Spirit Conductor: Book 1, Chapter 6



Chapter 6 - Calon Murid Ketiga

Terlepas dari tatapan menakutkan orang tua itu, Shira membuka matanya dan kembali ke dunia nyata.

“Woi, woi, ada apa bocah? Kamu keringetan sekali. Habis mimpi ketemu setan atau kenapa?”

Arwah Baik Hati turun dari udara tepat ke hadapan Shira. Ia merasa aneh melihat wajah Shira setengah pucat dan bajunya sudah basah karena keringat.

“Gak kenapa-napa. Hari ini kayaknya aku gak dapet pencerahan.”

“Hmm? Pencerahan yang kamu bilang waktu itu?” Arwah Baik Hati mengingat Shira pernah mengatakan kalau ada suara aneh yang muncul di kepalanya. Dia mengatakan, suara tersebut kadang tak masuk akal, kadang berbicara aneh kepadanya, tapi kadang juga memberikan pencerahan kepada Shira tentang berbagai hal.

Yang paling penting dari pencerahan itu adalah cara untuk menaikkan level Shira. Tak ada yang tahu kecuali dia, kalau untuk menaikkan levelnya ramuan dan latihan melawan monster atau hewan buas tak berpengaruh sama sekali untuknya. Tapi karena entah mengapa Shira terus menerus merasa membutuhkan ramuan experience. Semakin banyak ia meminumnya, semakin ia merasa haus. Hal itu membuatnya merasa bersalah kepada ayahnya yang selalu mengirimkan ramuan, karena sampai sekarang levelnya tak mengalami kemajuan.

“Hei, apa perutmu terasa sakit?” tanya Arwah Baik Hati melihat Shira mengelus-elus perut bagian atasnya, di dekat lambung dan di bawah dada.

Shira mengangguk.

“Itu berarti mana sphere-mu terlalu cepat berkembang. Dia terkejut makanya sakit. Setiap kali kamu kumpulin energi kung fu, mana sphere-mu bakal jadi padat dilapisi energi air. Harusnya ada jeda setiap kamu latihan biar gak kerasa sakitnya, tapi mengingat kamu harus duel dua minggu lagi... apa boleh buat.”

“Aku tahu rasa sakitnya kalau mana sphere-ku terkejut oleh latihan skill yang Mas Arwah Baik Hati ajarkan. Tapi kali ini rasanya seperti tertusuk. Barusan juga aku menyelam saat meditasi dan melihat gerbang dengan kabut ungu. Sepertinya itu alam bawah sadar, kayaknya?”

“Hmph! Bocah, kamu terlalu banyak ngayal. Di alam bawah sadar, mana ada yang namanya gerbang berkabut ungu! Itu pasti kamu mimpi. Kalau perutmu rasanya tertusuk, itu kemungkin tiga hal. Pertama, kamu sedang sakit maag. Kedua, jiwamu terlalu lemah untuk ngedapetin pencerahan yang kamu bilang. Aku tahu dikit tentang pencerahan macem itu, jadi kusarankan kamu hati-hati buat ngedapetinnya. Terutama pas masa-masa kamu sedang remaja ini, jiwa yang belum dewasa terlalu rentan sama tekanan. Tekanan macam apa itu aku gak tau tapi begitu memang yang dibilang sama orang-orang. Yang ketiga... sepertinya kamu gak bakat sama ‘Water Flowing Style’. Kayaknya kamu itu ditendang sama skillnya, hahaha. Harus dicoba lagi itu,” walau arwah itu sedang bercanda, di dalam hatinya ia tak berani melihat kemungkinan ketiga.

“Sepertinya aku butuh istirahat dua hari,” kata Shira dengan suara lemah. “Kurasa proses ‘Water Flowing Style’-ku sudah sekitar 85%-90% untuk naik ke level 3.”

“Hehe, silahkan istirahat. Tiga atau empat hari pun masih sempet buat naikinnya sebelum duel nanti.”

Saat itu juga, sebuah cahaya biru membentuk mata muncul di dekat mereka. Cahaya itu selalu muncul setiap hari semenjak satu setengah bulan yang lalu. Gunanya, memonitor Shira dan melihat-lihat keadaan di sekelilingnya. Sebenarnya Shira tak masalah dengan cahaya itu. Tapi Arwah Baik Hati selalu geram setiap kali melihat cahaya biru tersebut.

“Kambing! Sudah kubilang jangan melakukan itu lagi! Apa kamu sudah tuli, heh?!” seru Arwah Baik Hati ke arah cahaya biru berbentuk mata itu. “Kuhitung sampai tiga. Kalau kamu gak tutup mata itu sampai hitungan ketiga, aku bakal ngebut dateng ke sana buat potong lehermu!”

“Satu!”

Mendengar Arwah Baik Hati mengucap kata “satu”, cahaya itu gemetar. Tak sempat arwah itu mengucap hitungan kedua mata itu sudah tercerai-berai cahayanya dan menghilang tertelan udara.

“Hmph! Dasar kambing! Niat bener curi Shira dari bawah hidungku!”

Mendengar omelan Arwah Baik Hati, Shira hanya bisa mendesah dan menggeleng-geleng kepalanya. Semenjak orang yang memanggil cahaya biru itu muncul satu setengah bulan yang lalu, emosi arwah tersebut selalu labil setiap saat.

Shira merasa hari-harinya terasa berbeda semenjak kunjungan Malikh waktu itu.

***

Baront Staterwind adalah seorang instruktur dari sekolah ternama di desa tingkat kedua. Sekolah itu bernama Blue Diamond. Walau Blue Diamond bukanlah sekolah ternama dan terkuat di benua Tiramikal, tak ada yang berani macam-macam dengan mereka, terutama di wilayah kerajaan East Tiramikal Kingdom tempat mereka tinggal ini. Sebenarnya tak ada yang takut kepada para ahli dan petarung dari Blue Diamond. Yang mereka takutkan adalah kekuatan yang melindungi sekolah itu dari belakang.

Blue Robe Acolyte Society sudah berdiri selama lima ribu tahun, namun sejarahnya sudah ada semenjak puluhan ribu tahun yang lalu. Fraksi ini adalah salah satu fraksi kuno yang memegang kekuatan di salah satu desa tingkat satu, sudah lama menjadi salah satu fraksi terkuat yang bisa disandingkan dengan kekuatan Eastern Tiramikal Kingdom.

Sekitar lima ratus tahun yang lalu, salah satu sepuh di Blue Robe Acolyte Society jatuh sakit dan kehilangan posisinya dalam fraksi tersebut. Namun bukan berarti ia kehilangan koneksi. Walau sudah tak lagi mampu menjadi anggota Blue Robe Acolyte Society, ia masih berteman baik dengan para sepuh yang lain dan kepala fraksi.

Tiga tahun setelah ia sembuh, ia memutuskan untuk membangun sebuah sekolah di salah satu desa tingkat kedua dan keputusannya pun didukung oleh teman-temannya di Blue Robe Acolyte Society.

Ia memberi nama sekolahnya Blue Shining Diamond, lalu mengubahnya menjadi Blue Diamond School, dan akhirnya menjadi Blue Diamond saja.

Hubungan Blue Diamond dengan Blue Robe Acolyte Society masih erat sampai sekarang. Itulah mengapa Blue Diamond, sebagai sekolah yang baru berdiri selama lima ratus tahun, sudah disegani di Eastern Tiramikal Kingdom. Bahkan di seantero Benua Tiramikal. Bukan hanya karena pertemanan antara pendiri sekolah dan petinggi fraksi itu, tetapi karena sekarang Blue Diamond dijadikan tempat untuk merekrut anggota untuk Blue Robe Acolyte Society.

Selama dua ratus tahun ini, banyak sekali murid dari kelas petarung dan para ahli yang bertalenta, tapi tak semua dari mereka memiliki kualifikasi utama untuk mendaftar di Blue Robe Acolyte Society.

Itu karena syarat pertama Blue Robe Acolyte Society, adalah si pendaftar harus bisa melihat dan berkomunikasi dengan arwah.

Lalu, tolak ukur untuk menunjukkan seseorang sebagai jenius di Blue Robe Acolyte Society bukanlah memiliki talenta level tinggi dan kelas unik, melainkan dapat berkomunikasi baik dan mampu menjalin hubungan erat dengan arwah.

Baront Staterwind adalah salah satu lulusan Blue Diamond dan semenjak ia keluar sekolah untuk mencari pengalaman, ia sudah menarik perhatian para sepuh di Blue Robe Acolyte Society. Itu karena ia berteman dengan seorang arwah pendekar pedang yang mati tiga ratus tahun yang lalu. Setelah ia masuk Blue Robe Acolyte Society, ia menjalin kontrak dengan arwah itu dan menjadi pelayan si arwah. Dengan demikian, ia dan arwah itu pun sudah menjadi bagian Blue Robe Acolyte Society dan dalam beberapa tahun namanya sudah menjadi tersebar luas di kerajaan ini.

Tetapi sayang setelah lima belas tahun berjaya, arwahnya mengalami kecelakaan ketika menjelajah reruntuhan dan melemah.

Akhirnya Baront Staterwind pun memiliki nasib seperti pendiri Blue Diamond, ia tak mampu lagi bertahan di Blue Robe Acolyte Society dan memilih keluar untuk menjadi instruktur di sekolah lamanya.

Karena reputasi lamanya dan selama sepuluh tahun ini selalu menghasilkan murid terbaik, Baront Staterwind selalu dihormati oleh orang-orang. Bahkan keluarga bangsawan yang memiliki hubungan dengan keluarga kerajaan seperti Blackwood pun masih merunduk hormat kepadanya. Tak ada yang berani macam-macam dengan tokoh seperti ini kecuali mereka benar-benar sudah kehilangan akal oleh nafsu mereka atau otak mereka sudah dikutuk menjadi bodoh.

***

Baront Staterwind awalnya hanya tertarik melihat temperamen Shira yang tenang dan statusnya yang aneh. Jadi setelah kunjungan Malikh waktu itu, ia mencari alasan untuk menginap selama tiga hari di kediaman Yashura. Rencana Staterwind waktu itu hanya untuk memperhatikan Shira dari dekat karena ia penasaran semata.

Tetapi sesuai berjalannya waktu, ia menyadari dua hal yang membuatnya takut dan tak berani sembrono selama tinggal di sini. Dan dua hal itu membuat rasa penasarannya tambah kuat dan sampai sekarang ia tak pernah menganjakkan kaki dari kediaman Yashura.

Salah satu dari dua hal itu, ia menyadari ada arwah super kuat yang mengikuti Shira setiap saat. Ia mengenal arwah itu semenjak kunjungan Malikh beberapa waktu lalu. Sampai saat ini, mengingat tatapan tajam arwah itu langsung membuat Baront merinding.

Tapi arwah itu selalu santai dan hampir setiap saat bercanda ketika berada di dekat Shira.

Lalu setelah Baront Staterwind mendapati guru misterius yang mengajarkan skill pasif dari water elemental affinity yang menambah dodge Shira adalah arwah itu. Rasa hormat dan takutnya kepada Keluarga Yashura semakin menjadi-jadi.

Baront Staterwind yang selalu merasa santai dan dihormati oleh keluarga-keluarga bangsawan ini merasa lebih kecil daripada debu di depan orang-orang Yashura. Terutama Shira.

Kali ini, wajah Baront Staterwind memucat. Ia sudah janji kepada kedua muridnya yang baru datang hari ini untuk mempertemukan mereka dengan calon adik seperguruan mereka. Tapi yang ia lakukan hanyalah menarik skill komunikasi jarak jauhnya, bola mata bercahaya biru, sebelum ia sempat meminta Shira untuk bertemu murid-muridnya.

“Jerrin, Merly, sepertinya Adik Shira sedang tak bisa diganggu sekarang. Mungkin dia akan kembali sore nanti. Jadi apa boleh buat, kita harus menunggu sampai dia kembali.”

Jerrin Yurin, seorang laki-laki di usia hampir tiga puluhan, hanya mengangguk. Ia adalah murid pribadi Baront Staterwind dan lulusan terbaik tiga tahun yang lalu. Ia sudah dipastikan akan masuk Blue Robe Acolyte Society namun belum menemukan arwah yang cocok untuknya. Memiliki pengalaman tiga tahun di luar sekolah membuatnya lebih dewasa dari sebelumnya. Jadi ia tak mempertanyakan ucapan gurunya sama sekali.

Tapi berbeda dengan gadis tujuh belasan di sebelahnya.

“Guru, mengapa harus kita yang menunggunya? Buat apa kita harus sopan di depan keluarga kecil seperti ini?” komplain gadis bertubuh mungil itu.

Baront Staterwind tersenyum masam. Hal ini sangat penting untuknya. Ia ingin merekrut Shira sebagai muridnya, dan mengajak dua murid pribadinya adalah untuk memperlihatkan niat tulusnya kepada Keluarga Yashura.

“Aku berniat menjadikannya adik seperguruan kalian. Dia punya potensi, jadi tolong Guru untuk sebentar,” bujuk Baront Staterwind, ia tak bisa terlalu memaksakan kepada gadis ini. Potensi dan statusnya hampir sama dengan Shira di mata Baront.

“Kalau dia niat menjadi murid guru, seharusnya dia lebih tahu posisinya. Tapi dia berani membuat guru menunggu. Hmph, kukira sudah datang ke keluarga kecil seperti ini sudah sial bagiku. Lebih-lebih harus bertemu dengan murid sialan lagi, hari ini aku sial betulan!”

“Merly! Kamu boleh komplain sesukamu di depan Guru, tapi ingat, di depan Keluarga Yashura kamu gak boleh gak sopan! Sekali saja mereka mendengar lidahmu itu berkata kasar, Gurumu ini secara pribadi bakal menghukummu!” seru Baront. Ia hanya menggertak. Sebenarnya ia tak berani menghukum muridnya yang satu ini. Tapi karena selama ini dimanjakan ia semakin menjadi-jadi. Pria itu jadi pusing sendiri karenanya.

Sedang Merly Yurin hanya mendengus tak puas. Ia adalah anak bungsu dari salah satu keluarga kecil di Keluarga Yurin. Sepupu dari Jerrin. Tubuhnya kecil untuk gadis usia tujuh belas tahun tapi kulit dan wajahnya putih cantik seperti boneka. Selain memiliki kecantikan yang tak kalah bila dibandingkan dengan Bhela Malikh, ia juga memiliki bakat di usianya yang muda yang membuat Staterwind tertarik untuk menjadikannya murid kedua. Ia adalah kebanggaan Keluarga Yurin.

Keluarga Yurin adalah keluarga yang memiliki fondasi di salah satu desa tingkat kedua, tak kalah dari Keluarga Blackwood. Untuk seorang jenius yang selalu dimanjakan di keluarga seperti itu datang ke desa kumuh seperti ini tentu membuatnya tak senang. Merly merasa seperti seorang putri istana yang dipaksa untuk tinggal ke hutan.

Tapi Baront Staterwind sudah membulatkan tekadnya untuk menjalin hubungan baik dengan Keluarga Yashura. Ia terus-menerus membujuk dan dengan halus menyuruh muridnya untuk sopan di depan Yashura.

Keluarga Yashura pun sangat senang menerima tamu seorang ahli sepertinya. Melihat pria itu tertarik dan selalu mengamati Shira membuat anggota keluarga Yashura gembira dan penuh harap bukan main.

Terutama Mila dan ayahnya. Dua orang ini adalah yang paling besar menaruh harapan pada Shira, dan dalam hati mereka tahu, alasan Baront Staterwind menginap selama satu bulan lebih ini adalah untuk menjadikan Shira murid.

Oleh karena itu Shuro Yashura dan kedua Dewan Besar Yashura selalu menyempatkan diri untuk menemani tamunya itu untuk mengobrol serta menjamu mereka dengan makanan dan cemilan mahal.

Mendapati seorang ahli ternama sangat terbuka dan nampak menghormati mereka, wajah ketiga petinggi Keluarga Yashura itu selalu berseri-seri setiap hari. Mereka sudah lupa tindakan Blackwood dan Keluarga Malikh satu setengah bulan yang lalu yang membuat mereka kehilangan wajah mereka di Desa Badril. Mereka sudah tak peduli lagi tentang itu. Yang ada dalam pikiran mereka adalah bagaimana menjalin hubungan erat dengan Baront Staterwind dan menghindari kesalahan sekecil mungkin yang bisa mengubah pikiran instruktur terkenal dari sekolah Blue Diamond ini.

Jadi Shuro Yashura menyuruh Yulong untuk menyediakan sayuran segar dan daging-daging terbaik, serta koki handal untuk membuat jamuan terbaik siang ini.

Setelah waktu makan siang tiba, Shuro menyuruh Mila memimpin dua pelayan lain untuk mengantarkan makanan ke ruangan Staterwind.

“Dengar baik-baik, Mila. Ayah tau kepribadianmu yang asal ceplas-ceplos itu. Tapi khusus hari ini, kamu harus sesopan mungkin di depan tamu kita. Ingat itu baik-baik!”

Di sebuah ruangan di dekat kebun Yashura, di tempat Staterwind mengobrol dengan dua muridnya, ia juga memperingati muridnya dengan hal yang sama:

“Dengar baik-baik, Merly. Guru tau kepribadianmu yang selalu manja itu. Tapi khusus hari ini, kamu harus sesopan mungkin di depan Yashura. Ingat itu baik-baik!”

Dan setelah itu, tiga gadis berbaju merah datang membawa makanan. Paras mereka bukan main. Terutama gadis yang memimpin di depan sambil mengetuk pintu sebelum meminta izin untuk masuk ruangan. Pancaran mata yang selalu arogan dan bibirnya yang pedas sekarang berganti menjadi lembut dan penuh senyum. Bahkan Jerrin yang sudah menemukan pasangannya, masih terdiam takjub melihat paras Mila Yashura. Ia merasa gadis yang paling ia idamkan dalam mimpinya datang tepat di hadapannya.

“Tuan Staterwind, Tuan Muda dan Nona Muda Yurin, jadwal makan siang sudah tiba. Semoga makanan ini sesuai lidah Anda. Silahkan dinikmati.”

Jerrin yang biasanya sopan dan selalu mengucapkan terima kasih ini tak bisa menggerakkan lidahnya. Matanya tak bisa lepas dari wajah Mila. Gadis itu hanya bisa tersenyum menyadari maksud dari tatapan pria itu.

“Maaf, Mbak,” Merly yang juga biasanya selalu manja, arogan di depan keluarga kecil ini sedang memasang wajah lembut dan penuh senyum. “Aku selalu mendengar pemuda yang bernama Shira Yashura dari guruku. Apa mbak tau dia sedang apa sekarang?”

“Oh, Shira? Biasanya jam segini dia sedang main sendiri di bukit, Nyonya Muda.”

“Jadi begitu ya?” Merly tak bisa menyembunyikan senyumannya yang terpaksa sekarang. Ia sudah kesal betul dalam hati. “Apa bisa Mbak meminta Tuan Muda Shira untuk kembali? Aku ingin sekali bertemu dengannya.”

Mendengar itu Mila berkedip beberapa kali. Bagaimana mungkin ia tak menyadari gadis ini menyimpan dengki kepada adik sepupunya. Ia pun jika ingin menyembunyikan perasaan tak suka, selalu memasang senyum terpaksa seperti itu.

“Tentu saja boleh. Aku akan memintanya pulang secara pribadi. Mohon dinikmati makan siangnya sambil menunggu Shira untuk kembali.”

Merly hanya tersenyum. Jadi gurunya yang mengucapkan terima kasih kepada Mila dan dua pelayan itu. Kemudian ia melototi murid keduanya, tanpa berkata apa-apa. Merly hanya mendengus ambek dan memalingkan wajahnya ke luar ruangan.

“Aku penasaran dengan yang namanya Shira ini,” kata Merly tak acuh, tak peduli gurunya sedang marah kepadanya. “Apa hebatnya anak dari desa kecil seperti ini? Hmph! Kalau memang dia punya bakat dan bisa membuat kontrak dengan arwah yang lebih kuat dari arwahku, aku bersumpah akan menjadi simpanannya!”

Setelah berkata demikian gadis itu mengangkatkan kaki keluar ruangan.

***

Malam hari di kediaman Keluarga Blackwood.

Ruang makan itu terlihat mewah. Furnitur antik dan pahatan patung yang diimpor dari kerajaan lain di pajang di situ. Di meja makan, duduk beberapa orang. Di satu sisi adalah Tuan Besar Blackwood, istrinya, dan Frane Blackwood. Di sisi lain duduk seorang Sepuh dari Keluarga Malikh. Di sebelah Sepuh itu, ada Bhela Malikh dan Lyla yang duduk berdampingan.

“Bagaimana makanannya, Dik Bhela? Lezatkah?” tanya Nyonya Blackwood memulai percakapan.

“Ya,” jawaban Bhela terdengar kecil, ia mengangguk pelan dan kaku.

“Daging ini adalah daging Sapi Bersayap, hewan buas yang sudah dewasa dan biasanya berlevel 40an. Gak banyak orang yang bisa memakan daging seperti ini. Jika dipanggang....” Nyonya Blackwood menjelaskan panjang lebar memamerkan jamuannya. Bhela hanya mengangguk mendengarnya. Sedang Sepuh yang ada di sebelahnya menjawab dengan nada takjub yang disengaja.

“Luar biasa! Pantas saja rasanya lebih gurih dan empuk dari daging biasanya! Aromanya juga khas. Aku yakin keluarga dan clan lain gak bakal bisa dengan mudah membuat makan malam seperti ini!” seru Sepuh Keluarga Malikh, menjilat. Nyonya Blackwood tentu semakin menjadi-jadi angkuhnya. Pamernya semakin hebat dan bualannya sampai kemana-mana. Sepuh itu terus-menerus merespons dengan antusias.

Frane Blackwood terlihat diam. Pose dan tata kramanya di meja makan sangat anggun. Sebenarnya, diam-diam ia mencuri pandang ke arah Bhela. Gadis cantik itu terkadang mengangguk mendengar bualan Nyonya Blackwood, terkadang tersenyum pula kepada Lyla Blackwood yang terkikih manis di sebelahnya.

Dalam benak Frane, gadis itu sudah menjadi miliknya. Walau statusnya Bhela adalah tunangan orang lain, sangat mudah bagi Keluarga Blackwood untuk merebut dari keluarga kecil dari desa tingkat ketiga.

Memang Bhela sama sekali tak merespons ketika didekati Frane. Tapi tampaknya gadis itu juga tak menolak niat Blackwood yang ingin mendapatkannya. Tinggal menunggu waktu hingga mereka berdua bisa menjadi suami istri.

Frane tersenyum membayangkannya. Matanya lekat menikmati keindahan leher Bhela yang ramping dan putih. Lalu pandangannya turun ke dada. Tubuh Bhela ramping tapi buah dadanya bongsor, dibalut dengan gaun putih ketat membuat bagian bawah Frane terasa panas. Tatapan itu sangat intens. Daripada tatapan cinta, lebih tepat jika itu disebut tatapan penuh nafsu.

Bagaimana mungkin Bhela tak menyadari tatapan Frane itu? Walau ia tak senang tapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Ia berada di kediaman Blackwood dan statusnya tak sebanding untuk bisa menegur Tuan Muda Blackwood itu. Jadi ia tak berkata apa-apa. Pura-pura tidak tahu sambil berbisik-bisik dengan Lyla.

Di meja makan, selain Bhela, Tuan Besar Blackwood juga menyadari tatapan Frane. Pria paruh baya itu juga menyukai wanita cantik. Jika saja potensi Bhela tak sepenting saat ini, barangkali Tuan Besar Blackwood sudah diam-diam membawa gadis itu ke kasur dan menikmatinya sendiri. Ia sudah sering melakukan hal seperti itu di masa lalu. Jadi ia mengerti apa yang sedang dipikirkan putranya.

“Ehem,” Tuan Besar Blackwood sengaja batuk kecil. “Frane. Siang tadi cuacanya cerah. Mungkin besok juga sama. Bagaimana kalo besok pagi kamu membawa Dik Bhela untuk jalan-jalan di taman.”

Mata Frane berkilat. Ia memandang ke arah ayahnya yang penuh senyum. Tapi sebelum ia menjawab, suara dengusan Lyla terdengar di ruang makan.

“Kak Bhela. Bukannya kakak pernah janji mengajakku menanam bunga besok pagi?” kata Lyla dengan suara manis.

“Mm. Aku mendapat banyak benih kembang dari pamanku,” jawab Bhela sambil tersenyum. Dalam hatinya ia senang Lyla sudah menyelamatkannya.

Senyum Tuan Besar Blackwood berubah masam. “Dik Bhela. Apa sorenya gak ada acara? Aku dengar ada festival kecil-kecilan yang diselenggarakan Keluarga Rezlak. Bagaimana kalau Frane—”

“Kak Bhela! Ayo kita memancing ikan besok sore!”

Memancing? Sejak kapan dua gadis ini senang memancing? Sudah jelas Lyla tak ingin memberikan Bhela kepada kakaknya.

“Lyla. Keluarga Cylin mengirimkan banyak herbal langka saat ulang tahunmu tadi. Besok pagi-pagi sekali Papa akan meminta Master Alchemist untuk menuntunmu.”

Tuan Besar Blackwood sadar kalau Lyla dan Bhela terlalu dekat. Karena itu, Bhela selalu bersembunyi di balik Lyla ketika serigala seperti Frane mencoba mendekatinya.

Hal itu terkadang membuatnya pusing. Tapi ia tahu sebagaimana pun tinggi status keluarganya, ia tak bisa terlalu memaksakan kehendak mereka kepada Bhela.

Sedang Lyla tak menanggapi ayahnya. Ia hanya membuang muka sambil mendengus kecil.

“Lyla, dengar ayahmu,” kata Nyonya Blackwood dengan nada memerintah. “Terus saja bersikap seperti itu, Mama akan memastikanmu untuk membersihkan laboratorium Paman Coco selama sebulan!”

*Clank!*

Mendengar ancaman ibunya, Lyla membanting garpu dan pisau makannya ke piring. Ia bangkit, menggenggam tangan Bhela, dan mengajaknya pergi tanpa mengucapkan apa-apa.

“Tuan Blackwood, Nyonya Blackwood...” Bhela sedikit membungkukkan badannya dan langsung pergi mengikuti Lyla.

“Anak perempuan....” Tuan Besar Blackwood menggeleng-gelengkan kepalanya tak bisa berbuat apa-apa.

Nyonya Blackwood hanya menoleh sesaat ke arah mereka pergi, lalu meminum anggurnya.

“Sekarang anak-anak sudah pergi, ayo kita masuk ke topik utama,” kata Nyonya Blackwood santai.

Frane Blackwood mengerti maksud ibunya. Ia langsung memberikan laporan.

“Keluarga Erzic, Keluarga Rivermoon, Keluarga Flowerside, mereka semua menanyakan tentang Bhela saat pesta ulang tahun Lyla,” kata Frane pelan. Kemudian ia menoleh ke arah Sepuh Malikh lewat sudut matanya dan melanjutkan, “wakil dari ketiga keluarga itu sudah mencoba mendekati Keluarga Malikh. Entah apa yang mereka bicarakan, tak ada yang tahu.”

Mendengar itu Sepuh dari Keluarga Malikh langsung menjadi panik. Buru-buru ia menjelaskan, “mereka mencoba memberikan hadiah. Tapi kami menolak. Sangat gak sopan menerima hadiah saat berada di pesta ulang tahun orang lain.”

“Tiga keluarga itu hanyalah awalnya,” kata Tuan Besar Blackwood kepada istrinya. “Akan masih banyak lagi yang akan datang. Jika hanya keluarga kecil, Malikh bisa mengurusnya sendiri. Tapi jika yang datang bangsawan yang memiliki hubungan dengan keluarga kerajaan maka kita harus ikut campur.”

“Kamu yang atur hal itu,” kata Nyonya Blackwood kepada suaminya. Sama sekali tak ada rasa hormat yang terdengar dari nadanya. Ia berbicara kepada suaminya, Tuan Besar Blackwood, yang merupakan orang nomor satu di Keluarga Blackwood seperti ia berbicara dengan bawahannya.

Tapi anehnya, Tuan Besar Blackwood tak menampik. Ia mengangguk seakan-akan sudah terbiasa menerima perintah dari istrinya. “Gak masalah. Aku sudah kirim orang ke Keluarga Malikh. Situasi sudah cukup stabil.”

Pemandangan ini membuat Sepuh Malikh terkejut. Ia tak mengira, wanita yang suka pamer ini ternyata bisa menundukkan orang nomor satu Blackwood. Di keluarga petarung, sangat jarang wanita punya pengaruh kuat. Dalam hati, ia sangat gembira mendapatkan kesempatan untuk menjilat kepada wanita ini saat makan tadi.

“Terus, apalagi?” tanya Nyonya Blackwood.

“Paman Joshua bilang kamp di padang pasir itu sudah aman,” lapor Frane. “Burung merpati datang tadi pagi. Fireaxe Giant Clan dan keluarga pesilat sudah diamankan. Kita keluar uang banyak untuk menutup mulut mereka. Rencana berjalan mulus. Paman Hale juga sudah mengendalikan situasi. Tapi dia belum bertindak sampai bantuan datang....”

Wajah Frane nampak tak puas ketika mengatakan kalimat terakhir. Untuk masalah sepele ini, Paman Hale-nya ragu-ragu bertindak.

“Mm, mm. Itu bagus. Kita gak boleh gegabah. Lagipula, orang yang ingin kita singkirkan adalah Jhuro Yashura.”

“Hmph! Cuma seorang Sepuh kelas bawah! Buat apa ragu-ragu,” suara tak senang terdengar di ruang makan. Asal suara itu adalah Tuan Besar Blackwood.

“Itu benar! Walaupun reputasinya Jhuro Yashura benar-benar galak tapi dibanding dengan Tuan Hale Blackwood, Jhuro Yashura hanya sebatas kacang!” Sepuh Malikh juga ikut berseru, mencoba untuk menjilat lagi.

“Naif! Naif!” tapi Nyonya Blackwood hanya menggeleng-gelengkan kepalanya seperti baru melihat kelakuan orang bodoh. Kemudian ia menoleh ke arah suaminya dan berkata, “di kepalamu isinya cuma perempuan saja, sama sekali gak berfungsi. Kalau aku gak mencebokimu di sana-sini, mau jadi apa keluarga kita?”

Air muka Tuan Besar Blackwood tenggelam. Ia sudah biasa menerima ejekan dari istrinya itu. Tapi jika di depan orang luar saja ia tak memberikannya muka, bagaimana bisa ia menjaga wibawanya di masa depan?

Sepuh Malikh langsung diam. Walau ia tak dibentak tapi situasi menjadi canggung padanya.

“Kita lupakan saja masalah Jhuro dulu. Bantuan yang kukirimkan akan memastikan semuanya berjalan lancar. Asalkan Joshua dan Hale berhati-hati gak akan terjadi masalah,” lanjut wanita itu.

Nyonya Blackwood melihat ke arah Frane yang mengangguk-angguk mendengar ucapannya tadi. “Frane, sepertinya kamu sudah terbiasa dengan hal seperti ini. Lanjutkan dan gak bakal lama kamu akan mengontrol dewan keluarga. Jangan jadi pecundang seperti ayahmu. Bahkan selingkuh pun semua orang harus tau.”

Wajah Nyonya Blackwood tak menunjukkan amarah. Hanya rasa jijik dan ejekan.

Air muka Tuan Besar Blackwood tak sedap dipandang. Sedang Sepuh Malikh hanya terdiam sambil memaksakan senyum.

Frane tak tahu harus berkata apa. Jadi ia hanya mengangguk lagi.

“Bagaimana dengan keadaan Keluarga Malikh? Apa sudah lancar?” tanya wanita itu kemudian.

Sepuh Malikh cepat-cepat menjawab. “Hampir semua dewan keluarga sudah menekan Ayah Bhela. Kursi Kepala Keluarganya hampir dicopot tapi dia masih keras kepala. Kami meminta waktu sedikit lagi. Setelah itu Keluarga Malikh akan jinak sebelum duel berlangsung.”

Nyonya Blackwood menggeleng. “Gak bagus. Kalau sebelumnya status kelas unik Bhela gak ada yang tau, kita gak kekurangan waktu. Tapi sekarang berbeda.”

Ia terdiam sesaat, kemudian memberikan perintah: “Bunuh manusia keras kepala itu!”

Mendengar perintah itu, ekspresi Sepuh Malikh, Tuan Besar Blackwood, dan Frane Blackwood langsung berubah.

“Mama, apa Anda yakin? Dik Bhela tak akan menerima itu dan membenci kita!” seru Frane Blackwood.

“Itu betul. Kita bisa membereskan Yashura, tapi menyentuh Keluarga Malikh.... bagaimana kalau Bhela menjadi tak senang?”

Sepuh Malikh terdiam dengan wajah khawatir. Ia tak memiliki suara di sini jadi dengan pasrah ia hanya bisa menunggu keputusan sebenarnya dibulatkan.

“Memang kenapa? Bhela anak pintar. Ia pasti sudah tau kejadiannya bakal kayak gini. Jika setelah itu dia menolak, bunuh keluarganya.”

Wajah Sepuh Malikh yang tadinya khawatir kini menjadi pucat pasi. Saat ini, Keluarga Malikh sudah ada di kaki Blackwood. Awalnya, para sepuh Malikh menggunakan Blackwood untuk memanjat ke panggung yang lebih tinggi. Tapi mereka tak menyangka mereka tak memiliki tali lain, dan jika tali itu terputus, maka jurang yang akan menanti mereka.

“Mama, mengapa harus repot-repot begitu?” tanya Frane sambil mengernyitkan dahinya. Wajahnya sangat serius. “Jika kita ingin membatalkan pertunangan itu, mengapa harus berputar-putar?

“Mengapa, tak bunuh saja Shira Yashura langsung?”

***

<<PREVIOUS CHAPTERNEXT CHAPTER>>