Spirit Conductor: Book 2, Chapter 48



Chapter 48 - Teknik Kabut Ungu Purple Garden Sect?

“Hahaha...”

“Hhahahaha!”

“HAHAHAHA!!!”

Saat malam gelap sudah membiarkannya berlari seorang diri, barulah pria itu melepaskan tawa puasnya. Di tangannya, kantung berisi koin emas bergemericing riang seraya ia berlari setengah melompat-lompat.

Ia tak menyangka melepaskan gadis yang harusnya ia culik malah membuatnya mendapatkan uang yang lebih banyak. Apalagi, ia tak perlu membagi uang ini kepada rekannya. Ia malah tak henti-hentinya bersyukur sudah berpisah dengan rekannya tadi.

Di balik rimbunnya semak belukar dan pekat malam siluetnya bersembunyi. Wajahnya masih ada tawa yang terlihat sepertinya kehilangan akal. Penculik itu pun berhenti di tempat persembunyiannya, duduk, dan melihat kembali koin emas di kantung tersebut.

Ia meraup koin-koin emas itu dengan tangannya. Tawanya semakin menggila lagi.

“Aku kaya!” katanya pada diri sendiri karena saking girangnya.

Saat ini, si penculik merasa dirinya adalah seorang yang dipilih oleh langit. Merasa pipinya baru dicium Dewi Fortuna. Merasa adalah orang yang paling beruntung di dunia ini.

Tapi siapa yang tahu, tiba-tiba saja koin-koin emas yang ada di tangannya sekejap berubah menjadi asap berwarna ungu.

“Oh no!” pekik penculik itu terkejut.

Asap berwarna ungu itu menipis menjadi kabut. Hingga tertelan dalam udara. Ia hanya bisa mencengkeram-cengkeram angin panik melihat kantung koinnya juga berubah menjadi kabut ungu.

“No no no no no oh mai gad noooooo!!!”

Kenapa bisa jadi seperti ini?

Apakah dewa sudah tak lagi memandang ke arahnya?

Mempermainkannya?

Penculik itu pun jadi galau. Tapi dalam kegalauannya, ia tak menyadari ada sosok yang berjalan pelan ke arahnya, dari gelap malam.

Sosok itu, dengan sekali ayunan tangan, langsung mengeluarkan mana dan menargetkannya pada si penculik.

Sontak lidah api muncul di punggung penculik itu.

*buuzzz*

Dalam hitungan detik lidah api itu menjalar menelan seluruh tubuh si penculik. Ia melompat, merasakan seluruh kulitnya terbakar hangus dalam sekejap.

“NNOOOOOOO!!!”

Penculik itu meraung saat tubuhnya dibungkus kobaran api. Bau daging hangus mencekik udara. Pria yang terbakar itu pun berguling-guling di tanah mencoba untuk memadamkan api yang melahapnya, tetapi usahanya sia-sia saja.

Kobaran api bercahaya di tengah pekat malam. Cahaya jingga yang terangnya mengungkap wajah sosok yang menyorot mata dingin orang yang terbakar di depannya.

Sosok itu, lengkap dengan keriput dan tatapan murkanya, adalah seorang nenek.

Jika seorang Mage mencapai level atau pengalaman tinggi, maka mereka akan mengetahui kalau elemen api sebenarnya adalah atribut yang hidup. Jika diteliti dan dijelajah lebih lanjut, seseorang bisa membuat skill menyembuhkan dari elemen api.

Dan inilah yang dilakukan oleh nenek ini. Dalam kobaran api, setiap beberapa detik, ia menyembuhkan dan meregenerasi kulit si penculik yang terbakar ini dengan skill berafinitas elemen apinya.

Kulit yang beregenerasi itu, tentu saja akan membuat kembali jaringan-jaringan saraf yang berfungsi untuk merasakan sakit. Jadi setiap kali api membakar habis jarinngan saraf tersebut, penculik itu akan mati rasa oleh panasnya api, dan saat itulah nenek itu akan membuat kembali kulit si penculik.

Hal itu tentu saja bukan untuk menyelamatkan orang yang dibakarnya ini. Melainkan untuk membuatnya merasakan rasa terbakar terus dan menerus!

“Noooooo....” tekad hidup si penculik itu sudah musnah, suaranya memelan, tetapi siksaan api yang melahapnya tak kunjung mereda. Kejadian ini benar-benar memilukan, namun kilatan dingin dan kejam di mata si nenek pun tak padam juga.

“Sari, kamu berlebihan lagi,” suara tua lembut, setengah mengeluh, terdengar dari tirai malam.

Nenek itu tak menoleh, tapi ia tahu kehadiran ini adalah orang yang paling ia kenal seumur hidupnya yang panjang ini.

“Lharu, apa yang kamu lakukan di sini?” tanyanya dengan mata tak menoleh dari penculik yang ia bakar.

“Aku mengikuti Shira untuk memastikan dia melakukan tugasnya sebagai cowok dengan benar,” kata Kakek Lharu, nadanya setengah bercanda dan setengah serius.

“Dia sudah menyelamatkan Bhela. Tapi langsung bergegas untuk mengejar Lyla,” Nenek Sari menghembuskan napas panjang, kemudian meledakkan tubuh si penculik yang hampir menjadi arang.

Kakek Lharu terdiam melihat Nenek Sari berwajah sedih.

“Ada saja yang berniat buruk pada keluargaku. Orang ini, dengan beraninya sudah meraba-raba tubuh cucu buyutku.”

“Aku yakin dia sudah menyesal sekarang,” kata Kakek Lharu tersenyum masam. “Apa kamu gak menolong Bhela? Dia sendirian gak tau arah pulang sekarang.”

Nenek Sari menggeleng membalasnya. “Tunggu sebentar lagi. Aku ingin Bhela mengalami hal ini sedikit lagi. Jadi nanti kedepannya, dia gak akan tumbuh menjadi wanita yang lemah.”

Kakek Lharu tahu penculik yang menyusup kediaman Keluarga Malikh tak akan lepas dari pengawasan Nenek Sari. Ia bahkan bisa membunuh mereka saat dua penculik itu menganjakkan kaki di halaman Keluarga Malikh.

Tetapi Nenek Sari hanya mengawasi saja. Ia ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk mengajarkan dua gadis yang paling ia sayangi ini buasnya dunia nyata.

Nenek Sari tak akan hidup selamanya. Di masa depan ia tak akan bisa mengawasi Bhela dan Lyla. Jadi penting baginya untuk membuat mereka sadar apa artinya menjadi seorang wanita di dunia yang menganut hukum rimba sebagai pondasi peradabannya.

Tentu saja jika penculik itu berlebihan, ia akan dengan ganasnya keluar dan membunuh mereka di tempat. Tapi yang paling parah yang dilakukan penculik tadi adalah meraba diam-diam dada dan pantat Bhela.

Menggertakkan giginya geram, Nenek Sari hanya bisa diam dan bersembunyi mengawasi. Ia ingin sekali keluar saat itu, tapi ia menyadari ada orang lain yang mengejar dua penculik yang ia awasi, Nenek Sari mengurunkan niatnya.

Orang lain itu tentu saja adalah Shira.

Shira, sebagai tunangan Bhela yang dipilih oleh cucunya, tentu saja menarik perhatian Nenek Sari. Terutama setelah mendengar cerita dari Kakek Lharu kalau Shira sedikit istimewa. Ia ingin melihat bagaimana pemuda itu menyelamatkan dua gadis kesayangannya.

Tapi semakin lama ia melihat Shira mengejar dan tak bertindak, semakin lama Bhela dihina oleh penculiknya, ia menjadi semakin tak sabaran.

Nenek Sari ingin bertindak, tetapi ketika melihat Shira menuntun patroli yang bersekongkol dengan dua penculik tadi pergi, Nenek Sari pun menjadi terkejut luar biasa.

“Oh, iya Lharu. Mengapa kamu gak bilang padaku kalau anak itu menguasai teknik kabut ungu milik Purple Garden Sect?”

“Hehe, kalau itu aku juga gak tau,” kata Kakek Lharu menggelengkan kepala pasrah. Dengan tangan di balik punggung, ia berjalan ke dekat penculik tadi di bakar.

Kakek Lharu membungkukkan badannya, tangannya meraih ke tanah, dan memungut sekeping emas.

“Tapi ada satu hal yang pasti aku tau,” katanya kemudian memandangi koin emas, yang kemudian pun berubah menjadi kabut ungu yang tertiup angin.

“Apa itu?”

“Kabut ungu ini bukan teknik rahasia Purple Garden Sect,” kata Kakek Lharu yakin. “Ada alasannya kenapa Purple Garden Sect diisi cewek-cewek dan tante-tante cakep. Hanya cewek dan tante tercakep dan terelite lah yang bisa menguasai teknik rahasia kabut ungu itu. Bagi cowok seperti aku dan Shira, kesempatan untuk mempelajarinya adalah nol besar. Itu kenapa Purple Garden Sect gak pernah menerima murid cowok sampai saat ini.”

“Dari mana kamu tau itu?” Nenek Sari merasakan sesuatu yang ganjil dari ekspresi wajah Lharu.

“Ini, uhuk-uhuk...” Kakek Lharu pura-pura batuk karena merasa canggung. “Aku pernah penasaran dan iseng membeli informasi dari organisasi ‘itu’.”

“Organisasi ‘itu’? Maksudmu organisasi Liberators, yang dulu tempat kumpul Ghalim, Jhuro, dan teman-teman mereka?”

“Yap! Yap, Liberators yang ‘itu’!”

Kakek Lharu mengangguk-angguk keras.

Saat Nenek Sari memerhatikan wajah Kakek Lharu, rasa sedih dan khawatir terlintas di benaknya. Tapi ia tahu kalau Kakek Lharu tak menyukai seseorang menanyakan soal masalahnya.

“Lharu, sepertinya kamu kelelahan. Aku akan mengawasi Shira, beristirahatlah,” kata Nenek Sari.

“Aku masih harus mengawasi bocah itu lagi,” kata Kakek Lharu serius. “Kalau dia kabur aku yang akan secara pribadi menendang pantatnya lagi!”

“Kalau begitu ayo kita menyusul Shira. Barangkali ia sudah berhadapan dengan penculik yang membawa Lyla.”

“Kamu duluan. Aku akan membersihkan sisa ulahmu ini,” katanya sambil melihat sisa-sisa abu si penculik yang Nenek Sari bakar.

Nenek Sari juga melihat sisa abu tersebut. Tapi ia hanya acuh tak acuh. Tak ada yang peduli soal abu penculik ini sekarang. Apalagi untuk karakter tinggi seperti mereka berdua, tak ada alasan untuk khawatir soal ini.

Namun Nenek Sari tetap melangkah pergi terlebih dahulu. Kakek Lharu melihat sosoknya menjauh tak lagi terbasuhkan cahaya bulan.

Ia kemudian menoleh ke arah rerumputan. Ia membungkuk lagi, dan memungut satu-satunya koin terakhir yang tersisa.

Sambil melihat dekat koin itu, ia mengingat pertarungannya melawan seorang wanita saat ia muda dulu. Wanita itu, lima tahu lebih tua darinya, adalah Sect Master dari Purple Garden Sect sebelumnya.

Wanita itu dulunya belum menjadi Sect Master, tetapi reputasinya sebagai wanita yang mengerikan sudah melebar ke sudut benua.

Ia mengingat kembali dulu perkara tentangnya dengan adik seperguruan wanita itu yang membuat si mantan Sect Master marah besar hingga sampai-sampai tiga kali mencoba untuk membunuhnya.

Lharu yang berusia tiga puluhan sangat dekat dengan murid Purple Garden Sect yang masih berusia delapan belas tahun. Publik tak banyak yang tahu, kalau murid-murid Purple Garden Sect dilarang memiliki hubungan asmara dengan lelaki mana pun, kecuali jika sekte menikahkan mereka demi urusan politik. Terutama untuk gadis berbakat yang memiliki talenta elite dan jenius, hubungan asmara sangatlah tabu bagi mereka.

Lharu dan gadis itu tentu saja sembunyi-sembunyi menjadi sepasang kekasih. Suatu hari, gadis itu hamil. Ia panik, takut dibunuh oleh gurunya jika ketahuan. Jadi ia menceritakan rahasianya kepada kakak seperguruannya yang paling ia percaya.

Saat mendengarnya, kakak seperguruan gadis tersebut mengamuk, bersumpah untuk membunuh Lharu!

Ketika itu Lharu belum terkenal, walau sudah mendapatkan julukan Pendekar Pedang Kidal, ia sama sekali belum menjadi bagian dari Moon Temple.

Orang-orang mengenal pertarungannya dan wanita itu sebagai sejarah. Bagaimana tidak, calon Pendeta Tinggi Moon Temple dan calon Sect Master Purple Garden Sect, walau sama sekali belum mendapatkan prestise puncak mereka, pertarungan tersebut tetap saja menggemparkan Benua Tiramikal!

Saat itulah Lharu merasakan kekuatan elite wanita Purple Garden Sect. Dengan menggunakan teknik kabut ungu, walau sehebat apa pun gaya dan teknik pedang Lharu, ia sama sekali tak mampu menculik keunggulan satu kali pun dari calon Sect Master tersebut!

Barangkali, jika seorang Sepuh terhormat Purple Garden Sect tak secara misterius memaafkan Lharu ketika mendengar, ia adalah anggota keluarga yang sama sekali tak dikenal bernama Yashura, ia akan mati waktu itu.

Lharu pun tak lagi diincar, dan kekasihnya juga dimaafkan walau harus menanggalkan statusnya sebagai murid Purple Garden Sect. Mereka hidup bahagia sesaat, sampai kekasihnya meninggal saat melahirkan bayi mereka.

Kakek Lharu mendesahkan napas panjang. Ia tak sempat merasakan keluarga, anak bayinya ia tinggalkan di Keluarga Yashura karena ia tak mampu mengurus anaknya seorang diri.

Ia juga mengingat waktu itu saat ia pulang ke Desa Badril, Sari yang satu tahun baru menjanda. Walau memiliki tiga anak di Keluarga Malikh, Sari memohon untuk dibawa pergi Lharu untuk berpetualang.

Ia mendesahkan napas panjang lagi, melihat ke arah Nenek Sari pergi. Mereka berdua meninggalkan keluarga dan anak mereka untuk berpetualang bersama, seorang duda dan janda, karena masa lalu hanya bisa saling memendam dan berteman dekat sampai saat ini.

Tiba-tiba poin emas yang ada di tangannya pun lenyap menjadi kabut ungu.

“Ah! Aku melamun lagi!” katanya menyalahkan pikirannya yang kemana-mana. Padahal awalnya ia ingin mengingat pertarungannya dengan mantan Sect Master Purple Garden Sect yang sebelumnya, malah melamun sampai mengingat-ingat kenangannya bersama Nenek Sari.

Ia pun menyusul ke arah Nenek Sari pergi, ia tersenyum mengingat masa lalu. Tetapi kemudian garis wajahnya berubah serius lagi, ia berpikir tentang kabut ungu yang dikuasai Shira.

“Saat aku melawan perempuan Purple Garden Sect itu, aku bisa merasakan benda yang dia buat dari kabut ungu adalah gak nyata hanya dengan merabanya. Tapi koin yang dibuat Shira terasa benar-benar nyata. Jika aku gak melihat dia membuat semua ini dari udara kosong tadi, barangkali aku juga bakal mengira semua koin itu adalah asli.”

Ia menyadari, cucu buyutnya menyimpan rahasia yang cukup dalam dari dunia.

“Dari mana, bocah ini mendapatkan kabut ungu itu?”

***

<<PREVIOUS CHAPTERNEXT CHAPTER>>