Spirit Conductor: Book 2, Chapter 44



Chapter 44 - Momon

“Bos Bony...”

Tubuh Bony sudah tak bergerak lagi. Tapi matanya masih terbuka, penuh dengan rasa dendam.

Namanya dipanggil lagi. Ia masih diam. Siapa pun yang melihatnya tak bisa merasakan nyawa di tubuh pemuda itu.

Orang-orang yang melihatnya merundukkan kepala mereka. Tak ada yang berniat menyelamatkan Bony, tidak setelah melihat luka yang seperti itu.

Seseorang bahkan melihat status Bony, hanya untuk kemudian melenyapkan layar status-nya dan menggeleng-gelengkan kepala.

Saat ini, Bony, sudah mati.

“Istirahatlah yang tenang, Bos Bony.”

Dengan sapuan tangannya, ia menutup mata Bony.

Untuk sesaat wajah Bony nampak seperti tidur tenang. Hanya untuk sesaat... karena tiba-tiba terjadi sesuatu yang membuat semua orang yang melihatnya terbelalak tak percaya.

Mata Bony terbuka lagi!

“Bos Bo—”

*DUUGH!*

Pemuda itu tak mampu mencerna keadaan dengan cepat. Untuk sesaat ia melihat tangan Bony bergerak, dan hantaman bogem mentah mendarat di wajahnya.

Tubuhnya terlontar dan jungkir balik. Ia merasakan pipi kirinya terasa nyeri dan panas. Tapi siapa yang akan memusingkan hal seperti itu ketika mayat hidup lagi di depan matanya?

Tubuh Bony berusaha bangkit. Dengan tangannya yang gemetaran ia menopang tubuh. Suara keterkejutan orang-orang yang diikuti dengan keheningan panjang membuat pemandangan ini semakin misterius.

“Aakkh...” Bony berusaha berbicara, tapi hanya erangan lemah yang bisa keluar dari mulutnya.

Ia pun berjalan. Jejak merah darah tumpah di tanah. Ia mengambil sebuah pedang dari satu stan yang menjual senjata, dan berjalan ke arah pria yang menusuknya.

Semua orang, di pasar itu, membuka ruang untuknya jalan.

Mata-mata melihatnya aneh. Keterkejutan dan rasa takut bercampur di wajah orang-orang di desa. Tak ada yang berani menghentikan langkahnya sekarang.

Pria yang menusuknya tadi melihat reaksi aneh orang-orang di sekitarnya. Ia menoleh ke belakang, dan ludah langsung tersendat di tenggorokannya.

Sontak ia mempercepat larinya. Konyol jika ia menghabiskan waktu di sini setelah mencoba membunuh seseorang. Namun anehnya, seberapa cepat ia berlari, Bony yang tubuhnya bersimpah darah nampak mampu mengejarnya.

Langkah kaki Bony terlihat pelan. Tapi ada sesuatu aura misterius yang keluar dari tubuhnya saat ia berjalan. Setiap kali ia melangkahkan kaki kanannya, di kenyataan ia telah bergerak lima langkah ke depan.

Si pembunuh terkejut, ia tahu ia tak akan bisa kabur. Jadi ia berhenti lari dan berniat menghadapi Bony di sini.

Ia mengeluarkan dagger-nya lagi. Ia harus cepat menghabisi pemuda ini, sebelum orang-orang Balai Desa atau dari Keluarga Elzier datang untuk menahannya.

“Owemamin Swaaahhh!” Bony meraung serak dengan lubang di tenggorokannya. Di saat yang bersamaan, ia mengayunkan pedang yang sudah dialiri dengan mana-nya.

‘Overwhelming Slash’, skill rahasia Keluarga Elzier. Nyatanya, skill tersebut tak lebih dari sebuah skill dalam kategori silver rank. Tapi saat ini, di tangan Bony, skill itu menunjukkan perubahan yang luar biasa.

*WWUUAAAAAKHHH!!!*

Biasanya mana seorang Knight akan dimanifestasikan berupa pita putih ketika dileburkan saat pengguna menggunakan skill-nya. Tapi saat ini, mana Bony berwarna merah darah.

Pria berdagger hendak mengelak. Namun ia menyadari sabetan ‘Overwhelming Slash’ puluhan kali lebih cepat ketimbang skill pada umumnya.

*shuaaa*

Tubuhnya pun diam tak bergerak. Mematung, tak bergeming. Lima detik kemudian, tubuhnya terbelah menjadi dua. Ia pun tergeletak kaku dengan darah yang menyembur tumpah membanjiri tanah.

Bony berdiri tenang, sorotan matanya sedingin es. Di tangannya, pedang besi yang ia genggam sudah meleleh tersisa gagang saja, tak mampu menahan intensitas mana berwarna merah darahnya.

Ia melepaskan pedang itu. Tangan kirinya pun memegang tangan kanannya yang mulai gemetaran. Nyawa tinggal di ujung tanduk, bukan, malah seharusnya ia sudah mati sekarang. Tapi entah mengapa Bony merasa euforia menjalar di sekujur tubuhnya. Rasa sakit dan perih tusukan, serta darah yang tumpah dan membaptis tubuhnya telah membangkit mana merah darah itu.

Bony sudah menjadi orang lain sekarang, kepribadiannya masih ada tapi ia merasa terlahir kembali.

Dan ia pun menyukai perasaan ini.

*PUFF!!!*

Tiba-tiba asap tebal mengisi pasar itu. Orang-orang yang sudah terkejut karena melihat fenomena Bony pun lambat merespons. Asap begitu tebal hingga membuat mata mereka berair dan batuk-batuk.

Saat asap sudah menipis, semua orang kebingungan. Butuh waktu untuk mereka menyadari Bony sudah tak ada di tempat itu.

Orang-orang berdiri di dekatnya hanya melihat siluet hitam tipis yang membawa pergi tubuh Bony. Setelahnya, keadaan menjadi hening.

“Apa yang terjadi pada Bony? Dia seperti iblis yang bangkit lagi dari nereka,” kata seseorang masih terpukau dengan apa yang ia lihat tadi.

“Entahlah. Aku gak pernah melihat skill atau buff yang membuat orang bangkit dari kematian seperti itu. Apalagi... anjrit! Apa kamu lihat dekat-dekat orang itu kebelah dua hanya sekali serang barusan!”

“Iblis! Aku bahkan berhutang dua puluh koin perak padanya. Mati sudah aku!”

Banyak orang yang langsung ramai membicarakan kejadian barusan. Bony menghilang, tak tahu kemana ia pergi di dalam asap tebal tadi.

“Hei, hei! Coba lihat, aku sempat mengecek statusnya barusan! Coba lihat!”

Tiba-tiba suara panik terdengar dari kerumunan itu. Orang-orang langsung berkumpul di situ.

“Gila, apa yang terjadi? Atribut dan stats-nya rusak semua!”

“Gak kebaca, cuma jadi simbol-simbol gitu.”

“Hei, hei, coba lihat, sejak kapan Bony dapat kelas unik?”

Di layar ‘Status Window’ yang sempat ditunjukkan pada Bony tadi, hampir semua tak terbaca apa-apa. Hanya satu dua informasi yang bisa dibaca di situ.

“Immortal Blood Knight... apa ada yang tau kelas unik seperti apa ini?” tanya seseorang kemudian.

***

Malam hari di kediaman Keluarga Malikh.

Waktu Lyla mandi, ia nampak tenggelam dalam pikirannya sendiri. Matanya menatap bola berbulu ungu yang tengah di pegangnya. Sesekali ia mencubit-cubit bola itu. Momon hanya membalasnya dengan tatapan bola mata birunya yang besar.

“Kamu suka sekali makhluk itu,” kata Bhela yang tengah membersihkan rambut Lyla dari belakang.

“Mm.”

“Siapa namanya?”

“Momon,” jawab Lyla singkat.

“Tuan Muda Shira memberikannya padamu. Lain kali kamu akan memberikannya sesuatu untuk menunjukkan rasa terima kasih.”

Lyla Blackwood tak menjawab. Ia memiringkan kepalanya, merasakan ada sesuatu yang aneh dari tatapan Momon.

“Apa cuma perasaanku saja?” katanya dalam hati.

Di perpustakaan Keluarga Yashura, Shira duduk di sebuah meja dengan sebuah lilin di sebelahnya.

Ia nampak sedang membaca buku. Tapi sorotan matanya kosong. Pikirannya pergi entah ke mana.

Tiba-tiba saja setes darah terjatuh di kertas buku. Shira pun sontak menutup hidungnya yang mimisan.

“Master, selamat! Master sekarang sudah menyadari potensi afinitas kabut ungu selanjutnya. Di mana pun Master berada, Master bisa melihat apa yang makhluk kabut ungu lihat!”

Makhluk kabut ungu yang ia maksud, tentu saja Momon.

“Master, katakan padaku, apa yang Master sedang lihat sekarang?” tanya Kabut Ungu dengan polosnya.

“Aku gak melihat apa-apa,” jawab Shira gugup sambil menutupi hidungnya yang berdarah.

“Benarkah? Tapi sekarang aku bisa merasakan Master menyalurkan mana ke arah Momon berada. Itu artinya Master sedang melihat apa yang Momon sedang lihat.”

Tiba-tiba saluran mana yang Kabut Ungu sebut terputus begitu saja.

“Master...”

Shira menutup bukunya dan bangkit dari duduknya.

“Aku capek. Pengen tidur saja.”

***

Selama Lyla mengingap di kediaman Keluarga Malikh, ia tidur di kamar Bhela. Biasanya mereka berdua akan bercakap-cakap sampai larut malam. Tapi hari ini Lyla merasa lelah sekali. Ia hanya ingin cepat-cepat tidur sekarang.

“Sudah dimandikan tapi baunya masih ada,” kata Lyla ketika mengendus Momon dari dekat.

“Benarkah? Bukannya kamu sudah sikat berkali-kali saat mandi tadi?”

“Tapi baunya tetap saja gak mau hilang,” kata Lyla sedikit kesal.

“Mungkin dari sananya,” kata Bhela sambil menguap. “Aku akan meniup lilinnya. Selamat tidur.”

Dan kamar itu menjadi gelap setelahnya.

Lyla memejamkan matanya. Rasanya nyaman sekali memeluk Momon. Tubuhnya empuk dan bulunya halus.

Tapi dari dekat, Momon mengeluarkan bau yang khas. Lyla tak bisa menjelaskan bau ini. Ia berpikir gadis mana pun yang menyiumnya juga tak akan menyukainya.

Tapi entah mengapa, sembari Lyla memejamkan matanya, bau bola berbulu ini benar-benar membuatnya penasaran. Diam-diam ia memeluk Momon lebih erat, mencium baunya lebih dalam lagi. Ia tak bisa mengatakan dirinya menjadi menyukainya, tapi bau ini benar-benar membuat imajinasinya melompat dan jadi aktif.

Pelan-pelan, ia menyadari sudah pernah mencium aroma ini entah di mana. Sebuah wajah pemuda pun muncul di benaknya.

Cepat-cepat Lyla melenyapkan wajah itu dari benaknya.

“Apa yang aku pikirkan? Aku gak akan pernah melamuni hantu cabul itu,” katanya dalam hati.

Lyla menoleh melewati bahunya, melihat rambut Bhela. Gadis itu sudah terbaring pulas. Jadi Lyla pun berusaha untuk cepat-cepat tidur, merasakan dengkuran Momon yang membuatnya nyaman.

Tak lama kemudian, kesadarannya jatuh.

Ia pun tertidur juga.

*Shrk shrk shrk*

Suara samar-samar langkah kaki di atas rumput terdengar. Kalau saja Momon tak membangunkannya dengan panik, Lyla tak akan mendengar suara itu di tengah malam yang buta ini.

*Ckleek*

Selanjutnya, suara jendela terbuka. Lyla pun menjadi waspada, berusaha membangunkan matanya yang berat.

Jantungnya berdebar kencang. Ia bisa mendengar bisik-bisik orang yang masuk melalui jendela dengan hati-hati.

Di balik selimut tidur, tangannya di genggam erat. Kemudian Lyla bisa mendengar bisik Bhela di sebelah telinganya:

“Lari ke arah pintu!”

Lyla tak berani mengulur waktu. Diam-diam tubuhnya merosot dari kasur, berusaha untuk menggapai ke arah pintu.

Tapi kemudian ia mendengar suara langkah berat yang membuatnya panik. Lyla menoleh ke belakang, melihat dua sosok pria yang menutupi wajah mereka berlari untuk menangkapnya dan Bhela.

Sontak Bhela melempar selimut dan benda yang ada di dekatnya. Tapi salah satu penyusup menerobos dan menerjang cepat ke arah Lyla.

“LYLA, LARI!!!" teriaknya keras, berusaha sebisa mungkin agar anggota keluarga yang tengah tidur bisa mendengar suaranya.

“Tangkap anak itu!” perintah salah seorang penyusup ke temannya.

Lyla kalah cepat. Ia hanyalah gadis biasa yang tak memiliki talenta sebagai kelas petarung. Bagaimana mungkin ia bisa mengalahkan kegesitan seorang pria dewasa yang berani menyusup ke kediaman keluarga besar seperti Malikh?

Setelahnya, dua gadis itu tak bisa berbuat apa-apa. Dua penyusup itu menutup mulut mereka dan menempelkan dagger sebagai peringatan untuk tak berteriak.

Mata Lyla dan Bhela ditutup dengan kain hitam. Tangan dan kaki mereka pun juga diikat. Setelahnya baru dua penculik itu pergi lagi lewat jendela tempat mereka masuk, sambil membawa tubuh gadis yang meronta-ronta mencoba melepaskan diri.

Tuing-tuing-tuing-tuing!!!

Momon hanya bisa melompat-lompat panik melihat Lyla dan Bhela diculik dua orang tak dikenal. Dalam kepanikannya, Momon hanya bisa menggelinding dan melompat keluar jendela, mengikuti dua penculik itu dari belakang.

Di kediaman Keluarga Yashura, di sebuah kamar.

Shira tengah tertidur sambil memeluk bantalnya, air liurnya mengalir di sudut bibirnya yang sedikit membuat celah.

Tiba-tiba saja, matanya terbuka. Shira terbangun. Di benaknya, ia melihat dunia berputar-putar. Ia tahu Momon tengah bergelinding di rumput yang basah.

Dan samar-samar dari pengelihatan Momon, Shira menangkap dua sosok yang tengah membawa dua gadis terikat.

***

<<PREVIOUS CHAPTERNEXT CHAPTER>>