Spirit Conductor: Book 2, Chapter 52



Chapter 52 - Membunuh untuk Pertama Kalinya

*clank* *clank*

Dengan pedang pendeknya Tracker itu menangkis serangan dua Swordsman di sisi kiri dan kanannya. Betis kakinya menegang karena terlalu fokus menghindari di atas pijakan tanah yang licin. Sabetan pedang silih berganti membelah udara ingin menelan nyawanya, ia pun dengan susah payah membalas menyerang di bawah tekanan dua Swordsman.

Sabetan pedang itu, walaupun nampak tiranikal, tapi selalu ditangkis dan tak pernah mendarat di tubuh si Tracker. Rupanya Shira tak ingin mengungkapkan damage proyeksi kabut ungu yang sesungguhnya.

“Dodge rating-nya kayak anjing!” umpat Tracker itu dalam hati ketika Swordsman yang ada di kanan dengan mudahnya menghindari tusukan pedangnya.

Padahal gaya pedang yang ia kuasai sangatlah unik. Tracker itu yakin tusukan pedang yang ia asalah selama beberapa tahun ini sangatlah akurat dan sulit sekali dihindari. Dengan menyiapkan kuda-kuda mantap sebelumnya, menerjang dengan momentum yang mengejutkan, tusukan itu memiliki persentase tinggi untuk Critical Strike walau ia hanya menggunakan short sword. Senjata yang notabene mengorbankan damage dan akurasi untuk mendapatkan attack speed dan pertahanan yang lebih.

Tiga kali ia menggunakan gaya menusuk itu, setelah susah payah keluar dari tekanan serangan dua Swordsman asing, tiga kali pula ia gagal menyentuh musuh-musuhnya.

Tapi bukan itu yang membuatnya frustrasi. Fakta bahwa pemuda tadi yang menunggu kesempatan untuk menyerang benar-benar membuatnya gusar.

Tiga kali Shira menyerang, dengan sangat hati-hati dan sabar menunggu di setiap kesempatannya, ia pun berhasil tiga kali Critical Strike!

-86!!!

-99!!!

-102!!!

Tracker HP: 1158 / 1445

“Anjir!” Tracker itu mengeluarkan sebuah bola kertas dari sakunya, melemparkan ke tanah, dan—

*BOOFF*

Asap pekat berwarna biru muda tiba-tiba saja menyeruak dari bola kertas itu. Jarak pandang menyusut, semua orang yang di dalamnya hanya bisa melihat dua meter di depan.

Shira mengentakkan kakinya keras di tanah. Ia memang tak bisa melihat apa-apa di dalam asap pekat itu. Tapi ia tahu si Tracker juga tak akan bisa melakukan manuver yang mengejutkan.

Namun tetap saja ia masih merasa waspada. Tracker terkenal sering melakukan trik seperti ini untuk mengubah jalannya pertarungan. Seorang Tracker yang hanya bisa melihat satu cara dalam triknya adalah Tracker yang bodoh.

Dengan cepat Shira langsung melompat pindah posisi. Ia tak bisa melihat apa-apa dari ‘Mental Link’ dua Swordsman yang ia buat dari proyeksi kabut ungu.

*poof* *poof*

Samar terdengar suara dua Swordsman Shira sudah dikalahkan. Shira pun mengernyitkan dahinya tak puas.

“Dua proyeksinya sudah hancur, Master,” kata Kabut Ungu memperingati.

Shira terus mengambil langkah mundur. Ia keluar dari kabut asap itu.

Tiga, lima menit berlalu. Si Tracker masih berada dalam asap biru muda di depan Shira.

Pemuda itu gelisah. Kesempatannya tinggal sekali lagi.

“Kabut Ungu, aku ingin meniru Raja Hutan dengan ‘Conjure Image’!” seru Shira dalam hati.

“Apakah Master pernah melihatnya? Akan sulit untuk membuat proyeksi jika Master sendiri gak pernah melihat Raja Hutan,” ucap Kabut Ungu.

Benar juga. Shira selalu mendekam diri dalam rumah. Ia jarang mengenal lingkungan, jarang melihat orang-orang. Apalagi Raja Hutan yang pemburu desa pun hampir semua tak ada yang pernah melihat raja singa itu.

“Aku akan mencoba membayangkannya...” jawab Shira.

“Master, lebih baik mencari acuan yang lain. Raja Hutan adalah spesies monster elite berlevel tinggi. Aku khawatir mana Master gak bakal cukup untuk membuat proyeksi yang layak.”

“Buat saja. Korbankan semua status-nya yang penting kamu bisa menciptakan Raja Hutan dari ‘Conjure Image’.”

“Oke,” desah Kabut Ungu pasrah.

Saat asap tebal itu habis tertiup angin, barulah tampah seorang pria dengan pakaian berdaray sudah terkoyak. Ia mengukur kembali sosok Shira dengan sorotan mata dingin.

Seorang pemuda dengan wajah kekanakan, berperawakan lemah dan sama sekali tak membuat seseorang merasa waspada ketika melihatnya. Tapi pemuda inilah yang membuat tiga luka di tubuhnya, serta yang membuat skill aneh yang membuatnya kewalahan.

“Apa kamu seorang kelas unik?” tanya Tracker itu sambil mengerutkan dahi. Kelas unik di Desa Badril tak banyak, bisa dihitung dengan jari, dan ia sama sekali tak mengenal Shira.

Apa ia adalah murid sekolah dari desa luar yang datang kemari? Tanya si Tracker dalam hati.

Kalau memang begitu, ia harus membungkam bocah ini sebelum kekuatan yang ada di belakangnya bergerak untuk menghabisinya. Ia tak boleh main-main sekarang.

Tapi Shira malah menjawab dengan permintaan lain, “tolong lepaskan gadis itu. Jika kita damai aku akan menganggap kita gak pernah ketemu.”

Tracker itu hanya menggeleng-geleng sambil tersenyum.

“Aku gak bisa,” balasnya.

Cari damai? Ketika ia mengambil pekerjaan ini, menculik dua gadis dari bawah hidung Keluarga Malikh, ia tahu ia tak bisa mundur.

Walaupun ia dalam situasi seperti si penculik sebelumnya, diberi uang jauh lebih banyak ketimbang upah yang diberikan Pangeran Tatalghia, ia tak akan melepaskan gadis itu. Walau akan banyak kesempatannya untuk lari ke luar desa, ia tak akan pernah berani berpikir demikian.

Tracker itu—tak seperti penculik sebelumnya—tahu semenjak seorang senior dengan kelas Tier 3 datang di Desa Badril, Keluarga Malikh tak akan terbendung lagi. Mereka sekarang tak perlu takut pada siapa-siapa lagi. Jika identitasnya ketahuan, cepat atau lembat ia akan jatuh pada tangan Malikh dan pada saat itu si Tracker yakin tak akan ada yang bisa membantunya.

“Aku akan memberikan kompensasi,” kata Shira kemudian.

“Tetap gak bisa,” tapi Tracker itu masih menggelengkan kepalanya.

Shira tahu ia akan gagal membujuk Tracker ini. Tentu saja karena dua alasan. Pertama, Shira tak mampu menciptakan situasi seperti sebelumnya yang menekan si penculik memilih keputusan yang diinginkan Shira. Kedua, karena Shira memiliki kesan kalau lawan yang tengah dihadapinya lumayan cerdas.

“Master, ‘Conjure Image’ sudah siap,” Kabut Ungu memperingati.

Shira mengangguk kecil, tapi si Tracker bisa melihatnya. Setelah itu pemuda tersebut mengambil kuda-kuda aneh. Sekilas terlihat, bahkan oleh orang awam, nampak kuda-kuda itu banyak sekali celah di pertahanannya. Tak mantap menginjak tanah, energi yang beredar di tumpuan tubuh menjadi tak keruan. Jika saja lawannya adalah petarung dengan kelas tipe frontal, ia akan meremehkan kuda-kuda Shira.

Tetapi Tracker itu berbeda. Ia jenis orang yang mengandalkan trik untuk memenangkan atau kabur dari pertarungan. Sudah nalurinya untuk memikirkan taktik apa yang akan digunakan oleh musuhnya. Ia sama sekali tak peduli pada kuda-kuda Shira.

Tetapi yang terjadi malah membatnya kesal. Dengan kuda-kuda amatiran begitu, pemuda di depannya malah menyunggingkan sudut bibirnya meremehkan, menggerakkan jemarinya sebagai tanda provokasi dan berkata:

“Sini kalau berani!”

Tracker itu malah jadi terkikik sekaligus mendengus ringan. Apalagi trik yang akan digunakan bocah ini?

Akan memalukan bila seorang senior sepertinya mengabaikan provokasi bocah seperti Shira. Walau ia tahu bakal jatuh pada taktik Shira, tetapi si Tracker lebih memilih untuk datang membalas provokasinya.

“Dengan ini aku akan melihat kalau kamu beneran jago atau gak!” Tracker itu menerjang, mengerahkan semua kemampuannya.

Shira menarik napas dalam-dalam. Paling untung bila Shira melawan secara frontal petarung berlevel 20an adalah mengelak terus menggunakan ‘Water Flowing Style’-nya hingga stamina habis.

Tapi masalahnya, jika stamina-nya habis, apa yang harus dilakukannya? Melawan manusia tidak seperti melawan gorila yang tak memiliki inteligensi tinggi, Shira akan mati jika kehabisan stamina-nya di sini.

Tapi di sisi lain, pemuda itu tak bisa mundur. Jika saja Shira memperlihatkan kalau ia menjadi kecut sekarang, momentum yang ia buat semenjak tadi akan runtuh begitu saja. Kesempatan yang terbuang tadi akan menjadi sia-sia.

Mereka pun berhadapan lagi. Shira tetap diam di tempat menunggu serangan musuh dengan kuda-kudanya yang aneh.

Gaya pedang Tracker itu pun tak konvensional. Ini adalah gaya bertarung jalanan, tangkas dan licik. Dan melihatnya mendekat, Shira sama sekali tak goyah.

*wiiish*

Dari dekat bising logam tipis pedang yang membelah angin jelas terdengar. Dengan sigap Shira menggerakkan kakinya, mengganti pijakan, dan melompat kecil ke arah samping kanan dengan mudah. Gerakan itu terlihat sederhana jika dilihat dan dijelaskan. Namun sebenarnya, dari sudut serangan si Tracker dan dari posisi Shira menghadap, hanya dengan kuda-kuda dengan sifat mengalir seperti ‘Water Flowing Style’ lah Shira bisa melakukannya.

Belum selesai Tracker itu menarik kembali ayunan pedangnya yang gagal mengenai Shira, pemuda itu langsung melancarkan tangan kanannya yang menggenggam erat pedang besi.

Tracker tersebut, tanpa rasa panik, memperhatikan gerik nyeleneh Shira semenjak tadi dan langsung saja merespons serangannya.

Tetapi yang Shira malah menarik kembali pedangnya yang sudah setengah jalan. Tracker itu terkejut, refleks gerakan menghindarnya menjadi kacau. Apa yang bocah ini lakukan?

Shira, dengan langkah lebar dan cepat, berlari memutari tubuh musuhnya.

Apa yang ia lakukan? Shira hanya iseng saja. Ia menarik kembali serangannya, sengaja bertingkah demikian untuk mengunci perhatian si Tracker penuh pada dirinya.

Setelah menarik serangannya, ia memutari musuhnya, membuatnya bingung sejenak. Namun dalam waktu satu-dua detik itu, Tracker itu akan terbangun dari bingungnya. Dan karena Shira tak mengambil kesempatan untuk menyerang, tentu saja secara refleks Tracker itu mengambil giliran utnuk mengerahkan serangan ke dua.

Tetapi belum sempat ia menggerakkan otot tangannya untuk menusuk Shira dengan short sword-nya, sebuah kabut ungu muncul di belakangnya yang tak ia sadari.

Kabut ungu itu cepat mendapatkan wujudnya: seekor singa dengan tinggi dua meter lebih!

“RRAAAAAAAAAUUUNNG!!!”

Auman singa itu menggetar udara, memekikkan telinga.

Si Tracker yang hanya sekitar tiga meter darinya, bisa merasakan jantungnya melompat karena saking kagetnya. Ia terlalu terpaku pada gerak-gerik aneh Shira, terlalu fokus untuk menyerang, yang membuatnya jantungnya tak bisa mempersiapkan diri. Siapa saja yang mengidap penyakit jantung pasti akan langsung mati di tempat bila mengalami hal itu.

Sontak saja ia menoleh ke belakang, tak peduli dengan Shira lagi. Secara refleks pula ia menusukkan tangannya yang memegang pedang pendek ke depan, menusuk hidung singa raksasa itu hingga menembus ke dalam otaknya.

*poof*

Singa raksasa itu lenyap di telan angin. Sedang Tracker tersebut masih menganga karena syok.

Sayangnya, belum sempat ia mengeguhkan dirinya, sebuah rasa perih yang tak terhingga merasuki tubuhnya.

Dengan tangan kirinya Shira mendorong bokong gagang pedangnya yang pendek, hingga bisa menyusup mantap di antara sela rusuk punggung dan tulang scapulanya.

Tusukan yang menembus jantung.

Si Tracker itu pun, dalam rasa sakitnya yang ia sendiri tak bisa tahan, langsung merasakan detak jantungnya berhenti.

Deadly Strike.

Tracker HP: 321 / 1445...

Tracker HP: 17 / 1445...

Tracker HP: 0 / 1445

Pergelangan kakinya melemas, tubuhnya jatuh berlutut, dan ambruk begitu saja.

Dalam satu serangan yang menentukan, Shira menghabisi nyawa penculik ini.

Pemuda itu mencabut pedangnya yang menancap di punggung musuhnya yang mati. Ia baru pertama kali membunuh, hatinya menjadi kacau. Untuk pemuda yang sangat sedikit melihat dunia sepertinya, walaupun mentalnya sudah berusia puluhan tahun berkembang di lautan aneh waktu itu, tetap saja membunuh manusia membuatnya merasa bersalah.

“Master, jangan dilihat lagi. Dia sudah mati. Yang memilih untuk meneruskan pertarungan bukanlah Master,” kata Kabut Ungu menenangkan hatinya yang resah.

Shira mengusap-usap matanya, menarik napas dalam, kemudian berkata pada dirinya sendiri, “sebaiknya aku mengubur mayatnya nanti.”

Ia berbalik dan melangkah pergi. Mayat mati bisa menunggu, tetapi lewat Momon dan saluran ‘Mental Link’-nya Shira bisa melihat Lyla yang menangis tersedu-sedu.

***

<<PREVIOUS CHAPTERNEXT CHAPTER>>