Spirit Conductor: Book 2, Chapter 54



Chapter 54 - Ayo Kita Pulang

Suara katak dan serangga lain mengisi suasana malam.

Tubuhnya menggigil. Baju tidur berkain tipis yang Lyla kenakan sama sekali tak bisa membendung dinginnya angin malam.

“Di mana jalan kembali ke desa?” tanya Lyla kepada Momon.

Tentu saja Momon tak menjawab. Tapi ia mengerti ucapan Lyla.

Tuing.

Momon pun melompat. Menggelinding masuk ke dalam semak belukar yang bertiraikan gelap malam.

“Momon!” Lyla panik, ia takut sendirian di sini. Tapi ketika melihat Momon tertelan gelap, ia mengurungkan niatnya untuk mengejar.

Lyla takut gelap. Tapi ia juga takut sendirian. Kegelisahan menyelimuti hatinya, dia berbisik pelan dan memanggil Momon kembali.

Tapi makhluk kecil berbulu ungu itu tak kembali.

“Momon...” panggil Lyla lagi.

*shreek shreeek*

Suara berisik dedaunan terdengar dari tempat Momon pergi. Lyla mengambil selangkah mundur, bersiap untuk kabur.

Bagaimana jika yang keluar adalah orang jahat lagi? Lyla hampir menangis lagi memikirkan hal itu.

Lyla menahan napasnya, ingin sekali bersembunyi. Suara itu mendekat, dan semakin mendekat...

Muncul lah sebuah sosok gadis yang tengah membawa bola berbulu ungu di kedua tangannya.

“Kak Bhela! Momon!” Lyla begitu lega dan bahagianya melihat mereka sampai-sampai langsung melompat ke pelukan Bhela.

“Lyla, apa kamu baik-baik saja?” tanya Bhela dengan nada cemas.

“Huuu huuu...” Lyla menangis sekencang-kencang di depan Bhela, mengangguk-angguk menjawab pertanyaan Bhela dan langsung menenggelamkan wajahnya di dada Bhela.

“Cup cup,” Bhela menepuk-nepuk lembut punggung Lyla yang gemetaran.

“Huuu... huuu... Kak Bhela, maafkan aku. Aku hampir—hiks—dibawa ke kasur oleh hantu cabul,” adu Lyla dalam isakannya.

“Apa?! Apa yang sebenarnya terjadi?” amarah langsung terbakar di dada Bhela. Matanya berkilat-kilat oleh hawa membunuh. Siapa yang berani menyentuh Lyla kesayangannya?

“Tadi si hantu cabul—hiks—dia menyelamatkanku dari si penculik, huuu... huuuu...”

“Terus mengapa kamu bilang dia mau membawamu ke kasur?”

“Karena ayahku bilang begitu, hiks,” jawab Lyla dengan polosnya.

“Ayahmu bilang begitu padamu?”

Lyla menggeleng-geleng, melihat wajah Bhela dengan matanya yang besar dan memelas.

“Ayahku bilang ke Kak Frane. Ayah bilang jika Kak Frane ingin membawa gadis ke kasur, dia harus menculik—hiks—menculik gadis itu dan pura-pura menyelamatkannya. Aku hanya gak sengaja menguping percakapan mereka.”

Mendengar hal itu, pancaran mata Bhela melembut. Ia segera tahu Lyla hanya salah paham, dan seseorang yang ia sebut sebagai hantu cabul benar-benar menyelamatkannya dari penculik itu.

“Huu... huuuu... aku gak mau tidur dengan laki-laki. Kak Bhela, selamatkan aku. Nenek Sari bilang jika aku tidur dengan laki-laki dia akan melakukan hal-hal jahat padaku. Huuu huuu...”

“Sekarang sudah gak apa-apa. Cup cup,” kata Bhela menenangkan lagi.

Tuing.

Momon yang terjepit di perut dua gadis itu melepaskan diri. Dengan matanya yang biru bulat Momon memperhatikan dua gadis itu saling menenangkan dalam pelukan yang hangat. Tentu saja, selama ini, mata Momon terhubung dengan ‘Mental Link’ Shira.

“Jadi mereka sudah bertemu dengan gak apa-apa,” kata Shira pada dirinya sambil menopangkan tubuhnya di pohon dengan tangan kirinya, sedang tangan kanannya masih memegang selangkangannya yang terasa berdenyut-denyut hampir terbelah.

“Syukurlah,” kata Kabut Ungu dalam benaknya.

“Yap. Aku yakin mereka bisa kembali dengan selamat. Walau ada sedikit salah paham. Tapi aku bersyukur semua berjalan baik-baik saja,” kata Shira sambil melanjutkan berjalan dengan langkahnya yang canggung.

“Semua berjalan baik-baik saja kecuali Master. Hihihi.”

Shira hanya tersenyum masam mendengar candaan Kabut Ungu. Ia hanya bisa mendesahkan napas dalam hati. Ia tak menyangka serangan Lyla akan separah ini.

“Master, dibelakangmu—”

Tiba-tiba Kabut Ungu berseru panik. Shira terkejut.

Namun belum sempat ia menoleh ke belakang, ia merasakan hantaman keras di pantatnya yang membuatnya terlempar lima meter ke depan, sampai jatuh berguling-guling dan tersungkur di tanah.

“Bocah khambing! Afha-afhan, kamu cowok apa cewek?”

Shira mengangkat kepalanya dan melihat Kakek Lharu sudah berdiri menatapnya marah.

“Cowok apa cewek? Tentu saja aku cowok. Aku sudah menyelamatkan Bhela dan Lyla dengan kemampuanku sendiri tapi tetap saja aku dimarahi,” bisik Shira untuk dirinya sendiri.

Shira merasa dizalimi. Berusaha atau tidak pantatnya tetap ditendang oleh Kakek Lharu.

Tapi Kakek Lharu bisa mendengar bisikannya. Kakek itu pun mendengus keras.

“Cowok sejati gak akan kabur dari ceweknya,” kata Kakek Lharu sambil memukul dadanya yang busung. Dia sudah tua tapi semangat mudanya selalu terbakar-bakar. “Terkadang kamu harus menciumnya sebelum semuanya terlambat.”

Shira hanya bisa memaksakan senyumnya dan menggeleng-geleng dalam hati. Sambil kesusahan ia mencoba bangkit, pantatnya berdenyut-denyut tapi yang depan masih lebih parah.

“Loh? Apa yang terjadi padamu?” Kakek Lharu bisa melihat postur berdiri Shira yang canggung.

Rupanya, Kakek Lharu dan Nenek Sari yang mengawasi Shira, tak mengikutinya ketika pemuda itu menyelamatkan Lyla. Jadi ia tak tahu apa yang terjadi di situ.

“Ceritanya panjang,” kata Shira sambil cekikik kecil.

“Beneran panjang ceritanya? Masa?”

“Gak juga sih.”

“Ayo kita pulang. Sendirian malam-malam begini ntar kamu bisa keculik,” kata Kakek Lharu.

“Aku keculik? Siapa yang mau menculik cowok sepertiku?”

“Kamu jangan meremehkan manusia jahat. Semenjak tadi ada yang mengikutimu dari belakang,” kata Kakek Lharu serius. “Kalau saja aku gak mengawasimu, kamu sudah diculik syaiton sejak tadi.”

“Idich! Sudah kubilang cyangan panggil akyu dengan sebutan ityu!” sebuah suara feminim terdengar kesal entah dari mana. Kemudian seekor kelelawar terbang ke arah bulan.

Shira tak bisa menahan mulutnya yang mangap.

“Kelelawar itu bicara. Apa dia monster elite?” tanyanya penasaran.

“Dia bukan monster elite. Tapi kalau dibilang monster sebenarnya gak salah juga.”

Shira terdiam mendengarnya. Kakek Lharu pun mendesahkan napas panjang.

“Ayo kita pulang...”

***

Kelelawar itu mengepakkan sayapnya. Di kegelapan malam, yang hanya tercerahkan cahaya tipis rembulan, matanya mencari-cari ke segala arah.

“Mas boy, di mana kamyu bercembunyi...”

Pangeran Edicha tak menemukan orang yang ia cari. Semenjak ia kemari pangeran itu ingin bertemu seseorang. Tapi orang yang ia cari selalu bersembunyi darinya.

Beberapa menit terbang di udara, ia pun melihat tiga sosok yang baru saja bertemu.

Seorang nenek yang semenjak tadi menunggu akhirnya bertemu dengan dua gadis yang nampak tersesat. Pangeran Edicha melihat seorang gadis yang riang langsung berlari dan melompat di pelukan nenek itu ketika mereka bertemu.

“Lyla, sekarang sudah gak apa-apa,” kata Nenek Sari menenangkan gadis itu.

“Huuu... huuu...” tapi Lyla hanya bisa menangis.

“Cup cup cup.”

Nenek Sari pun melihat ke arah Bhela, langsung tersenyum kepadanya.

“Kamu tetap tenang sejak tadi. Bhela, kamu gak mengecawakanku,” katanya.

“Terima kasih, Nek Sari. Tapi aku gak bisa berbuat apa-apa dari awal,” balas Bhela.

“Gak masalah. Selama kamu mengerti, gak masalah,” kata Nenek Sari dengan nada lembut.

“Nenek Sari, aku hanya bisa menangis. Apa itu artinya aku mengecawakan Nenek?” tanya Lyla sedih sambil melihat wajah keriput Nenek Sari dengan matanya yang bulat besar.

“Tentu saja nggak. Kamu dan Bhela, mulai sekarang, sudah mengerti apa artinya menjadi perempuan di dunia yang kejam ini. Aku akan melindungi kalian selagi aku bisa. Tapi sekarang aku sudah tua,” katanya dengan nada sedih.

Bhela mengangguk mengerti. Lyla menoleh-noleh melihat pasangan nenek dan cucu buyut itu.

“Aku akan berusaha sebisa mungkin untuk menjadi cukup kuat agar bisa mempertahankan diri,” kata Bhela penuh tekad.

Nenek Sari tersenyum. “Walaupun potensi kelas unikmu luar biasa, tetap saja sekarang kamu masih muda dan masih lemah. Gak masalah tapi. Aku akan secara pribadi mengawasi latihanmu mulai dari sekarang.”

Bhela mengangguk lagi. Dilatih setiap hari oleh seorang petarung Tier 3? Bhela dua bulan yang sebelumnya hanya bisa bermimpi hal ini.

“Bagaimana dengan Lyla? Apa Nenek Sari akan melatih Lyla?” tanya gadis kecil itu penuh harapan.

Tapi Nenek Sari menggeleng sambil melebarkan senyumnya pada Lyla. “Walau aku tau satu-dua hal tentang Alchemist, tetapi aku bukanlah guru yang tepat untukmu.”

Lyla merundukkan kepalanya kecewa. Nenek Sari pun mengangkat dagunya kembali.

“Lyla, apa kamu tau? Selain menjadi Alchemist aku juga berniat menjadikanmu seorang Rune Master?”

“Rune Master?” mata Lyla semakin berbinar-binar. Menjadi Rune Master, walau ia adalah Alchemist yang hebat, status dan ketenarannya berbeda sangat jauh. Jika Lyla menjadi seorang Rune Master yang hebat, ia akan membuat bangga semua orang terdekatnya.

Lyla melompat-lompat kegirangan. Momon yang dibawa oleh Bhela pun ikut melompat-lompat bersamanya.

“Nenek Sari, Rune Master sangat langka di sini. Apa nenek sudah menemukan guru yang cocok untuk Lyla?” tanya Bhela penasaran.

“Tentu saja. Selain seorang Rune Master, wawasannya juga sangat luas. Jadi mengajarkan hal-hal tentang Alchemist kepada Lyla gak bakal menjadi masalah,” jawab Nenek Sari.

“Apa gak apa-apa untuk Lyla belajar menjadi Rune Master?” Bhela tak bisa menahan keraguannya. Yang dibalas oleh kikikan kecil Nenek Sari.

“Aku tau apa yang kamu pikirkan. Jangan remehkan nenekmu ini. Jika kita bicara tentang Rune Master, aku tau seorang yang sangat hebat. Bahkan dia sangat hebat, semua orang seharusnya menyebutnya sebagai Rune Grand Master.”

“Rune Grand Master!” mendengar itu Bhela tak mampu menahan dirinya untuk menarik napas keras-keras. Rune Grand Master? Di Desa Badril bertemu Rune Master untuk orang-orang biasa saja sudah menjadi mimpi.

“Ya. Dia adalah Rune Grand Master dari Benua Tiramikal. Terbaik di antara yang terbaik. Tapi sayangnya besok dia akan pergi. Jadi Lyla harus menunggu.”

“Apa Nenek yakin Rune Grand Master itu akan bersedia menerima Lyla menjadi murid?” tanya Bhela lagi ragu. Ia masih tak percaya ketika mendengar kata Rune Grand Master.

“Tentu saja. Jika aku memintanya dia akan bersedia. Lagipula sekarang, berkatmu Bhela, dia punya alasan lain untuk menerima Lyla sebagai murid?”

“Berkat aku? Loh, kok bisa?”

“Karena kamu dan Shira menyatukan keluarga kita,” kata Nenek Sari lembut.

Lyla berkedip-kedip kebingungan. Tetapi Bhela mengerti maksud Nenek Sari.

Rune Grand Master, orang yang memiliki status salah satu yang berdiri teratas di benua ini, adalah seorang Yashura!

“Ayo kita pulang,” namun belum Bhela meredakan semangatnya, Nenek Sari mengajak mereka kembali pulang.

***

<<PREVIOUS CHAPTERNEXT CHAPTER>>