Spirit Conductor: Book 2, Chapter 42



Chapter 42 - Hantu Cabul Belum Mati?

“Yulong, Shira ada dimana?” tanya Mila, wajah yang sedikit kesal.

“Dia ada di bukit itu lagi,” jawab Yulong sambil membawa biskuit dan teh dengan nampan perak.

“Gak ada yang memberitahunya kalau tunangannya datang?”

“Tiga kali pelayan memanggilnya. Tapi Tuan Muda Shira gak turun-turun.”

Mila mendengus, mengambil sapu dan berjalan dengan kaki yang mengentak-entak keras tanah ke arah bukit.

Shira sedang duduk di bawah pohon rindang. Dengan ranting di tangannya ia bermain-main dengan Momon. Tuing, tuing. Makhluk berbulu bulat itu melompat berputar-putar menghindari rantingnya.

“Shira! Turun kamu!” teriak Mila, berjalan cepat ke arahnya dengan memegang sapu terbalik di tangan.

“Gawat!” pekik Shira dalam hati. Ia langsung bangkit dan memasukkan Momon ke dalam bajunya. Ia bergegas turun, langsung saja Mila mengejarnya.

*PAAAK!!!*

Shira merasakan pantatnya tersengat perih. Ia meringis dan mempercepat larinya.

Ia tak berani menoleh ke belakang. Saat ini kakak sepupunya seperti hewan buas yang akan memakannya jika ia terlambat sedikit saja.

Ruang tamu Keluarga Yashura.

Yulong dan pelayan lain membawa banyak biskuit dan cemilan manis ke meja tamu. Bhela meminum tehnya dengan tenang. Sedang Lyla memilih dan mencicipi cemilan yang ia sukai.

“Bagaimana keadaan Tuan Muda Yashura?” tanya Nenek Sari.

“Dia sudah mendingan,” jawab Shuro cepat-cepat.

“Kalau bisa Bhela ingin melihatnya,” Nenek Sari tersenyum. “Apa dia sedang beristirahat?”

“Oh, dia sudah santai sekarang. Bisa nanti kalau mau ketemu,” Shuro mengeluarkan tawanya.

Yulong kemudian berbisik di samping telinganya. Shuro mengangkat alisnya dan kemudian tersenyum kepada Nenek Sari.

“Shira akan tiba sebentar lagi,” katanya.

Shira sebenarnya ada di luar ruangan itu. Ia berdiri di belakang pintu.

“Master, Anda harus tenang,” kata Kabut Ungu. Ia bisa merasakan jantung Shira yang berdebar-debar.

“Dulu waktu aku di laut gak sesulit ini,” keluh pemuda itu. Tuing, kepala Momon menyembul di bawah dagunya. Shira mengeluarkan Momon dan mengelus-elus bulunya untuk menenangkan diri.

“Master, saat Master bersama Kesadaran Laut, waktu itu Master dan Laut hanya sebatas kesadaran. Sama-sama gak nyata. Di saat seperti itu mengekspresikan dan merasakan perasaan lebih mudah,” Kabut Ungu menjelaskan.

“Maksudmu, itu cuma imajinasiku?”

“Master, Anda itu adalah tipe orang yang kesulitan menghadapi kenyataan.”

Shira tersenyum masam. “Kabut Ungu, kamu jujur sekali.”

“Terima kasih.”

Shira melihat ke arah Momon, mengelusnya lagi, dan bertanya, “Momon, jika kamu menjadi aku saat ini, apa yang akan kamu lakukan?”

Momon melihat Shira dengan mata bulatnya yang biru dan besar. Ia berkedip-kedip, kemudian melompat turun.

Tuing.

Momon bergelinding, masuk ke dalam ruang di mana Shuro dan yang lain tengah menjamu tamu mereka.

“Momon!” bisik Shira panik.

Tapi Momon tak mengindahkan panggilan Shira. Ia tetap bergelinding menyusuri ruangan.

“Apa itu?” tanya Bhela tiba-tiba, ialah yang pertama kali melihat bola berbulu ungu misterius bergelinding di lantai.

Yang lain pun sontak menoleh.

“Ada makhluk seperti ini di rumahku?” kata Shuro dalam hati.

Nenek Sari mengerutkan alisnya. Selama seratus tahun lebih ia hidup, Nenek Sari tak pernah melihat atau mendengar makhluk seperti ini.

Tuing.

Bola itu melompat ke arah Lyla. Si gadis menangkapnya dengan pelukan, tenggelam di dadanya.

Apa yang akan dilakukan Momon bila menjadi Shira? Sederhana. Karena Momon tak peduli dengan banyak hal, dan karena pada dasarnya ia bertindak hanya dengan insting dan perasaannya, yang akan ia lakukan hanyalah melompat ke pelukan Lyla.

Lyla melihat bola berbulu ungu di pelukannya. Kemudian mata Momon yang terpejam terbuka, berkedip-kedip. Pupil Lyla membesar, ia langsung jatuh hati ketika melihat bola mata biru Momon.

“Iihh! Kamu kok lucu sekali!” teriaknya bersemengat sambil mencubit bola ungu itu.

Momon memicingkan mata, tuing, melompat ke pangkuan Lyla. Di situ, ia mengambil posisi nyaman dan memejamkan mata untuk tidur.

“Makhluk apaan itu?” tanya Bhela sambil memiringkan kepalanya melihat Momon di pangkuan Lyla.

“Aku gak tau. Tapi dia imut sekali!” jawab Lyla bersemangat.

*PAAAKK!!!*

Sebuah suara terdengar dari luar ruangan. Semuanya melihat lagi ke arah suara tersebut. Dari pintu, muncul lah Shira yang tengah menggosok-gosok pantatnya dan meringis kesakitan. Mila yang penuh senyum juga menyusul dari belakang.

“Nenek Sari, Dik Bhela, Dik Lyla, perkenalkan, dia adalah Shira Yashura,” kata Shuro dengan wajah aneh melihat sikap Shira yang masuk ke ruangan itu.

Lyla melihat Shira yang baru saja muncul. Ia terbelalak. Si hantu cabul belum mati? Entah mengapa, dalam hatinya, ia merasa bersalah telah mengira Shira benar-benar menjadi hantu.

Ia melihat ke arah Shira. Sekilas ia melihat pemuda itu menatap ke arahnya, tapi langsung membuang muka. Lyla mengangkat alis dan memiringkan kepalanya.

Entah mengapa Shira sangat malu sekali ketika Lyla membalas tatapannya. Jantungnya berdebar cepat. Ia merasakan aura Laut dari gadis itu, merasa sangat tak asing, namun di sisi yang sama merasa tak berani menghadapinya.

Saat ia membuang muka, tak sengaja ia melihat ke arah Bhela.

Ia melihat Bhela mengenakan gaun biru muda yang sederhana. Gadis itu nampak cantik di gaun itu. Tapi bukan itu yang dipikirkan Shira saat ini.

Tiba-tiba saja Shira mengingat kejadian malam saat ia kembali dari laut. Ia mengingat apa yang ia lihat. Untuk seorang pemuda yang tak memiliki pengalaman, walaupun sudah puluhan tahun kesadarannya hidup, tapi tetap saja ia masih terkejut lagi.

Lyla menangkap mata Shira ketika melihat ke arah Bhela. Mata itu... sama seperti mata yang yang ia tangkap saat hantu cabul itu tak tahu malunya melihat tubuh Bhela!

“Hantu cabul!” pekik Lyla tiba-tiba, mengagetkan semua orang yang ada di ruangan itu. Ia pun memeluk keras Momon yang tadinya tertidur karena saking kesalnya.

“Lyla, ada apa?” tanya Bhela, ia merasa pernah melewati ini sebelumnya.

Lyla tak menjawab. Ia hanya memberikan tatapan tajam ke arah Shira sebagai peringatan. “Hmph!” ia mendengus kecil, langsung membuang wajahnya dan mengambil banyak kue manis dari meja jamuan.

***

<<PREVIOUS CHAPTERNEXT CHAPTER>>