungan dengan ilusi, halusinasi, dan delusi. Lebih tepatnya berhubungan dengan konsep nyata dan tak nyata. Mirip seperti afinitas elemen chaos, kabut ungu memiliki sifat ofensif yang merusak keadaan psikologi musuh. Tapi bedanya, kabut ungu berurusan dengan mental korbannya ketimbang chaos yang mengacak-acak emosi dan semangat ruh mereka.”

“Wow. Misterius sekali.”

“Itu adalah potensi dasar purple mist elemental affinity. Kekuatan sebenarnya akan jauh lebih menakjubkan, dan hanya seorang Spirit Conductor lah yang mampu mengendalikannya.”

Saat mendengar gelar Spirit Conductor disebut, Shira mengerutkan dahinya.

“Spirit Conductor... ada yang bilang kalau menjadi Spirit Conductor aku harus menjadi pembunuh berdarah dingin. Memikirkannya saja membuatku merinding.”

Suara tawa kecil manis terdengar dari kesadaran kabut ungu.

“Siapa yang bilang begitu? Dia tentu gak tau banyak tentang Spirit Conductor. Memang betul dengan menjadi pembunuh berdarah dingin dan mengenyampingkan emosi akan membantu Master menjadi Spirit Conductor. Tapi itu bukanlah satu-satunya jalannya. Bahkan, hanya dengan mengandalkan hal itu gak bakal membawa Master sampai ke puncak perjalanan sebagai Spirit Conductor. Yang Master butuhkan adalah sebuah pencerahan.”

“Pencerahan seperti apa?”

“Aku khawatir kalau Master harus menemukan jawabannya sendiri.”

Setelah itu Shira menanyakan banyak hal kepada kabut ungu itu. Semakin banyak ia bertanya, semakin ia penasaran. Ia menyadari kalau kesadaran kabut ungu ini memiliki wawasan yang luas, seperti isi kepalanya terlahir dari pengalaman seorang petualang yang sudah menjelajahi banyak benua. Namun, tetap saja pengetahuannya terbatas. Misal, ia bisa memberikan Shira gambaran kasar tentang Spirit Conductor, tetapi tak bisa membantunya lebih jauh lagi.

“Jadi, Spirit Conductor adalah Shira Yashura lain yang berhasil mendapatkan kekuatan hebat di dunia paralel?” tanya Shira agak canggung ketika menyebut namanya sendiri sebagai orang lain.

“Apa Master sudah bertemu Penguasa Laut sebelumnya? Aku yakin dia adalah Shira Yashura dari garis waktu berbeda yang berhasil mencapai puncak dari Spirit Conductor dan menguasai hukum ruang dimensi,” kata Kesadaran Kabut Ungu menjelaskan.

“Penguasa Laut? Ah! Maksudmu, nelayan itu adalah... aku sendiri? Pantas saja dia malu-malu memperlihatkan wajahnya,” gumam Shira.

“Master, sekarang Master sudah menjadi Pemberontak, namun belum menjadi Spirit Conductor. Para dewa langit gak akan membiarkan Pemberontak bangkit lagi dan akan memburu Master nanti. Jika Master bisa mencapai kelas Spirit Conductor sebelum mereka datang, akan ada lebih banyak kesempatan untuk Master mempertahankan diri.”

Shira mengangguk. “Kakek tua sialan. Padahal saat ini aku masih pusing mempertahankan harga diri keluargaku dari ulah Blackwood. Sekarang dia menaruhku ke tepi jurang.”

“Dia punya alasan tersendiri,” kata Kabut Ungu, mengerti kalau kakek tua yang dimaksud Shira adalah Immortal Blood Knight.

“Kalau sudah terlanjur apa boleh buat. Aku sebenarnya gak masalah kalau diburu. Entah mengapa, setelah berada puluhan tahun di laut, aku merasa yakin gak bakal ada yang bisa menyentuhku bila aku menguasai ‘Water Flowing Style’.”

“Master benar sekali. Gyl von Tiramikal sewaktu hidup memanfaatkan skill ‘Water Flowing Style’ untuk melakukan siasat perang gerilya melawan pasukan langit.”

“Gyl von Tiramikal? Siapa itu?”

“Dia adalah arwah yang mengaku dirinya sebagai ‘Arwah Baik Hati’.”

“Oh, aku baru tau,” kata Shira sambil mengangguk-angguk.

“Apa Master sudah puas bertanya? Aku bisa membawa Master untuk bangun dari sini,” kata Kesadaran Kabut Ungu.

“Bentar. Aku masih penasaran. Kamu bilang aku tadi sudah menjadi Pemberontak. Jelaskan padaku apa yang sebenarnya terjadi.”

Kabut Ungu langsung menceritakan tentang pemberontak. Sejarah-sejarah manusia berperang dengan pasukan langit. Kemudian jatuhnya semangat memberontak, sampai titik di mana manusia menyerah dan menjadi bawahan langit.

Kemudian setelah itu, muncul individu-individu yang akan menjadi pahlawan untuk melawan tirani langit. Tapi kekuatan langit terlalu besar. Mereka tak akan bisa melakukan perlawanan yang berarti tanpa menyatukan kembali umat manusia.

Beberapa dari mereka bahkan dikhianati oleh kaum mereka sendiri seperti Gyl. Semenjak tiga belas ribu tahun yang lalu, Pemberontak tak pernah muncul lagi. Dunia mengira garis Pemberontak terakhir sudah dimusnahkan.

Sampai Gyl datang untuk mengembangkan potensi Shira...

“Apa sudah cukup? Kalau sudah cukup, aku akan mengirim Master kembali.”

“Belum, aku belum puas, bagaimana soal...”

Setelah itu Shira banyak bertanya kepada Kesadaran Kabut Ungu. Mulai dari yang penting sampai yang sepele. Tak lama kemudian, Kabut Ungu menyadari kalau ia diperlakukan sebagai perpustakaan pribadi oleh Shira.

Tapi ia dengan sabar menjawab semua pertanyaan pemuda itu. Walaupun usia mentalnya sudah puluhan tahun terjebak di laut, tetapi saja rasa penasaran Shira membuatnya terlihat seperti anak kecil.

Entah berapa pertanyaan sudah terjawab, sudah berapa waktu berlalu, Shira akhirnya terdiam.

“Master...”

Shira, yang semenjak tadi merenung dan merundukkan kepalanya, mendongakkan kepalanya menatap gerbang berkabut ungu.

“Kalau kamu terlahir dari afinitas elemen kabut ungu, seharusnya aku memanggilmu apa?’

“Kabut Ungu saja sudah cukup.”

“Kabut Ungu...”

Shira tersenyum, tapi Kabut Ungu merasa ganjil dari senyum itu.

“Master, apa ada yang mengganggu pikiranmu?”

“Gak ada. Aku sudah bosan. Bangunkan aku sekarang.”

“Oke.”

Setelah itu, kesadaran Shira memudar. Samar-samar ia merasakan terangkat kembali ke dunia nyata.

Di kamarnya, Shira membuka mata.

Ia masih mengantuk. Di hari-hari biasa, ia akan sangat malas dan tidur lebih lama lagi. Tapi hari ini tubuhnya terasa ringan. Luka dan patah tulang yang dideritanya sudah menghilang.

“Aku... sembuh?” tanya Shira. Ia menurunkan kakinya ke lantai, mencoba untuk berdiri.

Walaupun masih kaku, tapi tubuhnya mampu berdiri tegak. Tak ada rasa nyeri atau perih karena lukanya yang tersisa. Ia sudah benar-benar sembuh.

“Kakek Lharu... bukan kakek biasa,” kata Shira dalam hati merasa kagum terhadap teknik memijat tingkat dewa Kakek Lharu.

“Master, aku sudah mengatakan kan, sebelumnya kalau afinitas elemen kabut ungu di dalam tubuh Master dibangkitkan oleh seseorang, yang kemudian membuat kesadaranku lahir,” tiba-tiba saja suara Kabut Ungu terlintas di benaknya.

“Kabut Ungu, apa maksudmu?”

“Yang membangkitkanku adalah Kakek Lharu. Lebih tepatnya lagi, dia gak sengaja membangkitkanku saat menggunakan teknik memijatnya pada Master.”

“Kakek Lharu sehebat itu?” Shira menarik napas dalam-dalam karena saking tak percayanya.

“Ya. Dia adalah Pendeta Tinggi Moon Temple bukan tanpa alasan. Bahkan jika diukur dengan talentanya sendiri, sebenarnya dia berhak untuk menjadi setengah dewa dan naik ke langit!”

“Wuih, keren,” komentar Shira sambil mengangguk-angguk.

“Jadi sebenarnya, setelah aku lahir, aku bisa memberitahu tiga kesempatan untuk Master memperkuat diri dan menaikkan kesempatan untuk meraih kelas Spirit Conductor.”

"Tiga kesempatan?”

“Ya. Yang pertama, adalah Kakek Lharu. Adalah kesempatan luar biasa bagi Master untuk belajar banyak hal darinya.”

“Aku juga sudah punya rencana kayak gitu.”

“Lalu yang kedua, tentu saja Gyl. Dia sudah memperkenalkan Master tentang ‘Water Flowing Style’ yang sangat berharga bagi Spirit Conductor. Selain itu dia sudah membangkitkan benih Pemberontak pada jiwa Master. Dia juga sudah mewarisi ‘Deadly Strike’-nya. Barangkali dia punya hal lain yang akan menguntungkan Master. Jadi kusarankan Master lanjut berpura-pura gak tau tentang motivasinya mencuri tubuh Master supaya terus bisa menerima—”

“Hush! Jangan keras-keras, ntar orangnya tau,” potong Shira sambil berbisik.

“Apa yang salah? Bukannya Master sudah tau niat Gyl sejak awal?”

“Bukan itu masalahnya...”

“Kalau Master khawatir ada yang mendengar ucapan kita, jangan terlalu dipikirkan. Suaraku hanya terdengar di benak Master. Lagipula, Master gak perlu mengucapkan kata untuk membalasku. Cukup dipikirkan saja, aku bisa mendengarnya.”

Kemudian, Shira berkata dalam hati, “oh, jadi bisa begitu rupanya.”

“Tentu saja,” suara Kabut Ungu membalas di benaknya.

“Terus, kesempatan yang ketiga apaan?” tanya Shira dalam hatinya.

“Afinitas elemen kabut ungu Master masih lemah. Tapi jangan khawatir. Entah mengapa karena sangat beruntung Master sudah berada di dekat sumber daya untuk memperkuat kabut ungu Master.”

“Apa itu?”

“Arwah Singa Kabut Ungu yang sudah melemah ada di kediaman Keluarga Yashura,” kata Kabut Ungu. “Jika Master membiarkanku menyerap kabut ungu dari arwah itu, aku akan bertambah kuat. Setelah itu, afinitas elemen kabut ungu yang ada di tubuh Master akan setara dengan kekuatan Spirit Conductor pemula.”

“Oke,” Shira mengganti bajunya dan keluar ruangan. Hari masih pagi sekali. Tak ada yang melihatnya berjalan jadi ia bisa tenang pergi ke arah arwah singa yang dirasakan oleh Kabut Ungu.

Tak lama kemudian, ia sampai di kebun yang penuh dengan tanaman. Sebuah patung singa berlumut berdiri di situ.

“Tapi Master harus berhati-hati. Dalam ingatan Spirit Conductor lain, gak ada arwah singa satu pun di kediaman Yashura. Satu-satunya penjelasan adalah seseorang menaruhnya di dunia dan garis waktu ini.”

“Kurang kerjaan sekali orangnya,” komentar Shira.

“Tentu saja dia punya tujuan jelas. Menaruh arwah Singa Kabut Ungu selemah ini, seperti memberitahu kepada kita untuk menyerapnya dan bertambah kuat. Yang kutakutkan adalah, dia gak memberikan arwah ini secara gratis.”

“Bakal susah kalau aku berhutang ke orang yang gak kukenal.”

“Jangan khawatir, aku sudah tau siapa yang menaruh patung ini,” kata Kabut Ungu.

“Siapa?”

“Raja Gunung,” kata Kabut Ungu.

“Raja Gunung! Maksudmu, si gorila yang melemparku waktu itu?”

“Bukan Raja Gunung yang itu. Raja Gunung yang asli! Salah satu dari tiga Spirit Conductor yang berdiri di puncak. Bukannya saat di alam bawah sadar aku sudah bercerita panjang lebar soal ini?”

“Oh, iya. Kirain, hehe.”

“Master, apa keputusanmu? Apa aku harus menyerap arwah ini?”

Shira terdiam sejenak. Kemudian membuka mulutnya dan berkata, “apa gak kasian sama arwahnya kalau kamu serap?”

“Dia sudah gak punya kesadaran. Bisa dibilang, dia setengah mati. Yang tersisa hanya energi jiwanya yang terbentuk dari afinitas elemen kabut ungu Raja Gunung.”

“Oh, jadi begitu,” Shira mengangguk-angguk. “Okelah, serap saja. Dari pada mubazir.”

Dalam sekejap patung singa itu mengeluarkan cahaya ungu. Shira merasakan mana sphere-nya berputar kencang. Partikel-partikel kecil berwarna ungu yang sangat pekat membentuk gas kabut terserap masuk ke dalam tubuh Shira.

“Perasaan ini... seperti...”

“Selamat, Master! Sekarang Master sudah naik level!”

Shira menarik napasnya dalam-dalam. Mulai sekarang, ia bukan lagi Shira si level 3. Level-nya sudah naik menjadi level 8.

***

<<PREVIOUS CHAPTERNEXT CHAPTER>>