Spirit Conductor: Book 2, Chapter 43



Chapter 43 - Pembunuhan di Pasar Desa Badril

Sesuai dengan ide Nenek Sari, Shira dan Bhela duduk bersebelahan di satu sofa yang sama.

Tapi Lyla tak menyukainya. Ia menyelip paksa di sela antara Bhela dan Shira. Ia melihat ke arah Shira, mendengus dan langsung membuang mukanya. Setelah itu, gadis empat belas tahun tersebut kembali menikmati kue yang ada di meja tanpa peduli hal lain lagi.

“Hahaha, anak muda, hahahaha!” Shuro hanya tertawa melihat sikap Lyla. Gharu dan Tilang mengangguk-angguk, sekarang mereka yakin Blackwood sama sekali tak menggunakan gadis kecil ini untuk menyerang Yashura lagi. Bahkan sekarang semua orang yang melihat sikapnya, bakal berspekulasi ada masalah rumit di antara mereka bertiga.

Perbincangan dilanjutkan lagi. Lebih banyak para orang tua yang berbincang. Shira duduk diam di situ. Dalam hatinya ia merasa canggung dan diam-diam mengusap keringat dinginnya.

Ia bisa merasakan sikunya menyentuh lengan Lyla, yang membuat hatinya berdebar-debar. Tapi wajahnya tetap datar. Ia hanya mencuri pandang sekilas, melihat pipi Lyla mengembung tengah mengunyah kue, lalu membuang pandangannya lagi sebelum ada orang lain yang menyadari sikapnya.

“Master, tenanglah! Coba minum dulu teh yang ada di meja. Kalau Master diam terus suasana akan menjadi canggung.”

Shira menarik napas dalam-dalam. Mengambil cangkir tehnya dan dengan tenang meminumnya.

Saat ini, Momon yang ada di pangkuan Lyla terbangun. Ia melihat Shira ada di sebelahnya. Karena sudah kebiasaan semenjak lahir beberapa waktu lalu, ia melompat masuk baju Shira.

Tuing.

Shira tak menghiraukan makhluk bola ungu ini. Ia masih menghirup tehnya tenang.

Tapi tiba-tiba saja ia merasakan sebuah tangan lembut menyelip memasuki bajunya dari bawah.

Pffft! Shira yang terkejut menyemburkan tehnya.

“Teman kecil, mau kemana!” kata Lyla sambil tangannya menyelip di baju Shira, meraba-raba kulit badannya tengah mencari sesuatu.

“Lyla, kamu gak sopan ke Tuan Muda Shira,” kata Bhela memperingati.

Lyla melihat lagi ke wajah Shira yang sangat canggung sekali. Di saat itu, tangannya yang ada di baju Shira berhasil menyentuh bola berbulu yang rupanya kabur dari genggamannya.

“Hmph!” ia mendengus lagi sambil mengeluarkan Momon dari baju Shira.

“Tuan Muda Shira, maafkan sifat kekanak-kanakan Lyla,” kata Bhela Malikh sopan.

“Gak apa-apa,” jawab Shira, suaranya pelan sekali, hampir tak terdengar. Ia bisa merasakan detak jantungnya yang semakin terpacu lagi.

Saat ia berada di laut, menghadapi kesadaran wanita itu, dan saat ia melekas pergi, sama sekali tak pernah merasakan detak jantungnya terpacu seperti ini!

Saat ini Mila yang duduk di seberang tersenyum dan menyeletuk. “Gak apa-apa, beneran! Shira orangnya santai. Jadi hal kecil begitu gak perlu dipikirkan.”

Bhela mengangguk. Ia kemudian melihat Nenek Sari yang menatapnya, menggerakkan kepala memberi sinyal ke arah Shira. Bhela langsung mengerti.

“Tuan Muda Shira, lukamu sudah sembuh sekarang. Apa ada rahasianya bisa sembuh secepat itu?” tanya Bhela kepada Shira.

“Gak ada rahasia apa-apa. Ini karena Kakek Lharu orangnya memang sakti.”

Mendengar nama Kakek Lharu disebut, mata Nenek Sari berkilat-kilat. Tapi tak ada yang menyadarinya.

“Aku mendengar saat kamu kecelakaan dan diturunkan dari gunung, Kakek Badril menolak untuk mengobatimu,” kata Bhela tiba-tiba.

Mendengar hal itu, wajah Shuro dan dua Dewan Besar lainnya menjadi tenggelam. Mila yang sejak awal tak menyukai gadis Malikh ini mengerutkan dahinya.

“Itu cuma rumor,” kata Mila. “Tentu Kakek Badril akan menolong siapa pun yang membutuhkannya.”

“Oh, jadi begitu ya. Terima kasih sudah diperjelas. Tapi aku masih berpikir jika saja seseorang gak dengan angkuhnya berjalan ke gunung seorang diri, kecelakaan itu gak akan pernah terjadi,” kata Bhela dengan emosi datar.

Pandangan Mila berbuah, tatapannya menjadi dingin. “Apa maksudmu?”

Suasana menjadi hening. Bahkan Shuro dan yang lainnya terdiam merasakan aura di udara yang menegang. Hanya dua orang yang tak terpengaruh. Lyla yang dengan santainya mengunyah kue dan Shira yang kesusahan menenangkan hatinya yang kalut.

Nenek Sari pun cepat-cepat mengganti topik. “Kue manis ini enak sekali. Lyla sepertinya menyukainya.”

Dengan mulutnya yang masih penuh makanan, Lyla mengangguk-angguk. Shuro pun tertawa melihat itu.

Nenek Sari melihat tatapan dinding Mila sudah lepas dari Bhela, ia mendesahkan napas dalam hati. Kemudian melihat ke arah Shira yang masih diam.

“Tuan Muda Yashura, aku mendengar kalau kamu suka sekali membaca di perpustakaan. Apa kamu suka membaca?” tanya Nenek Sari penuh senyum.

“Iya,” Shira mengangguk.

“Oh. Kok bisa? Kenapa suka membaca?”

“Karena gak ada kerjaan aja,” jawab Shira.

Kemudian terdengar dengus kecil dari sebelahnya. “Sok cool! Hmph!”

Shira berkedip-kedip, tapi tak berani melihat ke arah wajah Lyla sekarang.

“Apa ada hobi lain selain membaca?” tanya Nenek Sari lagi.

“Ada.”

“Oh, apa itu?” tanya Nenek Sari dengan wajah antusias.

“Tidur,” jawab Shira singkat.

Lyla pun mendengus lagi. “Dasar malas! Hmph!”

Kunjungan Keluarga Malikh setelah itu pun berjalan dengan tenang.

***

Bony mengerti mengapa ia dipanggil oleh kakaknya tiba-tiba siang itu. Perkara ia melukai rekan Pangeran Tatalghia semua orang sudah tahu. Ayahnya yang panik pun marah besar. Tapi ia tak peduli.

“Aku adalah anak Elzier! Sudah berapa keturunan Elzier diselamatkan oleh Kakek Badril?” Bony tak segan berkata balik kepada amarah ayahnya.

“Tapi lawanmu itu pangeran dari Tatalghia Kingdom!” mata ayahnya sudah melotot, ia meraung sekeras mungkin.

Bony hanya mengangkat bahunya. “Mana Kak Ryntia, tadi menyuruhku pulang.”

“Di tempatnya Bibi Niu Elang,” kata ayahnya. “Instruktur Yeela ingin bertemu denganmu. Cepat sana! Tapi setelah itu kamu harus menghadap ayah lagi!”

“Iya iya,” kata Bony dengan nada tak acuh. Ia segera menuju belakang kediaman Keluarga Elzier, di mana berdiri sebuah gubuk tua.

Tiba-tiba ia berhenti di tengah jalan. Melihat sebuah pohon dengan daun yang lebat. Ia merasakan ada sebuah sosok yang mengawasinya dari pohon itu.

“Keluar kamu!” teriaknya. Ia sudah beberapa kali merasa diawasi belakangan ini. Membuatnya merasa benar-benar tak nyaman.

Bony pun mengambil sebuah batu yang ada di tanah. Melemparnya ke arah pohon itu.

*SHRKK*

Tak ada respons.

“Mungkin hanya perasaanku saja,” kata Bony lantang, tapi dalam hati ia masih yakin kalau ia sedang diawasi.

Ia pun berjalan lagi. Di gubuk tempat tinggal Bibi Niu Elang, ia melihat kakaknya Ryntia, Instruktur Yeela, dan Bibi Niu Elang sendiri ada di situ.

“Kak Ryntia, ada apaan sebenarnya memanggilku kemari,” katanya tak sabaran.

Ryntia tak menjawab. Hanya Sect Master Yeela yang berkata padanya, “Bony, apa kamu ingat, dulu aku pernah bercerita tentang leluhurmu?”

“Ya, sepertinya aku ingat. Instruktur Yeela dulu bercerita tentang leluhurku yang menjadi pahlawan melawan pasukan dewa yang menindas rakyat jelata. Yap, yap. Aku ingat seharusnya nama belakang keluargaku adalah Tiramikal.”

“Itu benar sekali. Kuberitahu sekarang kamu yang sebenarnya. Leluhurmu yang kumaksud bernama Gyl von Tiramikal. Ia memimpin umat manusia melawan penindasan langit tiga belas ribu tahun yang lalu dan adalah pahlawan sejati!”

Mendengar leluhurnya di sebut, mata Ryntia Elzier berkilat-kilat penuh kekaguman. Ia sudah banyak mendengar cerita tentang Gyl dari gurunya, Sect Master Yeela. Dan Sect Master Yeela, banyak mendengar cerita Gyl dari senior-seniornya dan juga leluhur Purple Garden Sect, yang dulunya adalah kekasih Gyl.

“Dia adalah pria luar biasa. Penuh tanggung jawab, gak takut pada siapa pun, dan menjadi inspirasi banyak orang!” Sect Master melanjutkan.

Banyak wanita Purple Garden Sect sudah mendengar nama Gyl von Tiramikal. Dan bagi mereka, Gyl adalah sosok pria sejati. Bibi Niu Elang sewaktu muda juga berpikir demikian... sampai ia melihat sosok Gyl yang sebenarnya.

Bajingan. Itulah yang paling tepat menggambarkan Gyl. Tempat yang paling sering arwah itu kunjungi adalah danau di mana banyak wanita desa mandi. Ia juga diam-diam sering meraba pantat wanita cantik yang lewat. Bahkan, pasukan khusus Purple Garden Sect yang ditugaskan untuk mengawasinya dan juga Shira, tak ada sadar sudah menjadi korbannya.

Tapi ia hanya diam saja ketika Sect Master memuji-muji namanya. Ia tahu sejarahnya, leluhur Purple Garden Sect dulu pernah diselamatkan oleh Gyl, dan menjadi tergila-gila padanya. Karena saking cintanya, ia melihat Gyl sebagai sosok sempurna sampai saat ini.

Bony pun hanya mencibir mendengar semua itu. “Bukannya itu semua cuma cerita saja? Mana ada laki-laki yang seperti itu.”

“Bony, jangan gak sopan! Beliau adalah leluhur kita,” kata Ryntia dingin.

Bony hanya mengangkat bahunya santai.

“Kamu sudah besar, Bony. Jadi wajar kamu gak percaya,” kata Sect Master Yeela tersenyum. “Tapi bagaimana jika kubilang padamu... kamu juga bisa menjadi seperti leluhurmu?”

Mata Bony langsung bercahaya. “Apa nanti aku bisa jadi terkenal?”

Sect Master Yeela terkikik kecil. “Tentu saja. Apa kamu percaya?”

“Bagaimana caranya?”

Bibi Niu Elang mengeluarkan botol kecil, melayang pelan ke arah Bony.

Bony menangkapnya, melihat ada pil berwarna merah darah di situ.

“Minumlah itu. Maka kamu akan bangkit menjadi seorang... Pemberontak!” kata Sect Master Yeela bersemangat.

“Pemberontak?” Bony mengangkat alisnya, pura-pura penasaran. Tapi sebenarnya ia tak peduli. Yang ia pedulikan hanyalah menjadi petarung terkenal. Itu adalah mimpinya semenjak kecil.

Jadi ia membuka botol kaca kecil itu. Aroma darah segar menyeruak. Ia menjatuhkan pil merah darah ke telapak tangannya, dan melemparkan ke dalam mulut.

Ryntia memberikannya segelas air untuk minum. Kemudian ia, Sect Master, dan Bibi Niu Elang menatap Bony dengan mata penuh ekspektasi.

Bony mengedip-ngedipkan matanya yang berair. Sedikit mual karena aroma pil itu sangat menyengat.

Beberapa saat kemudian, Bibi Niu Elang bertanya, “Bony, apa kamu merasakan sesuatu yang berbeda?”

Bony mengusap matanya yang berair, menggeleng-geleng. “Pil apa ini? Aku jadi pengen muntah.”

“Apa kamu yakin gak ada kekuatan hebat yang memasuki tubuhmu?” tanya Sect Master kebingungan.

Tapi pertanyaannya hanya dijawab dengan Bony memuntahkan isi perutnya. Tapi pil merah itu sudah tak ada di situ, menghilang dalam tubuhnya.

“Bony!” Ryntia cepat-cepat melompat ke sampingnya dan mendampinginya ke luar, memijat-mijat lehernya sembari Bony kembali memuntahkan isi perutnya.

Sect Master melihat ke arah Bibi Niu Elang. Mata dua wanita itu sama-sama terlihat kecewa.

“Barangkali, dia bukanlah orang yang dipilih oleh Master,” kata Bibi Niu Elang lesu.

Sect Master juga mendesahkan napas, bangkit untuk membersihkan muntahan Bony. Kemudian ia berkata, “Kontraknya pun dengan Keluarga Yashura?”

“Masih berjalan,” kata Bibi Niu Elang hanya bisa menghela napas.

Setelah itu Ryntia menuntun Bony pergi. Sect Master Yeela pun memanggil Shadow.

“Shadow!”

“Siap, Sect Master!” sosok berpakaian hitam itu tiba-tiba muncul di depannya.

“Berhenti ikuti Tuan Muda Elzier. Sekarang kamu bantu saudari-saudarimu untuk berjaga-jaga di gunung. Aku khawatir orang-orang bodoh dari kerajaan-kerajaan itu menganggu tempat peristirahatan Master!”

“Siap!” Shadow pun menghilang lagi.

***

Bony, dengan dua tangannya diselipkan ke kantung celananya, berjalan menyusuri gerombolan pembeli di pasar Desa Badril.

Di sebuah sudut, teman-temannya menunggunya.

“Bos Bony, sudah dengar? Duel Shira dengan Tuan Muda Blackwood ternyata sebentar lagi,” kata seorang temannya. Ia adalah salah satu yang mengikuti Shira di gunung itu dan yang melihatnya dilempar oleh Raja Gorila. Tapi yang diculik oleh Pangeran Edicha bukan dia.

“Duel itu? Haha, bakal jadi guyonan seisi desa ntar!” Bony tertawa terbahak-bahak. “Sampah seperti Shira bakal jadi boneka latihan sama si Blackwood!”

Dengan santai, ia mengambil beberapa koin perunggu dari sakunya, melemparkan ke pedagang buah dan mengambil apel.

Sambil nongkrong dengan teman-temannya, ia membersihkan apel itu dengan kain bajunya.

Tak sengaja, ia melihat seorang pemuda dari geng musuh menatap dingin ke arahnya.

Ia meludah ke tanah sebagai tanda provokasi.

Pemuda itu langsung membuang muka.

Bony mendengus mengejek, kemudian dengan santai memakan apelnya.

Dari sebelah pemuda barusan, seorang pria yang Bony sering lihat di kaki gunung berjalan pelan ke arahnya. Tapi ia tak begitu peduli. Di antara kerumunan pasar ini pria itu hanyalah semut semata.

Tapi kemudian Bony menyadari dari mata pria itu, tersirat hawa membunuh!

Tatapan Bony menjadi dingin. Ia menatap lekat-lekat mata pria itu.

Dan pria itu juga membalas tatapan Bony.

Pelan-pelan Bony meraba gagang pedang di pinggangnya.

Namun tiba-tiba, kedua tangannya di kunci dari belakang!

Bony terkejut! Ia menoleh ke belakang, namun tak bisa melihat siapa yang mengunci tangannya.

Ia hanya mendengar suara bisikan tepat di sebelah telinganya berkata:

“Ada salam dari Pangeran Tatalghia...”

Bony menarik napas keras. Ia melihat pria yang berjalan ke arahnya tadi mulai berlari, mengeluarkan dagger yang terselip di bajunya.

“BOS BONY!!!” anak buahnya menyadari situasi, ingin menolongnya, tapi ada orang lain yang menghadangnya.

Pria berdagger itu sudah ada di depan Bony.

*CEP CEP CEP CEP CEP CEP!!!*

Dengan beberapa kali tusukan cepat, beberapa lubang merah darah tercipta di badan Bony.

Matanya terbelalak. Dalam hitungan detik ia merasakan benda tajam menusuki badannya. Awalnya mati rasa, baru kemudian ia mendapati rasa perih luar biasa mengerumuni semua badannya.

“Ak... bunuhmu...” dengan menggunakan kekuatannya yang tersisa, Bony menyumpahi orang yang menusukinya dengan dagger.

Mata pria itu dingin. Tak segan membalas tatapan korbannya. Ia kemudian menarik dagger-nya yang menancap di badan Bony, langsung memberikan sebuah tusukan ke lehernya.

“Errkkh...” darah pun menyembur dari mulutnya, Bony tak bisa berkata apa-apa setelahnya.

Setelah itu si pria dengan dagger menarik senjatanya, mengusapnya dengan kain, dan menyembunyikannya lagi. Ia pun berjalan seperti tak terjadi apa-apa.

Orang yang mengunci tangannya juga berjalan pergi. Yang menghadang teman Bony pun juga ikut bubar.

Tubuh Bony terjatuh di tanah. Tangannya kejang-kejang. Dari matanya yang lesu terlihat ia mulai kehilangan pancaran nyawanya.

Kejadian itu berlangsung sangat cepat. Hampir tak ada orang yang menyadarinya di kerumunan itu.

“Bos Bony! Bos Bony!”

Saat temannya berteriak-teriak dan menangis, barulah orang-orang menyadari sebuah tubuh bermandikan darah sudah terkulai lemas di tanah.

“Bos Bony! Bos Bony! AARRGGHH! AKU AKAN MEMBUNUH KALIAN!!!” teriaknya dengan mata berair dan sudah memerah. Tangannya menggenggam erat tangan Bony yang sudah berdarah-darah.

Orang-orang yang penasaran pun berkumpul dan membuat lingkaran. Mereka takjub baru menyaksikan pembunuhan di pasar Desa Badril.

***

<<PREVIOUS CHAPTERNEXT CHAPTER>>