Spirit Conductor: Book 2, Chapter 46



Chapter 46 - Atribut Wisdom dan Elemen Kabut Ungu

Pada umumnya, jumlah poin yang didapatkan petarung setiap kali naik level beragam, bisa dari satu poin hingga belasan poin per level, tapi sudah ketentuan umum kalau lima poin per level sudah menjadi patokan jumlah normal. Setelah itu, petarung bisa menaikkan status mereka; strength, agility, dexterity, wisdom, endurance, dan intelligence.

Semua orang tahu, menaikkan level dengan cara bertarung melawan monster dan hewan buas berkesempatan mendapatkan attribute point lebih banyak ketimbang mengandalkan ramuan dan item-item lainnya.

Tapi situasi Shira berbeda. Ia menyerap bukan energi dari mana sphere monster yang ia kalahkan, melainkan menyerap energi afinitas elemen kabut ungu yang ada di pecahan arwah hewan buas di patung singa Keluarga Yashura.

Pada saat ia naik level, Shira awalnya tak bisa merasakan adanya perbedaan attribute point yang ia bisa rasakan lewat kesadarannya. Karena prosedur yang tak biasa, Shira awalnya mengira ia tak mendapat attribute point setelah naik lima level.

Yang memberitahunya kemudian kalau ia memiliki 47 attribute point yang tak terpakai adalah Kabut Ungu. Ia mengatakan sebelum menjadi Spirit Conductor, tubuh Shira belum mampu terbiasa dengan afinitas elemen kabut ungu, jadi wajar saja jika ia tak menyadari 47 poin itu tergeletak di tubuhnya begitu saja.

Saat itulah Shira berencana menyimpan dulu attribute point-nya. Dan Kabut Ungu juga waktu itu berkata bila Shira memutuskan untuk menggunakan poin-poin itu, Kabut Ungu menyarankan setidaknya menaikkan atribut wisdom hingga mencapai sekurang-kurangnya 50 poin.

Awalnya ia ingin menyimpan poin ini sampai ia bisa mengetahui jenis teknik pedang yang ia bisa pelajari dari Kakek Lharu.

Tapi rupanya situasi yang mendesak, memaksa Shira untuk mengambil keputusan.

Skill-skill yang diberikan Arwah Baik Hati tak banyak membantu saat ini, Shira ingin menggunakan taktik mengecoh seperti saat ia mengusir patroli yang membantu para penculik tadi.

Jadi yang ia bisa harapkan sekarang adalah menghabiskan attribute point-nya untuk menaikkan atribut wisdom-nya setinggi mungkin. Karena, seperti yang Kabut Ungu katakan sebelumnya, perkembangan wisdom berbanding lurus dengan pemahaman Shira tentang afinitas elemen kabut ungunya.

“Dengan wisdom yang memumpuni, Master bisa lebih memahami elemen kabut ungu sekaligus objek yang ingin Master buat. Selain itu, jika Master memahami anatomi manusia lebih lanjut, proyeksi orang-orangan akan lebih stabil ketimbang yang Master buat tadi,” kata Kabut Ungu menjelaskan.

“Kenapa gak bilang dari tadi. Kalau tau begitu mending sekalian aku bawa buku dari perpustakaan tadi.”

Saat ini, Shira tengah bersembunyi di balik pohon berbatang lembap dan tebal. Posisinya sekitar dua puluh meter dari Momon, yang juga tak jauh dari dua penculik yang tengah berhenti dan mendiskusikan sesuatu.

Shira memanfaatkan waktu yang mereka gunakan berdiskusi untuk memulihkan kembali mana-nya yang hilang setelah membuat proyeksi beberapa petarung sebelumnya.

“Jika aku mengurangi durasi proyeksiku, seharusnya aku bisa membuat lebih banyak lagi proyeksi yang lain,” kata Shira dalam hatinya.

“Jika Master yakin bisa mengalokasikan mana secara efisien, seharusnya hal itu bisa dilakukan. Tapi saat ini Master belum beradaptasi dengan elemen kabut ungu. Aku khawatir akan banyak mana yang terbuang sia-sia jika Master kurang hati-hati sedikit saja.”

“Aku gak melihat ada rencana lain dengan kemungkinan yang lebih tinggi. Aku gak mungkin terjun dan melawan mereka seperti pahlawan di dongeng-dongeng, bukan? Aku pasti mati kalau bentrok dengan mereka.”

Ini bukanlah seperti saat Shira latihan di gunung melawan hewan-hewan buas yang tak memiliki inteligensi seperti manusia. Musuh yang Shira hadapi adalah petarung berpengalaman.

“Kalau begitu aku akan berusaha membantu mengarahkan beberapa titik aliran mana ke saluran yang benar. Seharusnya akan sedikit membantu kualitas proyeksi kabut ungu yang Master buat nanti.”

“Terima kasih, Kabut Ungu,” kata Shira.

Sekitar lima menit berlalu, mana potion yang Shira minum tadi sudah meregenerasi kembali mana Shira. Sekarang ia siap memulai rencananya.

Tetapi belum ia mengalirkan mana-nya, dua penculik itu bergerak lagi, masing-masing membawa Bhela dan Lyla. Tapi anehnya, mereka malah berpencar ke arah yang berbeda.

“Apa yang terjadi? Apa mereka sudah menyadari kehadiran Master?” kata Kabut Ungu kebingungan.

“Kalau itu terjadi mereka pasti datang ke arahku,” balas Shira sambil tersenyum masam.

“Apa mereka hanya sekedar curiga saja?”

Shira menggeleng-geleng. “Aku yakin pasti karena masalah sepele.”

“Sepele? Master yakin?”

“Yap. Aku sendiri sudah gak tau arah pulang.”

“Maksudnya?”

“Daripada bahas hal gak penting ini lebih baik berikan aku saran tolong siapa dulu. Bhela atau Lyla?”

“Lebih baik menolong Lyla dulu. Bukannya Master memiliki perasaan pada gadis itu?”

“Dibilang begitu gak benar juga.”

“Bukannya Master memiliki perasaan yang gak nyata pada gadis itu?”

Shira hanya diam digoda oleh Kabut Ungu. Ia kemudian memutuskan untuk memerintahkan Momon lewat saluran mental yang terhubung untuk mengikuti penculik yang membawa Lyla, sedang ia sendiri akan menyelamatkan Bhela terlebih dahulu.

“Jika aku berhasil menolong Bhela aku akan mendapat bantuan untuk menolong Lyla nanti. Dari yang kulihat sejak tadi sepertinya penculik itu gak bakal berbuat yang aneh-aneh pada Lyla.”

Shira sempat menguping percakapan dua orang itu lewat Momon. Jadi ia mendapati kalau penculik yang membawa Lyla memiliki karakter lebih dewasa dan bisa menahan diri ketimbang penculik lain.

Setelah itu ia mengejar lagi penculik yang membawa Bhela. Karena menggendong Bhela, gerakan penculik itu melambat dan mudah sekali mengejarnya kembali.

***

<<PREVIOUS CHAPTERNEXT CHAPTER>>