Spirit Conductor: Book 2, Chapter 39



Chapter 39 - Yulong

Setiap hari, untuk anak-anak Keluarga Yashura, akan disediakan sarapan saat mereka beristirahat di sela latihan.

Biasanya sarapan akan disiapkan oleh pelayan biasa. Tapi kali ini Yulong yang menyiapkannya secara pribadi.

Posisi Yulong, di Keluarga Yashura, adalah kepala pelayan, seorang ajudan yang mengurus segala sesuatu di Kediaman Yashura. Ia muncul lima belas tahun yang lalu. Keluarga Yashura tak ada yang mengenalnya, tapi tiba-tiba saja dia sudah menjadi kepala pelayan.

Tak ada yang tahu, selain Shuro Yashura, yang membuat Yulong mendapatkan posisi tersebut adalah Jhuro Yashura. Saat itu Shuro Yashura tak berpikir terlalu banyak. Ia mengira Yulong adalah kenalan Jhuro dan memberikan Yulong posisi kepala keluarga tanpa berpikir panjang.

Tapi ia tak tahu semenjak itu, orang yang paling dipercayai oleh Jhuro di Keluarga Yashura adalah Yulong.

Saat ini, Yulong tengah menyiapkan lauk makanan dan alat-alatnya di meja yang disediakan di lapangan. Tak sengaja, matanya melihat Kakek Lharu yang mengejar anak-anak.

Pada Keluarga Yashura, ia sangat sopan dan merendah layaknya seperti pelayan biasa. Tapi ketika melihat Kakek Lharu, matanya penuh dengan perasaan keakraban dan ragu-ragu.

Kakek Lharu yang napasnya yang tersengal-sengal, berhenti berlari karena kelelahan. Ia mengusap keringat di keningnya yang keriput.

“Aku sudah terlalu tua untuk ini,” katanya sambil mengipas-ipas bajunya yang longgar.

Ia pun membalikkan tubuhnya untuk mengambil air minum. Tak sengaja ia melihat Yulong yang tengah menatapnya. Ia terdiam, Yulong juga terdiam. Suasana menjadi canggung, karena semenjak Kakek Lharu pulang, dua orang ini bersikap seolah-olah seperti dua orang asing. Padahal dapat dilihat dari mata mereka yang saling ragu-ragu bahwa dua orang ini saling kenal.

Yulong membuang wajahnya, kembali sibuk menyiapkan sarapan. Sedang Kakek Lharu kembali dengan santainya ke meja yang disiapkan di lapangan itu untuk meminum segelas air.

“Ahhh! Capeknya! Capeknya!” kata Kakek Lharu usai meminum segelas air putih segar.

Yulong hanya diam. Ia melihat punggung Kakek Lharu yang hendak kembali ke lapangan, mendesahkan napas, kemudian memanggil namanya, “Lharu!”

Kakek Lharu menghentikan langkahnya. Berbalik menghadap Yulong.

“Apa maumu?”

Yulong diam sejenak. Melihat lekat-lekat ke wajah keriput Kakek Lharu. “Aku ingin bicara denganmu... tentang Jhuro!”

“Jhuro? Apa yang terjadi dengannya? Akhirnya dia sedang dalam bahaya?”

“Bukan saja dalam bahaya. Tapi ini gawat sekali!”

Kakek Lharu hanya mendengus. “Hmph! Apa sekarang dia membutuhkan bantuanku lagi?”

Jhuro adalah cucu Kakek Lharu. Walaupun mereka memiliki konflik, tetap saja dalam hatinya Kakek Lharu wajib melindungi generasi Yashura.

“Saat ini sekolah Hatim Malakas sedang mengirimkan beberapa personilnya ke sebuah padang pasir untuk menjalankan misi yang diberikan Tiramikal Merchant Guild. Aku mendapat surat dari Ozhimon beberapa waktu lalu kalau Jhuro sedang diburu Blackwood.”

“Terus kenapa? Bukannya sudah rutin Jhuro diburu seperti itu?” Kakek Lharu mencibir.

“Bukan itu masalah sebenarnya. Aku mendapatkan kabar bahwa Blackwood mengirimkan orang ‘itu’ untuk menghabisi Jhuro!” kata Yulong serius.

“Orang ‘itu’?” tanya Kakek Lharu tak kalah serius.

“Benar sekali!” wajah Yulong semakin menjadi serius.

Kakek Lharu terdiam dalam keseriusannya. “Orang itu... yang mana ya?”

“Orang ‘itu’! Lharu, apa kamu sudah lupa?!”

“Bukannya lupa. Bilang aja siapa namanya. Jangan sok misterius. Afha-afhaan enthe memangnya?” air liur menyembur dari mulut Kakek Lharu ketika berkata demikian.

“Orang yang kumaksud adalah... Nura Gilmour!”

“Nura Gilmour!” saat ini, barulah Kakek Lharu benar-benar serius menanggapi.

“Bukan hanya itu saja,” nada Yulong menjadi semakin genting. “Aku tau waktu itu kamu membeli informasi dari organisasi ‘itu’ tentang rahasia Keluarga Yashura yang ‘itu’. Tapi beberapa waktu lalu, informasi ‘itu’ akhirnya dibeli lagi oleh seseorang, yang ternyata pembelinya adalah orang ‘itu’!”

Mendengar ‘itu’, pikiran Kakek Lharu gemetaran.

“Afha-afhaan ini? Kambing! Baru aja aku pulang. Sudah ada kejadian seperti ini? Kambing! Kambing enthe semua!”

Kemudian, Kakek Lharu menatap gusar Yulong, lengkap dengan urat yan menyembul di kening dan lehernya yang keriput.

“Kalau enthe tau soal ‘itu’, kenapa gak ngomong dari awal?!” katanya dengan nada kasar.

“Soal Jhuro, aku sendiri sudah pasrah. Karena banyak orang-orang dari organisasi ‘itu’, sebenarnya, ingin sekali melihat Nura sukses membunuh Jhuro!”

“Mereka ingin melihat Nura mengendalikan mayat Jhuro!” Kakek Lharu berkata dengan nada tak percaya.

“Sebenarnya, yang paling kutakutkan adalah... Nura mengetahui rahasia tentang Tuan Muda Shira!”

Kakek Lharu terdiam, ia tahu ke mana arah perbincangan ini akan berlanjut.

“Nura mengetahui rahasia keturunan Keluarga Yashura. Itulah mengapa ia mengincar mayat Jhuro. Bagaimana jika dia, juga mengetahui kalau garis keturunan dari ibu Shira adalah—”

Yulong langsung memotong ucapannya. Karena melihat instruktur yang tadi tangannya dipotong Kakek Lharu mendekat ke arah mereka.

Pada saat itu, tiba-tiba saja Yulong dan Kakek Lharu bersikap seolah-olah menjadi dua orang asing. Yang tak pernah bercakap-cakap sebelumnya.

“Yulong, berikan aku jus buah dan sekantung cemilan,” kata instruktur tersebut.

Yulong pun bersikap seperti biasanya, pelayan Yashura. “Tuan Bhalu, cemilan yang mana yang tuan mau? Asin atau manis?” tanyanya sangat sopan sekali.

“Camilan asin saja,” kata si instruktur kemudian menerima kantung cemilan dan segelas jus buah.

Instruktur tersebut melihat ke arah Kakek Lharu. Semenjak tangannya disambungkan kembali oleh Shira, instruktur tersebut melihat Kakek Lharu dengan cahaya baru.

“Kakek Lharu,” sapanya hormat sekali. Seperti tengah melihat seorang pahlawan yang berdiri di puncak ketenaran.

Tapi Kakek Lharu hanya mengangguk kecil. Ia berjalan, sengaja melewati Yulong, kemudian berbisik kepadanya:

“Serahkan masalah Shira padaku!”

Dengan begitu ia berjalan keluar dari lapangan itu. Melihat punggungnya yang menjauh, ada perasaan lega mengisi hati Yulong.

***

<<PREVIOUS CHAPTERNEXT CHAPTER>>