Spirit Conductor: Book 2, Chapter 40



Chapter 40 - Kakek Badril

Di sebuah tempat di Desa Badril.

Tempat ini jauh dari pusat desa. Hanya ada satu gubuk jerami di sini. Tapi semua warga desa menganggapnya sebagai tempat istimewa dan keramat. Setiap kali mereka lewat atau berkunjung, mereka selalu bersikap hormat sekali.

Semua warga desa bergantian membawa makanan atau persembahan kepada si penghuni gubuk jerami. Dia hanyalah seorang kakek tua berambut putih dan janggut acak-acakan yang tak pernah tercukup.

Setiap hari, kakek itu duduk di depan kanvas. Ia melihat ke angkasa, melukis langit. Ia melihat anak-anak kecil, melukis vitalitas desa. Ia melihat gunung, melihat desa, dilukislah rumah untuknya.

Untuk setiap orang yang berkunjung, terkadang ia memberi mereka lukisannya yang sudah jadi. Kakek tua berambut putih ini menyukai orang-orang yang berkunjung, terutama petarung-petarung muda yang penuh semangat. Ia sangat suka mendengar cerita mereka berpetualang. Juga sangat suka berbagi cerita perjalanan hidup masa mudanya.

Kakek ini, ia sangat menyukai Desa Badril.

Setiap hari senyum tipis yang lembut terpancar di wajahnya. Orang-orang desa, selain menghormatinya, juga menyukai dan membutuhkan keberadaannya.

Karena semenjak entah kapan desa ini di bangun, kakek ini dan gubuk jeraminya sudah ada di sini. Melukis hari-harinya. Selain melukis, alasan mengapa ia sangat dibutuhkan warga Desa Badril, karena ia selalu memberi obat-obatan dan menyembuhkan petarung yang terluka secara cuma-cuma.

Baik mereka yang terluka setelah berpetualang di gunung dan hutan Desa Badril, atau mereka yang pulang bertugas dari luar desa, kakek ini akan menyembuhkan bagi siapa saja yang membutuhkan bantuannya.

Ramuannya sangat manjur. Bahkan puluhan tahun lalu Alchemist fraksi desa tingkat satu pernah berkunjung dan berkata ramuan kakek ini adalah yang terbaik yang pernah ia lihat. Sayangnya, ia tak menerima murid atau menjual ramuan dan resepnya. Ia hanya menghabiskan hari-harinya melukis, berbagi cerita dengan para petarung, dan membuat ramuan ketika ada yang terluka.

Karena itulah ia sangat dihormati dan disukai warga desa. Semua orang memanggilnya Kakek Badril. Itu karena ia tak pernah mengucapkan namanya, atau mendengar namanya, dan konon ceritanya ia sudah ada di desa ini semenjak Desa Badril pertama kali di bangun.

Saat ini, ada tiga orang berbaju mewah di depan gubuk jerami Kakek Badril. Salah seorangnya berambut pirang dan berbola mata biru, berwajah tampan. Sekilas ia adalah seorang pria muda awal akhir dua puluhan yang murah senyum. Tapi ketika melihat dua orang lainnya memukuli Kakek Badril di depannya, matanya hanya memancarkan cahaya dingin dan apatis.

“Kamu gak tau siapa ini, kakek sialan? Kamu gak tau siapa orang yang baru kamu tolak?” kata salah seorang berbadan gemuk sambil menendang-nendang tubuh renta Kakek Badril.

“Pangeran Tatalghia Kingdom! Kamu baru saja menolak Pangeran Tatalghia Kingdom! Sudah bosan hidup, kek? Sudah pasrah di ujung jalan, kek?!” tambah rekannya yang memiliki wajah kuda.

Dua orang itu menendang-nendang Kakek Badril. Sepatu mereka ternodai merah darah. Kakek Badril, walau wajahnya sudah berdarah-darah dan habis oleh memar, tak mengeluarkan suaru ketika diserang oleh dua orang itu.

“Berikan saja resep ramuannya kakek bodoh! Jangankan nyawamu, bahkan desa ini sekali sentil bisa hancur oleh Tatalghia Kingdom,” kata pria berwajah kuda. Ia melihat ke arah lukisan Kakek Badril, meludahinya, dan merusak semua lukisan-lukisan tersebut.

Banyak warga desa yang melihat kejadian itu. Meraka geram luar biasa dan gatal sekali ingin menghajar tiga orang itu. Tapi ketika mendengar Tatalghia Kingdom diucapkan, nyali mereka langsung ciut.

“Apa kamu ingin mati?” tanya Pangeran Tatalghia dengan nada angkuh. Ita sama sekali tak melihat nyawa kakek ini sebagai nyawa manusia, melainkan lalat yang mengganggu. “Sebegitukah pentingnya resep ramuanmu sampai-sampai rela kehilangan nyawa karenanya?”

Kakek Badril tak menjawab, jadi ia diitendang lagi oleh anak buah Pangeran Tatalghia.

“Berhenti atau kupotong kaki kalian!” raung sebuah suara membangunkan para warga dari rasa bersalah mereka melihat Kakek Badril yang dibully hingga berdarah-darah.

Pangeran Tatalghia dan dua lainnya menoleh, melihat seorang pemuda dengan pedang di tangannya. Mereka hanya mencibir melihat pemuda ini.

“Bony!”

“Mas Bony datang!”

“Setiap kali Kakek Badril dibully orang luar, Mas Bony adalah anak muda yang paling depan membelanya!” semua orang langsung bersemangat melihat kedatangan Bony, tapi ketika menyadari lawannya adalah orang penting dari Tatalghia Kingdom, mereka terdiam lagi.

Dukungan memadam untuk Bony. Tapi ia tak gentar. Dengan pedangnya, ia mencoba untuk mengintimidasi tiga orang ini.

“Berani juga kamu. Apa kamu tau siapa kami?” tanya si pria gemuk.

Bony diam. Ia tak peduli siapa pun orangnya. Mereka yang sudah membully Kakek Badril akan menjadi musuhnya.

Kakek Badril sudah banyak menolong nyawa petarung desa. Terutama di keluarga Elzier, tiga generasi berturut-turut diselamatkan hidup mereka dari ambang kematian oleh Kakek Badril.

Itulah mengapa Bony tak gentar saat ini. Keluarganya sudah berhutang banyak pada Kakek Badril, ia akan gagal menjadi putra Keluarga Elzier bila membiarkan dermawan Keluarga Elzier di perlakukan seperti ini.

Melihat Bony tetap diam, si pria bermuka kuda mendengus. Ia membalikkan tubuhnya, mengambil ancang-ancang, dan menendang keras tubuh Kakek Badril sampai tubuh tua renta itu berguling-guling di tanah.

“BAANGSAAAAATTT!!!”

Bony menerjang. Matanya membara oleh amarah. Di pegangnya erat-erat pedang dengan kedua tangannya, mengalirkan mana, langsung mengeluarkan skill pedang rahasia Keluarga Elzier.

“Overwhelming Slash!”

Pria bermuka kuda itu terenyak. Ia tak menyangka pemuda desa ini berani menyerangnya. Kakinya mengentak tanah mundur, tapi kuda-kudanya tak stabil karena serangan Bony terlalu mendadak.

*SWIIISH!*

Garis melintang merah darah terbentuk di bajunya yang robek. Ia berteriak dan meringis kesakitan, matanya menjadi basah berair.

“Hmph! Anak kampungan, berani-beraninya menyerang anggota Tatalghia Kingdom!” cibir Pangeran Tatalghia. “Guardian, bunuh anak ini!”

Tepat pada saat itu juga, empat siluet melesat entah dari mana, menerjang Bony. Bony terkejut. Ia memperkuat genggaman pedangnya tapi ia tahu tak akan sempat menangkis atau pun membalas serangan empat siluet ini.

Apalagi, ia tahu empat siluet ini adalah petarung dengan level yang jauh di atasnya, orang-orang yang tak bisa ia lawan.

Untuk sekilas, ia berpikir akan mati sekali terkena serangan para siluet itu.

*WUUUUZZZH*

Tiba-tiba saja dinding api menyembur di depannya. Bony terkejut. Ia merasakan kekuatan luar biasa di balik dinding api ini. Selain itu, ia menyadari serangan musuh yang ditunggu tak datang juga.

Beberapa detik kemudian, dinding api itu padam. Bony menarik napasnya, melihat empat sosok bertopeng yang berdiri menghadapnya.

Empat sosok bertopeng itu sangatlah kuat. Samar-samar keluar aroma darah dari tubuh mereka. Tapi setelah dinding api barusan muncul, mereka ragu untuk menyerang kembali.

“Siapa barusan?! Guardian, bunuh anak itu! Jangan khawatirkan yang lain! Kuperintahkan bunuh anak itu!” teriak Pangeran Tatalghia.

Tapi empat sosok bertopeng itu tak merespons. Mereka masih diam waspada terhadap dinding api tadi.

“Mengapa kalian diam saja?” gusar Pangeran Tatalghia.

“Karena ini bukan daerah kekuasan kalian,” suara seorang nenek tua terdengar jelas dari kerumunan warga desa. Kemudian semua orang bisa melihat seorang wanita berkulit sawo matang membuka jalan untuk nenek tua berdaster ungu sederhana.

“Nenek sialan! Berani ngomong seperti itu di depanku? Apa kamu gak tau siapa aku?” sahut si pangeran sambil membusungkan dadanya. Nenek tua dari desa kumuh ini berani menyanggah ucapannya benar-benar membuat sakit mata.

Nenek itu mengerutkan dahinya. Pemuda kurang ajar ini benar-benar membuatnya kesal. “Karena aku tau siapa kamu sebenarnya, aku menyarankanmu agar nggak membuat banyak tingkah selama di desa ini. Di desa ini tinggal seseorang yang bahkan ayahmu bakal berpikir puluhan kali sebelum membuatnya marah,” kata nenek itu.

Pangeran Tatalghia mengendus, ingin membalas, tapi cepat-cepat salah satu sosok bertopeng menghampirinya.

“Pangeran, sebaiknya kita mundur dulu!” sarannya genting.

“Apa yang kamu bilang? Cuma gara-gara nenek ini kalian ketakutan?”

“Nenek ini bukan petarung biasa. Dia adalah Mage berafinitas elemen api, level 84!”

Sosok bertopeng itu ingin memberitahu seberapa pentingnya keberadaan Mage ini. Tapi Pangeran Tatalghia langsung mencibir.

“Memangnya kenapa? Jika kalian berempat bekerja sama, kalian bisa mengalahkan nenek sialan itu! Bunuh dia!” perintahnya sombong.

Mendengar perintah yang tak dapat mereka sanggupi, seorang bertopeng lainnya maju untuk meyakinkan pangeran arogan ini. “Pangeran, kami bisa mengidentifikasi Mage ini sekali lihat. Dia adalah Sari Malikh, mantan Sepuh di Moon Temple! Istana mengeluarkan perintah untuk menggali informasi tentangnya beberapa hari lalu, dan dugaan kami tentang hubungan Mage ini dengan Keluarga Malikh yang mulai tenar sebulan yang lalu sudah dikonfirmasi beberapa hari ini. Sebaiknya kita mundur dulu, Pangeran!”

“Memangnya kenapa kalau dia mantan Sepuh Moon Temple?” tanya si pangeran.

“Jika dia hanya sepuh biasa, masalahnya gak akan serumit ini. Tapi saat dia keluar dari Moon Temple, kabar yang kami terima... Pendeta Tinggi pergi bersamanya!”

“Besar kemungkinannya kalau seseorang yang gak bisa dibuat marah seperti yang Mage itu bilang tadi adalah Pendeta Tinggi Moon Temple! Kami sudah menduganya beberapa hari yang lalu Pendeta Tinggi ada di desa ini,” imbuh yang lain.

“Karena itu, pangeran, sebaiknya kita mundur dulu. Menyinggung Pendeta Tinggi untuk masalah sepele seperti ini adalah perkara konyol!”

Dua sosok bertopeng yang membujuk Pangeran Tatalghia sebenarnya panik dalam hati. Mereka semenjak mendengar kabar senior Malikh yang kembali dapat menyambungkan benang merahnya, dan menduga Pendeta Tinggi ada di sini pula. Namun sampai saat ini, mereka tak tahu apakah Pendeta Tinggi adalah keluarga Malikh juga atau tidak. Karena mereka tak tahu nama aslinya.

Tapi beruntung pangeran arogan ini masih memiliki otak. Ia tak berkata apa-apa, air mukanya hanya tak nyaman dilihat. Bersama dua orang yang lain ia pergi begitu saja.

Setelah itu yang lain pun ikut bubar. Bony memegang pedangnya melihat benci ke arah Pangeran Tatalghia. Tapi cepat ia membuang pandangannya dan menolong Kakek Badril yang terkulai lemas berdarah di tanah.

“Terima kasih, Nak Bony. Kamu menolongku sekali lagi,” kata Kakek Badril lemah ketika dibopong Bony masuk ke dalam gubuk jeraminya.

***

Daerah terpencil di kaki gunung Desa Badril.

Tiga sosok wanita, tua muda, dan tiga ekor singa, tengah duduk di depan pemuda berbaju zirah karatan.

“Aku gak mengira bakal selama ini,” bisik Sect Master Yeela.

Ryntia Elzier mengangguk. Awalnya, Nenek Sari meminta kepada Immortal Blood Knight untuk memberitahu mereka cara melaksanakan ritual pembangkitan tanpa membuat siaran ke seantero benua.

Immortal Blood Knight mengatakan hanya ada satu hal jika mereka ingin cara demikian darinya. Yaitu membuat sebuah pil misterius dengan kaldron kelas tinggi yang hanya bisa didapatkan dari langit.

Malam sebelumnya, beruntung Sect Master Yeela membawa beberapa harta sekte. Dalam mystic bag-nya, ada beberapa kaldron yang cocok sesuai dengan yang diinginkan Immortal Blood Knight.

Dan malam berlalu, berganti pagi. Immortal Blood Knight masih membuat pil misteriusnya.

Nenek Niu Elang, walaupun seorang petarung, pernah sangat dekat sekali dengan seorang Alchemist hebat sampai ia tahu seluk-beluk meracik ramuan atau pil.

Tapi saat ini, ketika melihat Immortal Blood Knight mengaduk isi kaldronnya dengan tenaga dalam yang dikeluarkan dari telapak tangannya, mata Nenek Niu Elang berbinar-binar. Ia tak pernah melihat metode membuat pil yang seperti ini.

*BAANG!!!*

Tiba-tiba saja kaldron Immortal Blood Knight meledak. Sect Master Yeela dan yang lainnya terkejut luar biasa. Mereka mengira menunggu semalaman sudah menjadi sia-sia saat ini.

Tapi wajah pucat tak berwarna Immortal Blood Knight tetap tenang. Tepat saat kaldronnya meledak, dengan sekali genggam, ia menangkap sebuah pita cahaya merah darah yang terlempar ke udara.

Ia membuka telapak tangannya, memperlihatkan sebuah pil merah darah dengan tekstur kasar yang nampak kasat mata. Pil tersebut mengeluarkan aroma pekat amis darah segar. Seperti aroma darah yang sebelumnya keluar dari tubuh Immortal Blood Knight pindah ke pil tersebut.

“Inilah yang kalian butuhkan,” kata Immortal Blood Knight pelan. “Jika pemuda itu meminumnya, maka urusan akan selesai. Benih akan tumbuh di jiwanya, dan dia akan bangkit!”

Semuanya menahan napas ketika mendengar hal itu. Bibi Niu Elang dengan sopan bertanya, “Tuan Immortal Blood Knight, jika hanya dengan pil ini ritualnya sudah selesai, apakah rune-rune yang kami buat masih ada gunanya?”

“Gak ada,” jawab Immortal Blood Knight singkat. Orang-orang Purple Garden Sect susah-susah membuat rune-rune ini tapi Immortal Blood Knight sama sekali tak membutuhkannya.

“Kalau sudah gak ada urusan lagi aku akan pergi,” Immortal Blood Knight berdiri dan melemparkan pil itu ke tangan Bibi Niu Elang. “Aku masih sibuk dengan urusan lain.”

Dengan begitu Immortal Blood Knight merobek ruang dimensi dan masuk ke dalamnya. Ia masih harus mencegah pasukan langit turun ke bumi dengan duduk santai di depan gerbang langit dan membuat para dewa ketakutan.

Sect Master Yeela dan Bibi Niu Elang saling memandangi satu sama lain.

“Akhirnya semua ini beres begitu saja,” kata Sect Master Yeela mendesahkan napasnya ketika melihat pil merah darah di tangan Bibi Niu Elang.

“Kita harus menyiapkan anak itu,” Bibi Niu Elang kemudian menaruh pil tersebut ke dalam sebuah botol kaca kecil, lalu menyimpannya dalam mystic bag.

Raja Hutan dan dua singa lainnya kemudian bangkit dan memberi memohon diri kepada Sect Master dan Bibi Niu Elang. Urusan mereka untuk menghadiri ritual ini sudah selesai dan mereka akan kembali pulang ke hutan.

Sect Master kemudian menoleh kepada Ryntia.

“Ryntia, bagaimana menurutmu soal kontrak yang diajukan oleh Tuan Immortal Blood Knight?” tanyanya sambil tersenyum.

Ryntia mengambil jeda sebelum menjawab. “Kontraknya cukup merepotkan, tapi kita sudah menerimanya jadi apa boleh buat.”

“Aku bertanya padamu sebagai calon Sect Master Purple Garden Sect.”

“Guru, aku gak keberatan sama sekali bila mulai saat ini, Purple Garden Sect menjadi kaki tangan Keluarga Yashura,” jawabnya percaya diri.

Kontrak yang diajukan Immortal Blood Knight cukup sederhana. Ia akan memberikan benih untuk membangkitkan jiwa salah satu pemuda Keluarga Elzier, dengan bayaran Purple Garden Sect dan Raja Hutan harus menjadi bawahan Keluarga Yashura.

Lebih tepatnya, mereka mulai saat ini akan diperintah langsung oleh Shira Yashura.

Raja Hutan juga sebelumnya menyetujui kontrak itu. Karena ia dan Purple Garden Sect berada di bawah Master yang sama. Master itu, selama ini memberi isyarat kalau ia memihak Keluarga Yashura. Terutama ketika Shira lahir, Raja Hutan dan Purple Garden Sect memerhatikan terus perkembangan pemuda itu.

“Aku juga gak masalah dengan isi kontrak itu,” kata Bibi Niu Elang. “Kukira Master dan Tuan Immortal Blood Knight memiliki tujuan yang sama. Jika Tuan Immortal Blood Knight gak memintanya, maka aku yakin Master sendiri yang akan memerintahkan kita untuk menjadi bawahan Keluarga Yashura.”

Sect Master Yeela mengangguk. “Aku juga berpikir demikian. Tapi masalahnya... jika tiba-tiba Purple Garden Sect menjadi cabang dari sebuah keluarga dari desa tingkat tiga, semua orang akan merasa aneh.”

Ryntia sekarang mulai mengerti mengapa Sect Master menanyai pendapatnya.

Benar saja, Bibi Niu Elang kemudian sambil tersenyum berkata, “Kalau masalah itu mudah sekali mengatasinya. Nikahkan saja Ryntia kepada Shira Yashura.”

***

<<PREVIOUS CHAPTERNEXT CHAPTER>>